24. Malam Panjang

1171 Kata
Banyak pemikiran berkecamuk dalam benak Elin, saat tersadar tatapan semua orang telah mengarah padanya. Elin sampai menegang karena gugup, bingung, cemas dan takut. Iki yang membantunya, mengumpulkan lagi segenap kesadaran yang tersisa. Saat itu Elin menjadi amat sensitif pada apa pun, karenanya ia bisa merasakan ketulusan Iki. Ia juga sadar untuk pertama kalinya Iki memanggil Elin dengan nama langsung. Karena selama ini mereka bertengkar hanya sibuk adu mulut tapi tidak saling memanggil nama satu sama lain. “Jika kamu tidak keberatan, aku akan sedikit merapat dan menyentuhmu.” Bisik Iki di telinga, Elin hanya bisa mengangguk menyetujui, masih mencoba menalar semua yang terjadi. Lalu mereka berdua berjalan beriringan seirama menuju ke sisi orang tua mereka telah menunggu. Sangat sulit bagi Elin memaksa diri bergerak seirama, kakinya terasa kehilangan kekuatan hampir jatuh bila Iki tidak menangkapnya. Mungkin karena alasan itulah Iki bilang akan sedikit merapat dan menyentuh Elin ketika diperlukan. Saat mereka memberi salam di depan para hadirin yang datang, tepuk tangan meriah mereka terima sebagai balasan. Athur mengambil alih mic bicara menggantikan MC, karena pastilah harus tuan rumah yang menyampaikan pengumuman. “Selamat malam semua, terima kasih atas kehadiran kalian pada malam ini.” Athur membuka dengan kata sambutan, suasana pesta dan hadirin hening. “Untuk relasiku, sahabat, juga keluarga besar SOPA yang selalu kuhormati, kucintai. Malam ini kami mengundang kalian di hari bahagia, untuk merayakan pesta pertunangan putraku, Ikizhi dengan putri sahabat baikku, Evelin. Dengan harapan kalian turut berbahagia bersama kami dan memberikan doa restu pada putra-putri kami yang dipersatukan malam ini.” Athur menatap pasangan muda itu. “Iki, Evelin... Papa, Mama dan Ibu berharap dan mendoakan kebahagian kalian selalu.” Athur mengakhiri pesannya dengan sedikit tetes air mata, begitu juga dengan Belinda yang coba ditenangkan oleh Jeanne. Iki melirik Elin, mencoba membaca raut mukanya. Namun Elin sepenuh perhatian melihat sosok Ibunya sepanjang waktu, seolah hanya ada Ibu yang berada di sana. Sampai saat ini Elin masih tidak mengerti semua tindakan Ibu, mengapa ia memutuskan pertunangan tanpa berdiskusi dengan Elin, mengapa ia juga tidak memberitahu putrinya sampai saat-saat terakhir. Dua keluarga yang baru dipersatukan itu dipersilahkan untuk kembali oleh MC. Para tamu undangan dipersilahkan kembali melanjutkan santapan dan hidangan sambil menikmati suasana pesta. Iki masih membantu Elin berjalan dengan satu tangan menggenggam tangan Elin dan satu tangan lagi merangkul bahu gadis itu. Iki sengaja mengubah posisi tangannya di bahu menjadi turun ke pinggul Elin yang langsung mendapat reaksi penolakan tegas. Elin menjauhkan diri dari Iki dan melepas genggaman tangannya secara kasar. “Sudah bangun rupanya.” Goda Iki, berpikir Elin masih melamun panjang meratapi keadaan yang sudah menjadi bubur. Perbuatan Iki tadi sengaja memang untuk memancing perhatian Elin. “Selanjutnya apa?” Tanya Elin. Dia dan Iki sudah kembali duduk di tempat mereka. “Tidak ada. Apa kamu mengharapkan kita bertukar cincin?” Meski Iki yakin bukan itu jawaban yang Elin harapkan dengar darinya. “Aku serius bertanya karena tidak tahu apa pun tentang pesta.” Acara pertunangan, Elin sama sekali tidak mengerti apa saja yang perlu dilakukan. Susunan acara pesta biasa saja ia juga tidak tahu. “Aku tahu, aku hanya mencoba membuatmu santai.” Tapi candaan Iki malah menambah buruk suasana hati Elin. “Mereka hanya akan makan-minum, bertukar kabar, berbagi informasi investasi saham, lalu para wanita akan bergosip hingga malam semakin larut dan kembali ke rumah masing-masing.” Iki menjelaskan gambaran acara malam itu secara garis besar. “Jadi bila aku pergi tidak akan ada yang mencariku benar? Atau aku tidak diperlukan untuk berkenalan dan ramah-sapa pada tamu. Tidak akan terjadi masalah bila aku tidak ada bukan?” Tanya Elin lebih jelas, karena ia tidak ingin melakukan kesalahan. “Yaa... Bila yang kamu maksud kita harus berkeliling menyapa setiap tamu yang hadir, aku rasa tidak. Intinya pesta ini tetap pesta untuk relasi bisnis Papa, tidak ada hubungannya dengan kita.” Iki juga belum tahu pasti apa yang Papa dan Mamanya rencanakan selanjutnya, mungkin untuk malam hari ini pengumuman di depan tamu undangan tadi sudah cukup. “Kalau begitu aku akan berada di luar, mencari udara segar. Aku butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri.” Elin pergi tanpa melihat wajah Iki. Dengan kata-kata ‘waktu untuk sendiri’ yang Elin sebutkan, Iki tidak bisa mengejarnya meski ingin. Iki masih mencemaskan keadaan Elin yang belum stabil. *** “Iki!” Seseorang memanggilnya dengan lantang. “Hai Wil, kau datang rupanya.” Sapa balik Iki dengan lesu. “Kenapa kau tidak pernah cerita hubunganmu dengan murid pindahan itu seserius ini?” Dengan semangat Wildan merangkul Iki. “Lalu apa yang kulihat di sekolah setiap kali kalian bertengkar saat bertemu itu, apa itu konsep kalian?” Tanya Wildan tak habis pikir. “Aah! Sudahlah Wil, panjang ceritanya bila kuceritakan. Dan kau mungkin tidak akan percaya.” Ucap Iki jengkel. “Kalau begitu ceritakan, apa? Ada apa? Hem?” Wildan malah semakin penasaran. “Nanti, mungkin lain kali. Saat ini pikiranku sudah penuh.” Satu sisi pikiran Iki masih belum bisa lepas dari mencemaskan keadaan Elin yang terlihat aneh. Wildan menepuk d**a bidang sahabatnya itu memberi dukungan, raut muka Iki tidak begitu baik. “Hei kawan, bukankah seharusnya ini hari bahagia? Ah! Aku juga belum mengucapkan selamat untukmu...” “Kau tidak bosan apa mengucapkan selamat pada setiap pertunanganku Wil?” Ketus Iki merasa konyol setiap kali mendapat ucapan selamat padahal pertunangannya selalu gagal. “Ya kau sendiri tidak bosan selalu bertunangan, sekarang berapa banyak sudah tunanganmu itu?” Wildan merasa lucu tentang Iki dengan situasi percintaan memang bukan gendre hidupnya. “Sudah hentikan! Katakan, siapa saja yang datang malam ini?” Kejadian malam ini pasti akan membawa perubahan besar pada kehidupannya di sekolah, itu yang Iki khawatirkan. Setidaknya ia harus tahu situasi terkini. “Hmm, coba kulihat...” Sejak Wildan sampai di pesta siapa saja yang sudah ia temui. “Aku rasa semua anak SOPA hadir Ki.” “Carol juga maksudmu?” Tanya Iki. “Iya, termasuk mantan tunanganmu Carol juga hadir.” Goda Wildan lagi tak kuasa untuk berhenti. Mungkin karena emosi Iki yang seperti anak kecil maka teman-teman senang menggodanya. “Kau benar melihatnya datang?” Iki bertanya sekali lagi. “Iyaaa. Aku melihatnya saat bersama Mahdi tadi, lalu Mahdi pergi entah ke mana meninggalkanku sendiri. Jadi aku mendatangimu.” Jelas Wildan. “Aargh sial!” Maki Iki dalam hati. “Aku jadi teringat, pesta pertunanganmu pertama kali saat bersama Carol bukan? Ketika itu kita masih kelas 5 SD.” Wildan mengenang masa kecil mereka. Iki memang sudah berulang kali dijodohkan oleh orang tuanya yang bergaya hidup eksentrik dalam pandangan Wildan. Tapi pertunangan Iki yang dibuat pesta besar-besaran seperti ini hanya saat dengan Carol dan sekarang dengan Elin. Sementara pertunangan yang lain baru sebatas keputusan orang tua, belum sampai dibuatkan pesta. “Untuk apa kau mengingat yang seperti itu?” Protes Iki. Berapa jumlah tunangan yang sudah ia miliki saja Iki belum tentu bisa mengingatnya. “Jadi Ki, ke mana tunanganmu itu pergi?” Tanya Wildan penasaran tidak bisa menemukan Elin di sana. Padahal ia amat penasaran bagaimana kedua tom and gary itu bisa berubah nasib seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN