Rasa sakit dan rasa nikmat bercampur jadi satu.
Jovita terkulai lemas lagi, ia terduduk di lantai memulihkan tenaganya.
Leon menatapnya dengan tatapan puas.
“Lain kali harus seperti ini, jangan seperti patung,” hardik Leon ia berdiri di pancuran air yang mengguyur tubuhnya.
Ia meninggalkan Jovita yang masih duduk meringkuk di lantai kamar mandi, air matanya tumpah memukul-mukul tubuhnya, ia merasa jijik pada tubuh yang selama ini ia banggakan. Tubuh yang ia jaga sepenuh hati, bahkan ia menyesal dulu ia tidak memberikan pada Ben Tunangannya.
Ia selalu menolak ajakan Ben melakukan hubungan badan sebelum menikah, ia selalu menolaknya, karena ia ingin memberikan seutuhnya pada tunangannya.
Tapi saat ini, ia merasa kotor dan hina karena sudah di nodai seorang lelaki jahat. Ia menggosok-gosok tubuhnya dan sesekali ia mencakar tubuh sendiri dengan tangisan.
“Aku benci diriku, aku sangat menjijikkan, aku hina,” ia terus memukul-mukul tubuhnya .
Leon menyandarkan tubuhnya di pintu kamar mandi dan tangannya melipat di d**a, ia melihat Jovita memukuli dirinya sendiri.
Setelah sekian lama berdiri di sana, puas melihat Jovita menyakiti dirinya.
“Kalau kamu sudah puas memukuli dirimu, kamu boleh keluar dari sana,” katanya melempar handuk padanya.
“Dasar manusia iblis,” kata Jovita menatap Leon dengan mata melotot.
Leon hanya menatap sekilas dan membelakangi jovita lagi, menghiraukannya , ia menatap ke pantulan kaca di kamar mandi, melihat kedua sisi pipinya di pantulan kaca dan jambang-jambang halus mulai sedikit tumbuh.
Jovita hanya menatap dari belakang, ia menghayal memukul tubuh lelaki dari belakang hingga ia pingsan. Bahkan ia merasa senang, saat membayangkan lelaki itu jatuh dan ia bisa bebas.
“Apa menghayal nya sudah selesai, apa kamu masih kurang lama untuk pamer tubuhmu,” kata Leon menatapnya dengan santai.
Jovita mengerang seperti anjing betina, ia sangat kesal melihat lelaki itu, baru saja ia berdiri dan meraih handuk yang di berikan lelaki itu,
“Auuu sakit,” ia merasa perih bahkan sangat perih di bagian intinya. Tapi ia menahannya ia tidak ingin lelaki itu melihatnya merintih lagi.
Tiba-tiba tangan kekar lelaki itu menyeret lengannya membawa dari kamar mandi.
“Itu baju untuk kamu pakai, pakai apa yang ada, dari pada tubuhmu terpampang lagi ,” kata Leon.
Melemparkan baju kaos lelaki, tapi kali ini bahkan lebih pendek dari kemeja yang di berikan tadi pagi. Satu celana dalam milik lelaki lagi tanpa pengaman bagian d**a.
Jovita menatapnya tanda protes.
“Kenapa? kamu mau protes, kalau kamu tidak suka, ada dua pilihan, kamu boleh memakainya atau kamu melepaskannya,” .
“Kita dimana? Boleh aku tau aku di mana?” Tanya Jovita
“Apa itu penting, kamu di mana?”
“Iya, itu penting bagiku?”
“Kamu di tengah Hutan,”
“Hutan?”
“Iya , di hutan pedalaman Kalimantan.”
“Haaaa, kok bisa, aku di Jakarta, kenapa bisa tiba-tiba di Kalimantan?”
Leon diam membiarkan Jovita menyesuaikan pikiran bingungnya.
Jovita melihat Leon sibuk dengan laptopnya, Jovita berjalan ingin melihat rumah yang di tinggalin lelaki misterius itu, ia menyelinap keluar dan menuju dapur, matanya mengawasi sekeliling, Tapi suasana di rumah itu menyeramkan seperti penuh mistis.
Ia membuka kulkas memakan apa yang bisa di makan, ia merasa kelaparan lagi setelah di gilir lelaki bertato itu.
Matanya mengawasi seisi kulkas besar itu,
“Wah… ini banyak makanan, kenapa ia membiarkan wanita sepertiku mau mati kelaparan ,” kata Jovita “Dasar lelaki kejam,”
Ia mengisi mulutnya dengan makanan yang di ambil dari kulkas, ia memakannya dengan buru-buru sebelum lelaki galak itu datang dan menyeretnya.
Ia melihat ada minuman bersoda dalam kulkas, ia membuka penutupnya dan meminumnya dalam beberapa tegukan.
Ia tidak sadar Leon sudah melihat dari pintu di dapur, berdiri seperti gaya biasa, saat ia membalikkan tubuhnya, lelaki itu menatapnya dengan tatap datar,
“Astaga aku kaget,” ucap Jovita melihat Leon menatapnya dengan dingin.
“Apa kamu tidak tau, masuk ke dapur orang lain memakan milik orang lain di sebut pencuri,' ucapnya dengan tatapan datar, menatap Jovita dari atas sampai ke bawah lagi, baju kaos itu hanya menutup panggul saja.
Seakan ia sengaja memilih baju pendek seperti itu agar bisa melihat tubuh Jovita.
Ia tidak nyaman bahkan benci dengan tatapan itu, ia menarik-narik bajunya menutup bagian pangkal pahanya.
“Aku lapar, apa aku harus mati kelaparan, padahal di dapurmu banyak makanan," sahut gadis bermata melow itu dengan suara bergetar.
“Itu bukan urusan saya," sahutnya ketus, ia juga membuka kulkas mencari minuman
Tapi ada satu benda di pojok ruangan yang menarik perhatian Jovita, sebab mata patung itu seakan-akan ada lampu senter.
“Apa itu ?" Gadis cantik itu penasaran lalu mendekat, alangkah terkejutnya Jovita setelah ia mendekat ternyata sebuah patung kayu berbentuk aneh dan jelek,
Ia terjatuh saking terkejutnya dan mundur mengesot dengan wajah ketakutan.
“Apa yang kamu lakukan?” bentak Leon menarik baju Jovita dengan kasar dan menyeretnya.
"L-leepaskan apa yang kamu lakukan, aku tidak sengaja , aku hanya melihat matanya bercahaya dan penasaran,” pekik Jovita dengan suara terbata-bata.
Leon mendorongnya kekamar itu kembali, tapi ia merasa sedikit legah, ia sempat berpikir kalau ia akan di dorong ke gorong-gorong itu lagi.
“Kamu berani lancang memegang barang-barang pribadiku, kamu lancang!" teriak dengan kemarahan mencabut pisau bergambar Naga itu, mengarahkan tepat di dadanya Jovita.
“Ma-maaf aku tidak sengaja , tidak akan terulang lagi,” sahut Jovita dengan suara bergetar.
“Dengar aku tidak suka barang-barang pribadiku di sentuh orang lain, kamu paham!"
“Iya, aku mengerti,” jawab Jovita
Leon sangat marah saat jovita kaget dan terkejut di depan patung kayu di pojokan rumahnya,Patung yang di yakini patung kramat bagi suku pedalaman di Kalimantan.
Patung Dayak maanyan. patung dari ukiran kayu yang di yakini punya roh leluhur bersemayam di dalam patungnya.
Hal itu juga yang di lakukan Leon wardana. Ia meletakkan patung maanyaan di pojokan rumahnya yang ia yakini patung penjaganya.
Jovita sudah sering mendengar kisah-kisah mistis dari salah satu suku pedalaman itu dari Ayahnya, tapi ia belum pernah melihat secara langsung, bagaimana bentuknya dan wajahnya.
Tapi secara tidak sengaja Jovita melihat patung kayu yang berwajah jelek itu. Jovita terkejut dan terjatuh. Tapi hal itu itu tidak boleh di lakukan. Suku pedalaman yang masih menganggap patung kayu itu sebagai tempat roh leluhur mereka.
“Aku akan melakukan ritual pengampunan, karena ulah mu,” rutuk Leon dengan kesal, ia harus mempersembahkan dupah menyembelih hewan dan di persembahkan pada roh keluarga nya itu berupa patung berukiran.
Siapa Lelaki bertato ini? Apa ia orang suku pedalaman asli? Tanya Jovita, ia menatap dengan dalam wajah datar dan dingin itu.
Bersambung
Hai,kakak semua mohon dukungannya iya buat ceritaku. Bantu vote, share, subscribe dan kasih bintang terimakasih