"Adik, bangun sudah sore, Nak. Mandi," panggil Ibu mengetuk pintu kamar Rosa dengan keras dari luar.
Ibu ini sering kali berteriak, sebab Rosa selalu mengunci pintu kamar setiap ada Ibunya. Menurutnya jika Ibu ada dirumah maka tidur nyenyaknya akan terganggu. Alhasil seperti sekarang ini hanya bisa mengetuk pintu terus-menerus agar anak manjanya itu bangun dari tidur nyenyaknya.
Desti selalu kesal jika sudah harus membangunkan anaknya itu, sering kali tak dianggap dan lebih memilih untuk melanjutkan tidur kembali dari pada harus bangun dan berurusan dengan Ibu.
"Iya Ibu sayang, Rosa sudah bangun," balas Rosa dengan suara khas bangun tidur. Ia mengusap mata dan melihat jam, sudah pukul 16.00 ternyata. Lumayan lama juga ia tidur siang.
Rosa pov
Bangun tidur, aku tidak langsung bergegas untuk mandi. Rasanya hawa malas lebih kuat menyerang tubuh ini daripada hawa untuk segera mandi. Aku masih bermalas-malasan diatas kasur sambil bermain game di ponsel, sesekali membalas sms Mas Rafi. Mas Rafi lelaki yang kemarin menghalangi jalannya dan mengajak berkenalan.
Saat ini ternyata sedang menunggu Rosa di pendopo. Katanya Mas Rafi baru pulang sekolah, mandi lalu bergegas ke pendopo tempat dimana kita awal berkenalan. Dia pikir, aku akan berangkat les, tapi ternyata aku lebih memilih untuk tidur siang.
Mengistirahatkan sejenak otaknya, karena memang bentar lagi juga aku sudah tidak les sama ibu guru Lina hehe. Lagian ngapain juga dia nungguin aku coba, kaya gak ada kerjaan aja. Tidak selamanya juga aku akan lewat Desa Kenanga, mengingat sebentar lagi akan duduk dibangku SMA.
Kami masih melanjutkan sms sampai malam dan hampir larut malam, karena Mas Rafi masih tes aku ambil sikap untuk menyudahi komunikasi kami malam itu. Aku mempersilahkan Mas Rafi untuk belajar.
***
Sudah satu minggu, mereka saling menghubungi satu sama lain. Layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, keduanya seperti mengharuskan diri untuk saling menghubungi satu sama lain setiap harinya, setiap waktunya, setiap menitnya bahkan setiap detiknya. Lucu sekali ya melihat orang sedang di mabuk cinta itu seperti terlihat bodoh haha.
Hari ini adalah pengumuman hasil tes masuk SMA favorit sudah keluar dan Alhamdulillah, Rosa diterima di sekolah favorit yang memang sangat diinginkan. Betapa bahagianya bisa diterima disekolah tersebut.
Ibu senang sekali mengetahui anak manjanya itu lulus tes dengan hasil yang memuaskan, "Betul 'kan kata Ibu. Adik pasti bisa masuk ke sekolah favorit," ucap Ibu yakin saat mengetahui kabar baik ini. Terlihat dari sorot matanya berbinar menandakan kebahagiaan luar biasa yang sedang dirasakan saat ini.
"Ini semua juga berkat doa Ibuku sayang," balas Rosa, bergelayut manja memeluk Ibunya. Ia masih saja bersikap seperti anak kecil. Itulah sebabnya mengapa kedua orangtua Rosa masih saja menganggapnya anak kecil, ya karena tingkahnya yang seperti anak kecil.
"Doa ibu selalu menyertai langkahmu, Nak. Selanjutnya tinggal kamu yang berjuang untuk lebih rajin lagi sekolahnya. Ingat jangan malas, tak mudah usahamu untuk masuk sekolah favorit." Ibu mengingatkan perjuangan Rosa. Ya benar, Rosa sering sakit karena terlalu memforsir otak untuk belajar. Vertigonya sering kambuh jika terlalu keras ia membuat otaknya berpikir.
Ibu meninggalkannya di dalam kamar sendirian.
Ah, coba hubungi Mas Rafi. Kali aja gak sibuk, katanya dalam hati.
Berharap sekali bisa memberikan kabar baik pada lelaki yang dalam seminggu ini sudah mengisi ruang hati Rosa yang kosong. Hatinya selalu bahagia saat bersama dengan lelaki itu.
Rosa mencoba menelpon Mas Rafi, tapi tidak diangkat. Ia lupa kalau sekarang masih jam sekolah hehe. Padahal, ia sudah tak sabar ingin memberitahu kabar baik ini.
Yah jadi ditunda deh memberitahu kabar baik ini, tapi gak pa-pa 'kan mas Rafi sekolah, lirihnya.
Rosa kembali meletakkan ponselnya di atas nakas dan bingung mau melakukan kegiatan apa. Ia mulai menerawang jauh dan mengingat awal perkenalan mereka membuat pipinya merona dan itu terlihat sangat lucu. Siapapun yang melihatnya dalam posisi seperti itu pasti akan tertawa hingga tergugu dibuatnya.
Rosa dan mas Rafi berbeda sekolah tapi rumah mereka tidak terlalu jauh. Masih satu daerah dan satu Kecamatan hanya beda Desa saja. Rosa tinggal di Desa Mawar dan Mas Rafi tinggal di Desa Kenanga.
***
Seminggu setelah pengumuman penerimaan siswa baru, Rosa menjalani MOS. Selama mengikuti kegiatan sekolah yang dinamakan MOS itu, mas Rafi selalu membantunya membuat segala sesuatu yang menurutnya itu gila. Barang-barang yang dibuat, nantinya akan dipakai keesokan harinya saat MOS.
Mas Rafi enjoy saja dengan segala apa yang harus disiapkan, karena memang mas Rafi masuk ke dalam kepengurusan OSIS di sekolahnya. Jadi teka-teki yang harus disiapkan tidak begitu rumit, karena ada Mas Rafi hehe.
Tiap hari Mas Rafi juga selalu mengantar jemput Rosa. Sekarang, Rosa sudah tidak lagi memakai jasa mobil jemputan. Setiap harinya, Mas Rafi yang selalu menjemput dan mengantar pulang. Selama MOS, setelah menyelesaikan segala kegiatan memuakkan yang sudah disusun oleh kakak kelas lalu sorenya sebelum mengantar Rosa pulang, mereka selalu mencari peralatan dan bahan yang akan diperlukan besok untuk MOS.
Rosa selalu protes dan menggerutu setiap kali yang ia perlukan untuk MOS sulit dicari dan sangat ribet. Namun, tidak dengan mas Rafi. Dia santai saja selalu tersenyum dan selalu mengacak-acak rambut Rosa, karena gemas dengan ocehannya.
"Ribet banget sih, harus bikin ini itu! Beli makanan ini itu, susah 'kan Mas nyarinya tuh," gerutu Rosa kesal, ketika ada beberapa makanan yang belum ditemukan oleh mereka. Mereka sudah beberapa kali keluar masuk swalayan dan pasar tetapi belum juga menemukannya.
"Sabar dong Dik, nama nya juga MOS ya beginilah. Nanti juga Adik kalau jadi pengurus OSIS pasti akan melakukan hal yang sama seperti ini ke adik-adik kelasnya hehe," jawabnya terkekeh mencoba mengajak bergurau.
Rosa yang masih menggerutu dan mas Rafi yang masih sabar dengan ocehannya. Mereka masih menyusuri pasar dan swalayan untuk mencari apa yang diperlukan. Setelah semua terkumpul, Rosa diantar pulang.
***
Selama perjalanan menuju rumah, mas Rafi sesekali mengajak Rosa bercanda agar ia tertawa dan tidak lagi kesal karena semua barang yang dicari sudah aman dan didapatkan. Sesampainya dirumah, mereka disambut hangat oleh ibu.
"Anak Ibu pasti kesal mencari barang MOS ya," sapa Ibu ketika melihat wajah Rosa bete. Sudah tau kesal, masih nanya, gimana sih Ibu, gerutunya dalam hati.
"Ya biasa Bu, seperti biasanya ngomel terus di jalan," sahut Mas Rafi terkekeh. Ia memang paling senang saat melihat Rosa bete dan bertambah bete karena ulahnya yang usil.
"Adik capek, Bu. Kesal kalau ada barang yang belum dapat tuh," ucap Rosa mendengus kesal, menghembuskan nafasnya kasar karena merasa sangat lelah.
"Yaudah ah, mandi dulu gih, trus istirahat. Nak Rafi mau minum apa?" Ibu menawarkan minum tapi dia menolaknya dengan halus, dan ijin pamit pulang.
Rosa bergegas masuk ke dalam kamar untuk mandi lalu beristirahat. Mas Rafi pulang membawa semua alat yang nanti akan Rosa pakai untuk besok.
Dia membuat semua yang diperlukan selama MOS, jadi Rosa tidak capek untuk membuat keperluan MOS. Ia segera mandi, keluar kamar untuk makan malam setelah itu beristirahat.
***
Selama seminggu, setiap pagi berangkat terlalu pagi diantar Mas Rafi, setiap pulang kesorean dijemput Mas Rafi. Pulang MOS langsung cari peralatan dan makanan untuk besok nya juga bersama Mas Rafi.
Selesai sudah mengikuti kegiatan MOS yang ribet itu, tinggal menyiapkan diri bertemu dengan Guru yang bermacam-macam karakternya. Pulang sekolah, mereka tidak langsung pulang. Mas Rafi mengajak jalan-jalan, katanya refreshing agar Rosa tidak stres karena MOS kemarin.
Rafi pov
Hari ini, Rosa selesai MOS. Aku berniat mengajaknya jalan-jalan ke laut. Membuatnya bahagia dan berencana mengungkapkan apa yang aku rasakan selama beberapa minggu bersamanya.
Aku jatuh cinta padanya. Jatuh cinta pada pandangan pertama, saat aku menghentikan perjalanannya di persimpangan jalan waktu itu. Darahku berdesir, detak jantungku berpacu dengan cepat. Awalnya aku ragu untuk mengajaknya berkenalan karena takut ditolak, tetapi entah ada keberanian darimana aku menghalangi jalannya.
Sebenarnya, sudah lama aku penasaran dengan Rosa. Setiap sore, dia selalu melewati daerah rumahku. Teman-temanku sering kali menggodanya setiap dia lewat. Aku makin penasaran, karena dia memasang wajah datarnya dengan sangat angkuh dan dingin, beberapa kali terlihat marah saat digoda. Itu terlihat dari bahasa tubuhnya yang kaku menahan amarah setiap melewati kami semua.
Perlahan aku mencoba mendekatinya, aku bisa berkomunikasi lebih dekat dengannya. Membantu selama MOS dan mengantar jemputnya selama MOS. Rosa, perempuan cantik dengan pipi kemerahan, berkulit putih dan bermata sipit.
Aku tak pernah bosan untuk memandangnya. Sama seperti saat ini, kami tiba di laut. Menyusuri bebatuan dan bermain air bersama. Bahagianya hatiku, melihat senyum indah itu selalu terpancar dari bibirnya yang merah dan mungil.
Aku menggenggam tangannya, kulihat dia terkejut atas perlakuanku. Aku pun dengan perasaan kecewa melepaskan kembali genggaman tanganku, takut dia tidak suka dengan perlakuanku dan menganggapku lancang.
Tapi, tunggu dulu kenapa pipinya memerah seperti tomat, apakah dia malu? Oh Tuhan, dia sangat menggemaskan jika terlihat malu seperti ini. Rasanya, aku ingin merengkuh tubuh indahnya masuk ke dalam Dikapan hangatku. Akan kuberikan kehangatan di setiap waktunya untuk Rosa. Sial! Pikiran macam apa ini. Aku mencoba membuyarkan pikiran konyolku tadi.
Aku menarik nafas dalam-dalam, menggenggam kembali tangannya, dan mengungkapkan isi hatiku.
"Dik, apa kamu mau jadi pacar Mas?" tanyaku memandang wajahnya yang ayu dan mata sipitnya yang teduh. Dia seperti terkejut dengan permintaanku yang secara spontan. Tapi tidak butuh lama, sikap nya normal kembali tidak terkejut seperti tadi.
"Emang Mas yakin, minta Adik jadi pacar Mas? Mas gak bercanda?" tanyanya balik menatap mataku. Oh Tuhan, dia belum menjawab pertanyaanku, tapi sudah membalikkan pertanyaanku. Oke Rafi, harus berusaha tenang dan tersenyum, menyakinkan diri sendiri.
"Yakin dong, setelah beberapa minggu ini komunikasi dan jalan sama Adik. Mas ngerasa nyaman banget dan gak mau kehilangan, Adik. Adik mau 'kan jadi pacar Mas?" ujarku tersenyum dan mengungkapkan kembali permintaan yang belum sempat ia jawab.
Rosa menganggukkan kepalanya mantap, "Adik mau jadi pacar, Mas." Wajahnya semakin merona dan malu saat kutatap lebih dalam lagi manik matanya yang indah itu. Kukecup kedua punggung tangannya, senangnya luar biasa sekali hatiku saat ini.
Akhirnya kami resmi berpacaran tanggal 15 Juli 2008.
***
Hubungan mereka baik-baik saja, tidak pernah ada keributan di dalamnya. Selalu penuh cinta setiap harinya, satu sama lain seakan paham tentang semua cinta mereka. Berangkat dan pulang sekolah selalu bersama, bukan hanya itu mereka juga pernah beberapa kali bolos bersama teman-temannya mas Rafi. Sebenarnya mereka beda sekolah, tapi Rosa selalu diajak kemanapun mas Rafi dan teman-teman nya pergi dan bolos.
Sudah 1 tahun mereka berpacaran. Rosa naik kelas 2 SMA dan Mas Rafi pun LULUS dari sekolah nya. Mas Rafi segera mencari pekerjaan. Ia tidak berminat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi, katanya lebih baik ia cari uang saja daripada harus buang uang. Karena menurutnya kuliah itu hanya menambah wawasan saja, peran penting ya ada dalam dunia kerja.
Rosa membantunya mencari pekerjaan, kirim email bahkan melamar langsung ke tempat nya tapi belum ada jawaban. Rosa seperti merasakan susah nya cari kerja itu seperti apa dan bagaimana.
Hingga temannya di social media, memberitahu bahwa di tempat nya bekerja ada lowongan pekerjaan sebagai kontraktor. Rosa segera memberitahu berita baik tersebut pada Mas Rafi. Namun, ia tidak tahu jelas posisi apa yang akan Mas Rafi dapatkan saat itu. Yang jelas saat Mas Rafi melamar pekerjaan sudah langsung diterima. Mungkin memang sedang membutuhkan pegawai saat itu, pikir Rosa.
Mas Rafi ditempatkan di Jakarta jadi mau tidak mau mereka harus menjalani LDR. Komunikasi mereka baik bahkan sangat baik karena Mas Rafi selalu menyempatkan menelpon Rosa ditengah-tengah kesibukan nya bekerja.
Seperti saat ini, Mas Rafi menyempatkan menelpon kekasihnya itu.
"Disini itu enak yank kerja nya. Gak terlalu capek tapi gaji nya gede. Nanti mas kirim tiap bulan buat Adik disana ya."
"Terserah Adik nanti uang nya mau buat apa. Yang penting Adik pakai uang nya untuk keperluan Adik ya."
"Iyah Mas, Alhamdulillah kalau betah. Jangan lupa makan, jaga kesehatan dan juga jangan lupa sholat ya Mas yang paling terpenting." Rosa mengingatkan kekasihnya agar tak melupakan kewajiban.
"Iya sayang siap laksanakan," jawab Rafi semangat sekali karena diperhatikan Rosa.
"Bagaimana kabar ayah dan ibu, Dik? Apa masih sibuk? Apa Adik masih sama mbak saja dirumah?" tanyanya yang membuat Rosa tiba-tiba bersedih. Karena biasanya ada Mas Rafi yang menemaninya ketika ayah dan ibu sibuk kerja. Sekarang hanya berdua sama mbak Tuti.
"Ya seperti biasa dan seperti yang mas tau aja. Ibu dan ayah 'kan selalu sibuk dengan kerjaan nya. Adik selalu sama Mas Rafi dan mbak, tapi sekarang mas jauh, jadi Adik cuma sama mbak dirumah." Rosa mulai curhat, menuangkan keluh kesahnya pada Mas Rafi.
"Yaudah gak pa-pa. Adik jaga kondisi disana ya. Jangan lupa makan, jangan kecapean ya sayang, yang rajin sekolah nya. Jangan main aja sama teman-teman adik yang rame itu hehe." Mas Rafi mencoba menasehatinya dan menghibur. Diluar dugaan Rosa malah terkekeh mendengar nasehatnya.
Rosa pov
Aku sekarang dirumah hanya bersama Mbak Tuti. Mas Rafi sudah mulai bekerja di Jakarta, kami LDR. Ayah dan ibuku juga masih sibuk dengan kerjaan. Siang itu, Mas Rafi menelpon dan bercerita, kerja disana enak. Kerjanya gak terlalu berat tapi gaji nya lumayan.
Aku ikut bahagia mendengarnya. Dia mulai bertanggung jawab, ingin mengirimkan uang bulanan untukku. Sebenarnya aku tidak kekurangan, karena aku serba dicukupkan oleh kedua orangtuaku. Tapi aku mencoba menghargai pengorbanannya menafkahiku.
Tiba-tiba, Mas Rafi menanyakan kabar ayah dan ibu. Aku sedih, karena mereka sedang sibuk-sibuknya kerja, sehingga tak punya waktu untuk memperhatikanku. Biasanya jika tak ada ayah dan ibu, mas Rafi dan mbak Tuti yang menemaniku.
Mas Rafi mengakhiri obrolan kami di telepon dan memintaku untuk selalu menjaga kesehatan dan makananku.
Semoga terus seperti ini ya dan jangan pernah berubah ya mas, ucapku dalam hati tersenyum bahagia karena perhatiannya.