Aku meraup wajahku kasar, sesekali berdiri, lalu menoleh ke arah ruang IGD tempat tadi Anna dilarikan begitu sampai di rumah sakit. Aku sangat yakin kalau Anna pasti kehilangan banyak darah. Tadi ambulan datang sedikit telat, sedangkan aku tak bisa membantu apa pun. Ini semua salahku. Iya, kan? Andai aku tidak pernah setuju Anna membantuku, dia tidak akan terluka seperti ini. Jelas sekali, target utama penusukan adalah aku. Andai Anna tak menghampiri dan mendorongku, pasti aku yang kena tusukan pisau itu dan Anna akan baik-baik saja. “Al, duduk.” Om Putra mengisyaratkan agar aku kembali duduk di sebelah beliau. Aku patuh, meski rasanya saat ini aku ingin sekali menerobos masuk untuk melihat langsung bagaimana keadaan Anna di dalam. Harusnya aku tidak pernah setuju dari awal. Terlepas