Dipaksa Berteriak

989 Kata
Dipaksa Berteriak Jovita masih tetap dalam diamnya, membiarkan seluruh rasa sakit itu menjalari seluruh tubuhnya, bahkan persendiannya terasa ngilu. Ia merasa sangat tersiksa dengan apa yang dilakukan Leon. Menahan rasa sesakit itu membuat ia lemah .... Jika ia disuruh memilih, lebih baik ditembak mati dari pada merasakan sakit yang luar biasa dari tubuhnya, ia tidak mau jadi mainan dari lelaki berwajah tampan, tetapi wajah tampan itu tidak sesuai dengan perlakuannya. Ia kejam dan tidak punya hati. 'Mungkin hati lelaki berwajah dingin ini, sudah dimakan anjing' Hara membatin. “Kamu tidak mau berteriak untuk memohon? Aku ingin kamu berteriak dan memohon padaku,” kata lelaki itu seolah belum puas menghukum dan menikmati tubuhnya. Jovita masih diam menutup matanya, Ketika ia tidak menuruti kemauannya, Leon menjadi sangat murka lagi. "Kami gadis pembangkang..! Baiklah aku harus memberimu hukuman yang tidak akan bisa kamu lupakan,” bisiknya di kuping Jovita, terdengar seperti ular mendesis, membuat tubuhnya bergelidik semakin gemetar. ‘Tolong selamatkan aku Tuhan, tolong bantu aku’ujar Jovita dalam hati, ia memohon dan berdoa dalam hatinya. Tetapi sepertinya Tuhan sedang sibuk, sehingga tidak mendengar doa permohonan seorang Jovita Hara. Seorang gadis cantik yang tidak tahu menahu hubungan sang ayah dengan lelaki itu, ia tidak tahu untuk apa ia dihukum. Dengan kasar ia melumat bibir Jovita lagi, melakukannya lagi dan lagi. Seolah-olah wanita cantik itu, sebuah mainan yang bisa ia permainkan sesuka hatinya. Kini tangan kekar itu kembali mencekram kuat bagian lembut di dadanya. Jovita merasa kehilangan segalanya; Kehilangan kesucian, kehilangan keluarga bahkan kehilangan harga diri. Ia merasa, dirinya saat ini hanya seonggokkan tubuh yang bernyawa. Jovita masih dalam pendiriannya, membatu seperti mayat, bersikap pasrah menjadi satu-satunya pilihan untuknya, tidak ada gunanya ia berteriak memohon untuk melepaskan diri. Toh juga harta yang paling berharga dalam hidupnya sudah di renggut paksa oleh pria yang dipanggil Jovita sebagai iblis. ‘Untuk apa aku memohon? Aku sudah kehilangan kehormatanku, aku sudah kehilangan mahkotaku, bahkan aku sudah kehilangan seluruh anggota keluargaku. Justru aku menginginkan kematianku saat ini’ ujar Jovita dalam hati, membiarkan rasa sakit itu menyatu dalam tubuhnya. ‘Apa salahku, siapa kamu? dosa besar apa yang telah aku perbuat, hingga aku mendapatkan perlakuan mengerikan ini?’ Ia bertanya pilu dalam hati, Hingga ia merasa pandangan matanya gelap, dan tubuhnya tidak lagi merespon tindakan lelaki kasar itu. Leon diam dengan d**a naik turun menahan amarahnya, karena apapun yang ia lakukan, tetap saja Jovita bertahan bagai mayat hidup, membiarkan dirinya melakukan sendiri. Bagi seorang Leon, itu ia anggap sebagai penghinaan. Ia berhenti dengan napas terengah-engah dan seluruh keringat membasahi tubuhnya. Tubuh yang dipenuhi tonjolan otot-otot keras seperti tiang beton, d**a bidang itu dihiasi sebuah tato seekor Naga, garis rahangnya keras tatapan matanya tegas dan mengintimidasi. Membuat terlihat semakin sangar, luka memanjang di bagian perut, membuktikan kalau pria itu sudah mengalami kerasnya hidup, dan ketidakadilan yang mengubah dunianya menjadi keras, dan mengubahnya menjadi manusia tidak punya hati. “Ada apa .... Apa kamu sudah mati? Ha ...? Kenapa kamu hanya diam saja, aku menyuruhmu untuk berteriak! Kamu belum aku perbolehkan mati secepat itu.” Suaranya menggema dalam kamar yang bernuansa serba putih itu. Dalam keadaan tubuh lemas tidak berdaya, Jovita samar-samar merasakan tangan lelaki itu kembali menggenggam kuat tangannya, dengan sangat kuat merasakan tangan seakan-akan ingin remuk , ia merasakan aliran darah ke tangannya berhenti, dan pergelangan tangan itu seolah mati rasa, karena digenggam dengan kuat oleh Leon. Ia tidak melakukan perlawanan, bahkan bergerak pun tidak berani, tidak ada tenaga lagi untuk melawan, jangankan melawan bergerak pun ia sudah tidak punya tenaga. Sepertinya Leon tidak akan mau berhenti sebelum ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia terus saja membuat kecupan-kecupan di segala tempat di tubuh Jovita, mulai dari leher jenjangnya hingga di atas perut rampingnya. Ia berpikir apa yang ia lakukan, akan bisa membangunkan Jovita. Untuk saat itu, ia masih bisa menahan tubuhnya, apa yang dilakukan Leon tidak membuatnya terbawa hasrat dan mengikuti kemauan Leon. Rasa marah, benci, jijik, bahkan ingin membunuh Leon hal itu bisa membuatnya menahan diri. Dalam hati ia memohon pada Penguasa Semesta, agar ia diberi kekuatan, untuk bisa suatu saat membalas lelaki kejam tersebut. Ia terbangun dan meringsuk mundur, menarik ujung selimut untuk menutupi tubuhnya, kelopak-kelopak berwarna merah memenuhi seprai itu. “Akhirnya kamu bangun” tidak ada seorangpun yang bisa mengabaikanku gadis manis,” ujarnya dengan senyuman menyeringai terlihat seperti meledek. Matanya melihat hasil karyanya di tubuh Jovita, tanda merah itu hampir mengisih seluruh leher dan d**a. Jovita memilih menatap kearah lain, menyembunyikan ketakutan yang ia rasakan. Ia tidak ingin berteriak atau berlutut seperti yang diinginkan lelaki itu padanya. Naga seolah-olah belum puas memberinya hukuman, atas ketidak patuhannya pada perintahnya. ia mendekatinya dan menyeret kedua kakinya hingga tubuhnya meringsuk lagi, kedua kaki di tarik disisi ranjang. Jovita sudah hampir kehabisan tenaga, dengan sedikit sisa tenaga dan kemarahan, ia menendang perut lelaki itu, mendapat tendangan seperti itu, ia tidak merasakannya. Jovita bagai menendang tiang beton, jangankan merasakan sakit, bergerak sedikitpun tubuh itu tidak. Leon Wardana atau Naga Lelaki misterius yang memiliki banyak Profesi, salah satunya seorang pembunuh bayaran. Bahkan dalam motto pekerjaannya pantang pulang sebelum nyawanya menghilang. Ia punya keinginan gila dengan aksinya, ia tidak akan pulang sebelum menyelesaikan target buruanya mati, bahkan ia sangat suka melihat targetnya kesakitan dan tersiksa sebelum mendapatkan ajal. Pekerjaan itu sudah lama ia geluti, ini bukan tentang jumlah nominal yang ia terima, ini karena sebuah kepuasan hatinya atas ketidak adilan hidup, yang ia terima semasa ia masih muda, ia ingin menghabisi orang-orang yang sudah ia incar, termasuk wanita yang saat ini berbaring di ranjangnya. Saat ia duduk di sisi ranjang, dimana jovita juga belum sadarkan diri, setelah di rudal paksa olehnya, tetapi ia tidak merasa menyesal ataupun kasihan pada perempuan itu, justru ia menatap dengan sinis. Baginya merampas sesuatu yang paling berharga dari wanita itu bagian dari misinya, ia sudah lama menantikan hal ini. Ia ingin Iwan Santoso dan putrinya merasakan apa yang ia rasakan. Sakit hati berakar menjalar di dalam hati. Hingga menumbuhkan dendam yang menutupi hati seorang Leon. Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN