Wanita Cantik Itu Siapa?

1187 Kata
Sepertinya Faruk sangat berambisi untuk melaksanakan rencana mereka. Sementara itu Kiral masih berusaha membujuk Nafia agar mau berbicara dengannya. Kiral dibuat sekolahan salah tingkah istrinya yang seakan telah mati. Tak ada gairah kehidupan yang terpancar dari wajahnya Nafia. Sungguh terlihat jelas penyesalan yang tampak pada diri Kiral. Karena Nafia masih enggan untuk berbicara dengannya. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali keluar dan berusaha mencari apa yang bisa mengganjal rasa laparnya. Kiral akhirnya berinisiatif menonton video memasak mie instan untuk dirinya dan juga Nafia. “Aku tahu aku salah. Apa pun itu aku tidak bisa membenarkan kesalahanku. Tapi jujur saja aku sangat mencintaimu. Bahkan lebih dari apa pun,” gumam Kiral seraya memeriksa air yang ia panaskan di atas kompor. Setelah dirasa cukup panas. Karena gelembung udara pada air sudah mulai bergejolak. Kiral langsung dua bongkahan mie instan ke dalam panci berisi air panas tersebut, setelah itu dia mengambil piring keramik berwarna coklat di atas rak kayu. Kemudian dia memasukkan 2 bungkus dari mie yang sebelumnya. Dan kini sudah tampak mengembang dan siap diangkat. “Semoga kamu mau makan masakan aku, Fia,” gumamnya lagi. “Aku tahu aku keterlaluan banget sama kamu. Tapi aku benar-benar khilaf.” “Bagaimana caranya membuat Nafia kembali memaafkan aku?” “Aku enggak bisa hidup tanpa dia. Oh Tuhan, berikan aku kesempatan kedua. Aku ingin memperbaiki hubungan kami lagi.” Penyesalan selalu datang di akhir. Andai saja sebelum melakukan hal itu ia berpikir terlebih dulu. Kehidupan mereka yang dulunya selalu dipenuhi kebahagiaan. Kini terasa bagaikan makanan tanpa garam. Hambar, hampa, bahkan seolah tak ada lagi harapan untuk memperbaiki semua. Setelah hidangan tersaji di atas meja. Kiral berjalan ke kamar untuk mengajak sang istri makan bersama dengan menu seadanya. Sebenarnya di lemari pendingin masih tersedia sayuran dan juga beberapa potong ikan. Namun Kiral ingin mengambil ringkasnya saja. Makanya ia sengaja tak mau memasak bahan makanan itu. Sesampainya diambang pintu kamar. Tatapan matanya tertuju pada sang istri yang tengah memeluk erat buah hati mereka. Air bening itu mengalir begitu saja tanpa dapat dicegah. Kiral terlihat memandangi keduanya dengan rasa bersalah. Kiral terlihat jelas menyesali perbuatannya. “Sayang, makan dulu, yuk sama aku. Aku udah masakin mie instan untuk kita,” ujar Kiral lembut seolah tengah membujuk sang istri. “—” “Sayang, ayolah. Kamu harus makan. Jangan sakiti diri kamu lebih parah lagi.” “Aku tahu, aku benar-benar enggak pantas untuk ngomong kek gini. Tapi mau bagaimana lagi.” Ting! Tiba-tiba ada suara notifikasi di telepon seluler milik Nafia. Ia mengambilnya dan memperhatikan isi pesan tersebut dengan saksama. Sejurus kemudian dahinya mulai berkerut. Tampaknya ada yang mengganggunya. Kiral yang memperhatikan perubahan ekspresi pada istrinya dibuat kebingungan. “Siapa?” tanya Kiral secara baik-baik. “—” “Fia, kamu bisa ‘kan sedikit saja jawab pertanyaan aku.” “Hh!” dengus Nafia serah menatap sinis kepada Kiral. “Fia, aku tahu, aku salah banget sama kamu. Tapi tolong kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.” Nafia kembali tidak menanggapi ucapan dari Kiral. Kali ini dia membuang mukanya. Dan kembali fokus pada layar telepon genggamnya. Namun tampaknya Kiral malah tersulut emosi. Ia meninggalkan kamar itu dengan amarah yang bergelora. Brugh! Kiral menendang tumpukan kardus yang berada di ruang tengah. Wajahnya memerah ia terlihat memendam amarah. Setelah itu Kiral langsung menyantap masakannya dengan penuh gelora membara. Kiral terlihat jelas cemburu dan tidak suka ketika melihat Nafia sibuk dengan gawainya. Meski ia pun kerap kali melakukan hal yang sama pada pasangannya. Terdengar sayup-sayup suara Nafia tengah berbincang dengan seseorang. Kiral langsung buru-buru menghabiskan makanannya. Ia langsung mengendap-endap menuju kamar. Sepertinya ia penasaran istrinya tengah berbincang dengan siapa. Kiral berdiri di balik tembok dengan telinga yang ditempelkan pada tembok. “Tapi saya belum pernah mencobanya Kak,” ujar Nafia pada seseorang yang menjadi lawan bicaranya. “Iya udah. Besok atau lusa saya coba dulu, ya, tapi jangan ngarep dulu ‘loh, ya.” “ Iya, iya. Oke. Makasih. Malam.” Setelah Nafia mengakhiri panggilannya. Kiral langsung masuk ke kamar dan langsung berdiri di samping tempat tidur. Seraya berkacak pinggang. Kiral menatap tajam ke arah Nafia. Jelas di sini Kiral terbawa emosi. “Siapa temanmu bicara!” ujar Kiral dengan nada tinggi seolah tengah mengintimidasi. “Bukan urusan kamu!” balas Nafia tak kalah ganasnya. “Berani kamu, ya, aku ini masih suami kamu!” “Oh, masih merasa punya istri kamu? Hahaha, apa aku enggak salah dengar, harusnya pertanyaan kamu itu dibalik. Aku yang tanya ke kamu!” “Kamu terlalu egois Kiral! Aku muak menutupi semua kebusukan kamu.” “Fia, aku enggak maksud buat kamu tersinggung. Aku minta maaf, Fia.” Perselisihan keduanya mengganggu tidur sang anak. Bocah lugu itu terbangun dan mengusap kedua matanya. Ia terlihat kebingungan melihat orang tuanya seolah tengah terlihat berselisih hebat. “Ma, Pa? Kenapa?” tanya bocah lugu itu. Bocah dengan mata yang masih sayu dan tampak sangat mengantuk itu, mencoba untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Dia mengusap kedua matanya. Lalu ia menarik ujung dari baju ibunya. Kiral dan Nafia langsung terdiam menyadari buah hati mereka terjaga. “Enggak apa, Sayang,” ujar Nafia yang langsung mendekati anaknya. “Tapi tadi ada yang marah-marah,” sahut sang putri. “Enggak ada apa-apa ‘kok Nak. Tadi ada tikus di dekat sini.” “Em. El masih ngantuk.” “Ya sudah kamu tidur lagi, ya.” Dikarenakan sang istri kembali membujuk buah hatinya untuk tidur. Kiral keluar ruangan untuk menenangkan diri. Ia juga tidak ingin pertengkaran ia dan sang istri terdengar kepada anaknya. Kiral paham betul jika perselisihan keduanya bisa berdampak pada mental sang buah hati. Kiral sudah kebal dengan kehidupan yang kacau antah berantah. Karena dia pun terlahir di anara keluarga yang bisa dikatakan hancur. Perpisahan antara kakak-kakaknya dalam membina hubungan yang baik di rumah tangga. Sempat membuat Kiral berpikir pernikahan adalah sebuah hubungan yang tidak diwajibkan. Dan itu semua ia alami sewaktu belum mengenal sosok Nafia. Dulunya Kiral beranggapan hubungan cukup sampai ke tahap pacaran tidak lebih. Namun semuanya bisa terbantahkan setelah kedatangan Nafia di dalam hidupnya. Dia tidak ingin melepaskan wanita yang benar-benar menjadi penyatu keluarganya. Dan sebelum kecelakaan itu terjadi, Kiral telah bersumpah tak akan menyakiti sang istri. Apa pun yang terjadi. Meski saat ini semuanya terasa itu hannyalah janji semu. Kiral telah membunuh kepercayaan yang ditumbuhkan dari ikatan yang saat itu ia pegang dengan sangat erat. Sedari awal Kiral dan istrinya sepakat untuk tidak akan membukakan celah barang seujung jarum pun pada pihak ketiga. Namun nyatanya iyalah orang yang menghancurkan semuanya. “Kenapa, kenapa kamu kelihatan menyesal dengan semua apa yang sudah kamu lakukan sama aku, Bang,” ujar Nafia yang telah berdiri di belakang Kiral. “Eh, kamu Dek. Sejak kapan kamu berdiri di situ?” tanya Kiral tampak sedikit terkejut dengan kehadiran istrinya. “Kenapa memangnya. Apakah kehadiranku mengganggu lamunan Abang tentang wanita cantik yang saat ini ada dihatimu?” “Kamu ini ngomong apa ‘sih Fia. Aku udah jelasin semuanya aku khilaf.” “Kamu kira penjelasan kamu itu bisa ngobatin hati aku yang udah benar-benar hancur. Ini bukan luka biasa Bang. Tapi kali ini hati aku benar-benar Se-remuk remuknya. Aku enggak tau lagi harus gimana.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN