Hari Rabu pagi. Enam jam usai meninggalkan kantornya, persis sesudah tengah malam, Eijun sudah hadir kembali di ruang pertemuan. Dia tengah menghadapi hari baru yang sama mendebarkannya. Malam itu tidak sepenuhnya berjalan mulus. Acara minum-minum Kento Himura bersama Hiro Akada tidak menghasilkan apa pun yang penting, selain pengakuan dari Hiro bahwasanya benar Tetsu telah menelepon dan mengingatkan dirinya mengenai hukuman kesaksian palsu. Eijun sudah mendengarkan keseluruhan acara itu. Himura, yang selama ini menjadi ahli dengan peralatan-peralatan merekamnya, telah menggunakan pengeras suara berbentuk pena yang sama itu dan menyampaikan percakapan mereka melalui ponsel. Kualitas suaranya memang tidak bisa diragukan lagi. Eijun turut menikmati minum-minum bersama mereka, di kantornya, bersama Martha Tristin dan Kazuya, si paralegal yang menenggak bir dan memonitor pengeras suara ponsel. Mereka semua menikmati minuman beralkohol masing-masing, berlangsung hampir dua jam, Hiro adan Himura di salon palsu di suatu tempat di luar Saitama, sedang Biro Hukum Eijun bekerja keras di kantor mereka di terminal tua itu. Namun selama dua jam itu, Hiro sudah minum begitu banyak dan mengatakan bahwa dia sudah jengah ditekan terus. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa afidavit yang ditandatanganinya pada detik terakhir akan mampu mementalkan kesaksiannya dalam persidangan. Pun dia tidak mau menyebut dirinya sebagai pembohong, meski dia hampir mengaku bahwa benar dia memang telah berbohong.
“Furuya Satoru semestinya jangan pernah mengaku,” ucapnya seolah-olah memberikan keterangan bahwa pengakuan palsu sudah cukup menjadi alasan bagi Furuya Satoru untuk dihukum mati.
Namun Himura akan terus-menerus membayang-bayangi Hiro selama beberapa hari tertentu kalau perlu. Dia masih sangat yakin bahwa akan ada sedikit harapan yang setiap jamnya semakin membesar.
Pukul 07.00 pagi, semua biro berkumpul di ruang pertemuan guna menghadiri rapat harian. Semua orang hadir, mata mereka semua memerah akibat kelelahan, tapi mereka masih tetap siap untuk bekerja secara maksimal. Dr. Megumi telah bekerja semalam suntuk dan telah berhasil menyudahi laporannya. Dia mengulas secara singkat sedang semua orang menikmati roti lapis dan minum kopi. Laporan itu panjangnya sekitar 45 halaman, lebih dari jumlah lembar laporan yang biasa dibaca di pengadilan, tapi mungkin cukup untuk menarik perhatian seseorang. Temuan-temuannya tidak mengherankan siapa pun, termasuk mereka yang bergabung dalam Biro Hukum Eijun.
Dia menggambarkan pemeriksaan yang telah dilakukannya terhadap Furuya Satoru. Dia sudah menganalisis riwayat medis dan kejiwaan pemuda itu sedang berada di penjara. Dia telah membaca lebih dari 200 surat yang ditulis Furuya Satoru selama delapan tahun mendekam di sel hukuman mati. Psychotic, delusi, dan menderita depresi, serta dia tidak mampu memahami hal-hal yang sedang menimpa dirinya. Dr. Megumi menambahkan dengan mengutuk hukuman pengucilan sebagai sarana untuk menghancurkan manusia, dan menyebutnya sebagai bentuk penyiksaan yang kejam.
Robert Eijun memerintahkan Riko untuk mengajukan sebuah petisi pengampunan berdasar laporan dari Dr. Megumi yang dilampirkan secara lengkap kepada rekan sesama pembela di Nagasaki. Sepanjang proses banding itu, selama delapan tahun berturut-turut biro hukum Eijun telah dibantu oleh Kelompok Pembela Pidana Kanto, biasanya disebut Kelompok Pembela, yayasan nirlaba yang mewakili sekitar 25 persen para tahanan yang dikurung di penjara hukuman mati. Kelompok Pembela itu tidak melakukan apa pun selain hanya mengajukan beberapa banding penting, dan mereka melakukannya dengan sangat rajin. Riko akan mengirimkan petisi itu kemudian melaporkannya secara elektronis, dan pada pukul sembilan pagi, Kelompok Pembela tersebut akan melayangkan berkas-berkas kerasnya kepada Mahkamah Banding Kriminalitas.
Dengan bayangan eksekusi di depan mata, dengan cepat mahkamah akan menanggapai setiap permohonan yang ada. Jika permohonan itu ditolak, yang mana sudah biasa terjadi, Eijun bersama Kelompok Pembela akan berlarian ke Pengadilan Federal dan berjuang hingga ke puncak, mereka semua berharap akan memperoleh mukjizat di suatu titik.
Dia membahas strategi-strategi ini dan memastikan semua orang tahu apa yang musti dilakukan. Kazuya akan mengurus keluarga Satoru besok. Dia harus memastikan agar mereka tiba di Miyazaki tepat pada waktunya untuk kunjungan terakhir. Eijun akan hadir di sana untuk mendampingi perjalanan terakhir kliennya dan menyaksikan eksekusi itu. Riko beserta rekan yang lain akan tinggal di kantor dan mengkoordinir berkas-berkas bersama Kelompok Pembela. Ibuki, si paralegal akan terus terhubung dengan kantor Gubernur dan Kejaksaan.
Permohonan penangguhan sudah diajukan kepada kntor Gubernur, dan penolakannya sedang ditunggu. Petisi Megumi sudah siap diajukan. Kecuali sampai Hiro Akada tiba-tiba berubah pikiran. Sedang pertemuan itu berlanjut terus, terlihat jelas bahwa hanya sedikit saja bahan sisa yang masih bisa mereka kerjakan. Suasana berubah menjadi senyap. Semangat membara itu mulai menipis. Semua orang mendadak lelah. Ketika menunggu sudah dimulai.
***
Saat Suzu Hirose terpilih untuk menduduki jabatannya pada tahun 1997, tema kampanyenya adalah tentang standar moralitas yang tinggi, mendahulukan hukum-hukum Tuhan, dengan menjebloskan para penjahat ke penjara untuk periode lebih lama, dan jelas saja penggunaan bilik kematian secara lebih efektif. Dia menang dengan tiga puluh suara. Dia mengalahkan seorang hakim bijaksana dan berpengalaman bernama Kojiro, dengan cara memilih beberapa kasus kriminal di mana Hakim Kojiro berani menunjukkan kewelas-asihannya terhadap si terdakwa. Suzu menyemarakkan kasus-kasus ini di mana-mana, sehingga Hakim Kojiro terlihat seperti pendukung p*******a.
Sesudah perselingkuhannya dengan Murasakibara Tetsu terbongkar, usai perceraiannya, dan sesudah dia mengundurkan diri dan meninggalkan Kanto dengan wajah tercoreng, para pemilih itu bertobat dan kembali pada Hakim Kojiro. Dia dipilih kembali tanpa oposisi. Kini dia menginjak usia 81 tahun dan kesehatannya semakin menurun. Kabar buruk yang pernah beredar mengatakan bahwa dia kemungkinan tidak akan mampu menyelesaikan sisa masa jabatannya.
Dahulu, Hakim Kojiro merupakan teman dekat ayah Eijun, yang meninggal pada tahun 2004. Karena persahabatan ini, dia menjadi salah seorang dari segelintir hakim di wilayah Kanto yang tekanan darahnya tidak mencuat setiap kali Robert Eijun memasuki ruang sidang. Kojiro dapat dibilang satu-satunya hakim yang dipercayai Robert Eijun. Berdasarkan undangan Hakim Kojiro, Eijun sepakat untuk bertemu di ruang kerja hakim itu pada jam sembilan pagi, tepatnya hari Rabu. Tujuan pertemuan itu tidak diulas melalui telepon.
“Kasus ini begitu mengusikku,” ucap Hakim Kojiro usai berbasa-basi sejenak. Mereka sendirian di ruangan tua yang hampir tidak mengalami perubahan apa pun selama empat puluh tahun. Eijun sudah pernah berkunjung ke sana. Ruang sidang terletak di sebelah dan kosong.
“Sudah sepatutnya.” Terdapat dua botol air yang belum dibuka di hadapan mereka di meja tulis. Seperti biasa, hakim itu mengenakan setelan berwarna gelap dan dasi merah. Dia kebetulan sedang bugar, matanya bersinar galak dan tajam, khas seorang hakim. Tanpa senyuman.
“Aku sudah membaca laporan-laporan itu, Eijun,” katanya. Aku memulainya minggu silam dan aku membaca semuanya, dan sebagian besar berkas-berkas banding itu juga. Berdasar pengalamanku di meja hijau, aku tidak bisa percaya. Hakim Suzu mengizinkan pengakuan itu sebagai bahan bukti. Pengakuan itu dipaksakan dan jelas-jelas melanggar substansi konstitusi.”
“Begitulah faktanya, Hakim. Bukannya aku membela Abe, namun dia hanya mempunyai sedikit pilihan. Tidak ada bukti lain yang kredibel. Jika dia membuang pengakuan itu, maka Tetsu tak bisa ke mana pun. Tidak ada keputusan bersalah, tidak ada dakwaan, tidak ada tersangka, tidak ada mayat. Furuya Satoru akan bebas dari penjara, yang mana akan menjadi berita halaman pertama surat kabar. Seperti yang kalian ketahui, Hakim Suzu akan menghadapi para pemilihnya, dan hakim-hakim tidak terpilih kembali di Kanto jika mereka menjunjung hukum di atas politik.”
“Iya… Iya. Aku tahu.”
“Begitu Tetsu mengetahui pengakuan itu akan disampaikan pada dewan juri, dia mampu memasangkan beberapa bukti susulan lainnya. Dia mengentak, mendesak, dan meyakinkan dewan juri bahwa Furuya Satoru merupakan si pembunuh. Dia menundingkan jarinya kepada pemuda itu, kemudian menangis saat menyebut-nyebut nama Bella Stefa. Dayanya harus diacungi jempol. Apa bunyi ungkapan tua itu, Hakim? Jika kau tak punya fakta-faktanya, berteriaklah dan Tetsu kerap kali berteriak. Dewan juri langsung terpikat dan langsung mempercayainya. Dia menang.”
“Kau bertarung dengan galak, Eijun.”
“Seharusnya aku bertarung lebih keras lagi.”
“Dan kau yakin Furuya Satoru tidak bersalah? Tidak ada keraguan dalam benakmu?”
“Kenapa kita membahas ini, Hakim? Tampaknya agak terlambat pada tahap ini.”
“Sebab aku akan menelepon Gubernur dan meminta penangguhan. Mungkin dia mau mendengarkan, aku tidak tahu. Aku bukan hakim persidangan itu. Aku, seperti kita ketahui, pensiun pada waktu itu. Tapi aku mempunya sepupu Hiroshima yang memberi uang sangat banyak pada Gubernur. Kemungkinannya memang sangat kecil, tapi apa ruginya? Apa salahnya menunda sesuatu selama tiga puluh hari lagi?”
“Tidak ada. Kau mempunyai keraguan tentang kesalahan Tetsu, Hakim?”
“Keraguan yang serius.”
“Aku tidak akan mengizinkan pengakuan itu. Aku akan melemparkan informan itu ke penjara karena telah berbohong. Aku akan mengeluarkan badut itu dengan anjing-anjing pelacaknya. Dan anak itu, siapa namanya…”
“Hiro Akada.”
“Benar, si pacar kulit putih itu. Kesaksiannya mungkin akan disampaikan pada dewan juri, namun isinya begitu tidak konsisten sehingga tidak ada bobotnya. Kau mengatakannya dengan sangat baik dalam salah satu berkasmu, Eijun. Keputusan bersalah ini didasarkan atas pengakuan palsu, seekor anjing bernama Megi, informan pendusta yang sesudahnya menarik kembali ucapannya, dan kekasih terkhianati yang ingin membalas dendam. Kita tidak bisa menjatuhkan hukuman kepada seseorang dengan sampah-sampah seperti ini. Hakim Suzu tidak objektif kurasa kita tahu kenapa. Murasakibara Tetsu dibutakan oleh pandangan sempitnya sendiri, juga rasa takutnya kalau-kalau dia salah. Ini sungguh kasus yang buruk, Eijun.”
“Terima kasih, Hakim. Aku sudah menanganinya selama sembilan tahun.”
“Juga berbahaya. Aku bertemu dengan dua pengacara kulit hitam kemarin, pengacara-pengacara bagus, kau mengenal mereka. Mereka semua marah dengan sistem, tapi juga takut dengan seluruh dampaknya. Menurut mereka, jika Furuya jadi dieksekusi akan timbul kericuhan.”
“Begitulah yang aku dengar.”
“Apa yang bisa dilakukan, Eijun? Apakah ada cara untuk menghentikan ini? Aku bukan pengacara hukuman mati, dan aku tidak tahu status permohonan-permohonan bandingmu sekarang.”
“Tangkinya sudah hampir kosong, Hakim. Kami mengajukan petisi ketidakwarasan saat ini.”
“Bagaimana kemungkinannya?”
“Kecil. Furuya Satoru tidak punya riwayat penyakit mental sebelum ini. Kami beralasan kalau delapan tahun dikucilkan di penjara hukuman mati sudah membuatnya kehilangan akal sehatnya. Seperti kau ketahui, setiap mahkamah banding biasanya mengerutkan dahi pada teori-teori yang dilemparkan menjelang detik-detik terakhir.”
“Apa pemuda itu gila?”
“Dia mempunyai beberapa masalah yang parah, namun aku rasa dia tahu apa yang terjadi.”
“Aku pengacara pembela tindakan pidana, Hakim. Tidak ada optimisme dalam DNA-ku.”
Hakim Abe akhirnya memutar tutup botol airnya yang terbuat dari plastik dan meneguknya sedikit. Matanya tidak pernah beralih dari Eijun. “Baiklah, aku akan menelepon Gubernur,” katanya, seolah-olah teleponnya mampu menyelamatkan hari itu. Ternyata tidak. Gubernur menerima sangat banyak telepon saat ini. Robert Eijun beserta timnya menyumbang banyak-banyak.
“Terima kasih, Hakim, namun jangan terlalu berharap. Gubernur yang satu ini tidak pernah menghentikan eksekusi. Sebenarnya, dia ingin mempercepat. Dia mengincar kursi senat, dan dia menghitung jumlah suara sebelum memilih apa yang akan dimakannya untuk sarapan. Dia bermuka dua, penggorok leher, pejabat kotor, pengecut, b*****h licik dengan masa depan yang cerah di dunia politik.”
“Jadi, kau tidak memberikan suaramu untuknya?”
“Tidak. Tetapi tolonglah teleponlah dia.”
“Akan kulakukan. Aku akan bertemu Murasakibara Tetsu setengah jam lagi untuk membahas hal ini. Aku tidak ingin membuatnya terkejut. Aku juga telah mengobrol dengan seseorang di surat kabar. Aku ingin diriku tercatat sebagai pihak oposisi sehubung dengan eksekusi ini.”
“Terima kasih, Hakim, tapi mengapa sekarang? Kita bisa mengobrol seperti ini setahun yang lalu, atau lima. Sangat terlambat kalau baru sekarang kau memutuskan untuk melibatkan diri.”
“Setahun yang lalu, hanya sedikit orang yang memikirkan Furuya Satoru. Tidak ada eksekusi yang membayang di depan mata. Ada kemungkinan dia akan menerima pengampunan di pengadilan federal, Mungkin pembalikan, persidangan baru. Aku tidak tahu, Eijun. Mungkin aku seharusnya lebih melibatkan diri, tetapi ini bukan kasusku. Aku sibuk dengan setiap masalah-masalahku sendiri.”
“Aku mengerti, Hakim.”
Mereka berjabat tangan dan mengucap selamat perpisahan. Eijun mengambil tangga belakang agar tidak perlu bertemu dengan pengacara atau pegawai pengadilan yang ingin mengobrol. Sedang bergegas menyusuri koridor kosong itu, dia bersusaha memikirkan seorang pejabat lain yang terpilih di Kanto. Sebuah nama muncul di benaknya, satu-satunya pejabat kulit hitam di Kanto.
Selama sembilan tahun, dia sudah bertarung dalam peperangan yang panjang dan sepi. Dan dia hampir kalah. Telepon dari seorang pendonor besar tidak akan pernah cukup untuk menghentikan eksekusi di Kanto. Mesin penggilas itu berjalan mulus dan efisien, selalu bergerak, dan tidak ada cara untuk menghentikannya.
Di depan halaman gedung pengadilan, para pekerja Pemerintah Kota sedang memasang podium sementara. Beberapa anggota polisi berkeliaran di sekitar, mengobrol dengan waswas, sambil memperhatikan bus gereja pertama yang menurunkan penumpang. Kira-kira selusin atau lebih orang-orang kulit hitam turun berjalan melintasi halaman, melewati patung-patung peringatan perang. Mereka menemukan tempat yang layak, membuka kursi-kursi lipat dan mulai menunggu. Demo, atau protes, atau apa pun namanya itu dijadwalkan pada tengah hari.
Eijun sudah diminta berorasi, tapi dia menolak. Dia tidak mampu memikirkan apa pun untuk dikatakan yang tidak akan menyulut kemarahan, dan dia tidak ingin dituduh memprovokasi orang banyak. Di sana pasti ada cukup banyak pembuat kerusuhan.
Menurut Kazuya, yang bertanggung jawab mengawasi situs internet, setiap komentar dan blog, lalu lintas memuncak drastis. Setiap protes direncanakan untuk digelar pada hari Kamis di Nagasaki dan di Kanto, juga di kampus-kampus setidak-tidaknya dua universitas kulit hitam di Kanto.
Agar mereka tahu rasa, pikir Eijun sembari melaju pergi dengan mobilnya.