Enam

2068 Kata
 Kanto, yang biasa dianggap wilayah di timur, populasi empat puluh juta jiwa, dulu penuh sorak-sorai, antusias yang luar biasa ketika seorang linebacker tak kenal takut menjelajahi lapangan futbol; ya, dialah Furuya Satoru, namun sekarang mereka dengan was-was menunggu eksekusinya. Furuya Satoru muncul pertama kali sejak kelahirannya di Ibaraki, salah satu prefektur di Jepang yang terletak di wilayah Kanto. Ibaraki memiliki populasi sekitar dua juta jiwa. Prefektur Ibaraki berbatasan dengan prefektur Fukushima di sebelah utara, prefektur Tochigi di barat laut, dan prefektur Saitama di barat daya, sedang prefektur Chiba di selatan. Dia merupakan anak ketiga dari pasangan Masaki dan Yuko Satoru. Anak keempat muncul ke dunia tiga tahun kemudian, tak lama usai keluarga itu pindah ke Tochigi, tempat Masaki Satoru mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor saluran pembuangan. Keluarga itu bergabung dengan Gereja Kurshima dan masih menjadi jemaat aktif di gereja tersebut. Furuya dibaptis di gereja tersebut ketika usia delapan tahun. Dia dididik di sekolah-sekolah negeri di Kanto, dan ketika menginjak usia dua belas tahun, dia sudah dikenal luas sebagai atlet. Dengan postur yang ideal dan kecepatan yang baik, Furuya termasuk salah satu pemain yang layak diperhitungkan eksistensinya di lapangan futbol. Ketika usianya menginjak empat belas tahun, saat itu dia masih sebagai murid baru, dirinya sudah mulai menjadi linebacker bagi regu sekolahnya di SMA Kanto. Dia juga layak disebut sebagai the lucky man, karena dia mendapatkan predikat best player di dalam regu saat masih duduk di kelas sepuluh dan sebelas, dan secara lisan dirinya menyetujui untuk berkontribusi bagi perwakilan Kanto dalam ajang pertandingan regional sebelum musibah cedera mata kakinya yang parah terpaksa menutup kariernya di kuartal pertama pertandingan pertama tahun terakhirnya di SMA.   Operasi yang dijalaninya cukup sukses, namun begitu dia sudah telanjur dianggap cacat. Dia yang berstatus sebagai pelajar yang mendapat beasiswa, karena kejadian itu beasiswanya ditarik kembali. Dia tidak menyelesaikan SMA-nya, akibat ditahan. Ayahnya, Masaki, meninggal karena sakit komplikasi yang dideritanya; jantung, ginjal, dan lambung pada tahun 2004, sementara Furuya berada di penjara dalam statusnya sebagai terpidana mati.    Ketika Furuya berusia lima belas tahun, dia ditahan dan didakwa telah melakukan p*********n. Dia diduga telah memukuli seorang remaja kulit hitam bersama dua temannya yang juga turut terlibat dalam p*********n itu di belakang gedung olahraga sekolah. Kasus tersebut ditangani pengadilan remaja. Alhasil, Furuya mengaku bersalah dan diberi hukuman percobaan. Tahun depannya, dia ditahan karena menyimpan g***a dalam jumlah kecil. Tapi pada saat itu, dia menjadi linebacker yang digandrungi di seluruh pelosok kota. Setiap dakwaan yang menjerat dirinya sebelumnya pada akhirnya dicabut.   Menginjak sembilan belas tahun ketika ditangkap pada tahun 2002 karena tuduhan penculikan, p*********n, dan pembunuhan seorang pemandu sorak SMA bernama Bella Stefa. Saat itu, Furuya dan Bella adalah murid kelas terakhir di SMA tersebut. Keduanya berteman dan tumbuh bersama di Kanto, meskipun Bella tinggal di daerah pemukiman di pinggiran kota, sementara Furuya bermukim di pusat kota yang juga dikerumuni oleh orang-orang kulit hitam golongan menengah. Sepertiga penduduk Kanto adalah orang-orang berkulit hitam. Meski sekolah-sekolah di sana sudah berintegrasi, namun gereja-gereja, organisasi, dan daerah pemukiman belum. Apalagi sistem kepercayaan di sana mayoritas adalah budha. Nasrani termasuk sistem teolog yang minor. Tapi peleburan kedua sistem kepercayaan itu masih cukup baik.   Bella Stefa dilahirkan di distrik Yamaguchi tahun 1983, putri pertama dan semata wayang dari Minami dan Hajime Stefa di mana keduanya telah bercerai sejak Bella berusia dua tahun. Minami menikah lagi kemudian Bella dibesarkan oleh ibu kandung dan ayah tirinya, Ryusei Yamazaki dan mempunyai dua anak lain. Di luar perceraian itu, masa kecil Bella sungguh biasa-biasa saja dan tipikal. Dia bersekolah di sekolah dasar dan menengah negeri dan pada tahun 1997 terdaftar sebagai salah satu murid di SMA Kanto. Kanto hanya memiliki satu sekolah berjenjang SMA yang mayoritas populasinya beragama Nasrani, selain sekolah-sekolah negeri yang general). Bella adalah murid dengan nilai rata-rata B, yang dianggap oleh sebagian gurunya kurang motivasi. Di sisi lain, masih ada beberapa pengajar di sekolah yang meyakini bahwa semestinya Bella bisa menjadi murid unggulan. Dia disukai, meski nilainya terlihat biasa saja, tapi dia cukup populer, didukung dengan moralnya yang sangat ramah, tanpa catatan perilaku buruk yang membuatnya mendekam beberapa jam mendengarkan guru konseling berceramah. Dia juga anggota aktif Gereja Baptis Pertama Kanto. Dia menyukai yoga, ski air, dan lagu-lagu nasional. Dia melamar di dua universitas: Universitas Tokyo dan Universitas Tohoku.   Setelah berpisah, ayah kandungnya, Hajime Stefa meninggalkan Kanto dan pindah ke Tokyo, di mana dirinya mampu mengumpulkan pundi-pundi kekayaannya melaui mall-mall kecil. Sebagai ayah kandung yang tak pernah hadir, Hajime memberikan kompensasi atas kehadirannya dalam bentuk hadiah pada putri kandungnya itu—Bella. Pada ulang tahun putrinya yang keenam belas, Bella mendapatkan sebuah BMW Roadster konvertibel berwarna merah, yang tidak diragukan lagi bahwa mobil itu menjadi barang terkeren di lapangan parkir SMA Kanto melebihi seluruh kapasitas bangunan gedung SMA-nya sendiri. Di sisi lain, hadiah-hadiah itu juga menjadi sumber kegaduhan di antara kedua orangtua yang bercerai itu. Si ayah tiri, Ryusei yang mempunyai toko pakan ternak dan lumayan sukses secara keuangan, tapi tetap tak mampu menandingi Hajime Stefa.   Kurang lebih setahun sebelum menghilang, Bella berkencan dengan teman sekolahnya—Hiro Okada—salah seorang murid laki-laki SMA Kanto yang juga cukup populer di kalangan anak-anak kelas sepuluh dan sebelas. Bella dan Hiro dijuluki pasangan paling populer di sekolah, keduanya bersama-sama nangkring di majalah tahunan sekolah. Hiro adalah salah satu dari ketiga kapten regu futbol. Setelah itu dia bermain sebentar saat kuliah. Kemudian dia menjadi saksi mata dalam persidangan Furuya Satoru.   Sejak Bella dinyatakan hilang dan selama persidangan mengenai kasusnya, desas-desus bermunculan terkait dirinya. Termasuk salah satunya adalah spekulasi hubungan antara Bella dan Furuya yang beredar. Tidak ada petunjuk jelas yang mampu meyakinkan publik tentang hal itu. Furuya hanya memberikan keterangan bahwa mereka berdua sekadar teman baik, hanya dua anak yang tumbuh besar di kota yang sama dan merupakan murid tahun terakhir SMA Kanto di antara lima ratus lima puluh lebih murid lainnya. Dia membantah semua tuduhan penuntut umum yang gencar menyerangnya dengan pernyataan bahwa dirinya pernah menjalin hubungan seksual dengan Bella. Teman-teman Bella juga meyakini hal itu. Bodoh apabila Furuya mengaku bahwa dirinya pernah terlibat hubungan intim dengan gadis yang menurut dakwaan, dibunuhnya. Beberapa teman Bella juga menyertakan keterangan tanpa bukti, bahwa keduanya baru akan menjalin hubungan asmara ketika Bella dinyatakan hilang. Banyak spekulasi dan konspirasi yang didramatisir terjadi. Hiro memberi kesaksian bahwa dia pernah melihat mobil van ford hijau yang bergerak perlahan dan mencurigakan melintasi halaman parkir. Tepat di dekat BMW Bella ditemukan ketika dirinya menghilang. Furuya Satoru ke mana-mana sering mengendarai mobil van seperti itu, milik orangtuanya. Kesaksian Hiro tersebut diserang habis-habisan di persidangan dan semestinya dikesampingkan. Keterangan lain juga menyebutkan bahwa Hiro sebenarnya juga mengetahui hubungan asmara antara Bella dan Furuya.  Dan sebagai kekasih yang disingkirkan, dia menjadi sangat kesal sehingga membantu pihak penyelidik merangkum cerita palsu untuk menjatuhkan Furuya Satoru. Ini konspirasi. Apa untungnya bagi polisi dan Jaksa Penuntut Umum?   Agar kasus itu cepat selesai.   ***   Sebuah suara dari seberang mengagetkan dirinya.   “Ivan, ini Dr. Shigeaki,” ujar Kiki lewat interkom.   Ivan menimpali, “Terima kasih,” dan dia berhenti sejenak untuk menenangkan pikiran. Lalu dia kembali mengangkat gagang teleponnya. Seperti budaya biasa, memulai percakapan dengan sedikit obrolan basa-basi, tapi sadar bahwa dokter itu adalah orang yang sibuk, dia bergegas pada poin masalah. “Sejujurnya begini, Dr. Shigeaki, aku membutuhkan bantuanmu, tapi bila menurutmu ini terlalu rumit dan kemungkinan tidak menarik perhatianmu untuk sedikit meluangkan waktu luangmu, bilang saja. Bahwa kami mendapat seorang tamu ketika kebaktian kemarin, seorang narapidana yang sedang dalam proses pembebasan. Dia sekarang tinggal di sebuah rumah singgah daerah Chiba, dan pikirannya benar-benar sedang rumit. Dia sempat ke sini tadi pagi, baru saja pulang sebetulnya, dan berdasarkan pengakuan dia tadi, kalau sekarang dia tengah mengidap penyakit yang cukup parah. Dia pernah diperiksa di Rumah Sakit Kanto.”   “Bantuan apa yang kau butuhkan, Ivan?” tanya Dr. Shigeaki.   “Kalau kau sedang tergesa-gesa, kita bisa sambung nanti.”   “Tidak, Ivan. Teruskan saja.”   “Baiklah. Nah, orang ini mengatakan dirinya telah didiagnosis mengidap toksoplasmosis. Katanya sih, parah, kemudian dia mengatakan segala hal dengan keputusasaan, seolah-olah dia tidak akan terselamatkan. Aku ingin tahu bahwa kau bisa memeriksa kebenaran hal ini. Di sini aku tidak sedang meminta informasi rahasia lho, kau mengerti, kan? Aku tahu dia bukan pasienmu, juga aku tidak berniat melanggar prosedur medis untuk hal ini. Bukan itu yang aku minta. Kau mengerti, kan?”   “Dari uraian panjangmu tadi, kau terlihat seperti meragukan sesuatu. Mengapa kau seperti meragukannya? Kenapa dia mengaku menderita toksoplasmosis kalau sebenarnya tidak?” Dr. Shiegaki bernada curiga.   “Dia penjahat kambuhan, Dokter. Sepanjang hidupnya banyak dihabiskan di dalam penjara, jadi kemungkinan dia tidak yakin di mana letak kebenaran. Dan aku tidak mengatakan bahwa aku meragukannya. Kejadian dua kali di kantorku dia mengerang karena sakit kepalanya kambuh, terlihat mengenaskan. Ironis dan iba sekali aku melihatnya. Aku hanya menegasikan apa yang sudah dikatakannya padaku. Hanya itu.”   Sunyi-senyap. Hanya terdengar gesekan-gesekan antara jari tangan dan kulit kepala. Seolah-olah dokter itu sedang memburu kecemasannya barangkali ada yang menguping pembicaraan mereka. “Aku belum bisa mencari tahu lebih detail, Ivan. Apa kau tahu dokter yang menanganinya?”   “Aku tidak tahu.”   “Kalau begitu, siapa nama orang itu?”   “Harry Kazuya.”   “Baiklah. Beri aku waktu sekitar dua jam.”   “Terima kasih, Dokter.” Napas Ivan kali ini terlihat begitu lega.   Ivan mematikan telepon kemudian kembali ke Kanto. Dia kembali melanjutkan ringkasan fakta itu:   Bella mulai menghilang pada Jumat malam, tertanggal 4 Desember 2002. Sebelum kejadian itu, dia bersama teman-teman perempuannya berjalan-jalan di satu-satunya mal di Kanto pada suatu malam. Setelah filmnya selesai, mereka berempat—termasuk Bella—makan piza di restoran mal tersebut. Saat memasuki restoran, para gadis itu berbincang sebentar dengan dua anak laki-laki, salah satu di antaranya adalah Hiro Akada. Setelah makan piza, mereka meluncur ke rumah salah satu gadis itu dan menonton acara televisi sampai larut malam. Sebelum meninggalkan restoran, Bella sempat permisi sebentar ke toilet. Setelah itu, ketiga temannya yang lain tidak pernah melihatnya lagi.   Sebelum meninggalkan mal, dia sempat menelepon ibunya dan berjanji seperti biasa untuk tidak pulang sebelum tengah malam, di mana itu menjadi batas pulangnya seperti biasa. Lalu dia menghilang. Berselang satu jam, teman-temannya menjadi prihatin dan mulai menghubunginya setelah sempat wara-wiri ke toilet dan menjelajahi sudut mal termasuk ke restoran piza yang sempat mereka singgahi sebelumnya. Dua jam kemudian, BMW merahnya ditemukan di tempat dia meninggalkannya di lapangan parkir mal. Mobil itu terkunci. Tidak ada perlawanan sama sekali, tidak ada jejak yang mencurigakan, suasana senyap, bersih. Keluarga dan teman-temannya panik, kemudian pencarian pun dikerahkan.   Aparat penyelidik—Polisi—secara sigap mencurigai adanya konspirasi atau semacam permainan kotor dan mengorganisir pencarian besar-besaran untuk menemukan Bella. Ribuan relawan dan berhari-hari, berminggu-minggu sesudahnya, seluruh populasi kota dan kabupaten digeledah habis-habisan. Tidak ditemukan apa pun. Nihil. Kamera-kamera yang dipasang di setiap sudut mal terlalu jauh letaknya, gambarnya tidak jelas, dan tidak bisa membantu apa-apa. Tidak seorang pun yang memberi kesaksian telah melihat Bella meninggalkan mal dan berjalan menuju mobilnya. Hajime Stefa menawarkan imbalan besar untuk informasi, dan ketika jumlah itu ternyata tidak efektif, dia menaikkan tarifnya.   Petunjuk pertama tentang kasus tersebut muncul pada tanggal 16 Desember, dua belas hari usai Bella dinyatakan hilang. Dua kakak-beradik sedang memancing di sebuah gasung di Sungai Merah, yang dikenal sebagai Hateruma, ketika salah seorang dari mereka menginjak dan menemukan kantong plastik. Ternyata di dalamnya berisi kartu keanggotaan sasana olahraga Bella. Mereka menggali lumpur dan pasir dan menemukan kartu lain—kartu pelajar Bella yang dicetak oleh SMA Kanto. Salah seorang kakak-beradik itu mengenali namanya karena berita yang gencar beredar, dia lantas segera mendatangi kantor polisi di Kanto. Hateruma berjarak sekitar enam puluh kilometer di sebelah utara perbatasan kota. Para penyelidik dari kepolisian, yang dipimpin oleh Detektif Yuval Bonjamin membuat keputusan untuk merahasiakan penemuan kartu keanggotaan sasana olahraga dan kartu pelajar Bella. Menurut mereka, strategi yang lebih tepat adalah dengan menemukan mayat korban terlebih dahulu. Mereka melakukan pencarian yang melelahkan, namun sia-sia. Belum ada yang ditemukan. Pihak berwenang diminta tetap bersiaga. Sementara penyelidikan berlangsung, Detektif Bonjamin menerima sebuah petunjuk baru yang tanpa melibatkan nama Furuya Satoru. Dia tidak membuang-buang waktu. Berselang dua hari, dia bersama rekan detektifnya, Yoshio Edogawa, menghampiri Furuya saat meninggalkan sebuah klub olahraga. Beberapa jam kemudian, tiga detektif lain menghampiri pemuda bernama Tatsuya Kimura, yang merupakan teman dekat Furuya. Tatsuya pergi ke kantor polisi dengan sejumlah pertanyaan dari pihak penyelidik. Dia tidak tahu-menahu tentang kasus hilangnya Bella Stefa, dan tidak merasa prihatin sedikit pun, meski sejujurnya dia merasa gugup ketika dipaksa datang ke kantor polisi. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN