Gugatan Cerai Fitri

1033 Kata
Aku tahu tak baik tinggal bersama - sama dalam satu atap apalagi bukan muhrim. Takut terjadi sesuatu apalagi kami adalah orang dewasa yang mempunyai hasrat, tak di pungkiri dengan mas Pramudia pun sering sekali menahan hasratnya terhadapku. Mas Pramudia dengan terang - terangan mencintaiku, namun aku masih ragu karena luka hati yang ditorehkan mas Danu kepadaku terlalu dalam, walau tidak dipungkiri aku pun kini merasa nyaman dengan mas Pramudia. Namun cukupkah ku terima cinta mas Pramudia hanya dengan kata nyaman?, aku merasa belum pantas untuk dirinya yang terlalu baik, aku takut hanya akan menyusahkan diri nya saja, aku takut kalau aku menerimanya bukan karena cinta tapi hanya karena kenyamanan yang ia berikan. Sudah hampir satu tahun aku hidup bersama dengan mas Pramudia, kesetiaan mas Pramudia terhadapku untuk menerima cintanya membuatku merasa bersalah karena tak kunjung memberi keputusan. Akhirnya aku menyadari bahwa mas Pramudia adalah yang terbaik untukku. Tuhan maha adil telah mempertemukan ku dengan orang sebaik mas Pramudia. Dia memang benar aku harus membenahi hidupku dengan hal yang bermanfaat walau sebenarnya aku masih ingin balas dendam. Sakit hati yang membuat luka terdalam membuatku sulit sekali melupakan kejadian satu tahun silam, dimana mas Danu yang dipengaruhi gundiknya dengan tega mengusirku dari rumah dalam keadaan sakit dan terpuruk, padahal rumah yang megah dan mewah itu adalah rumah yang sama - sama kami bangun dengan peluh dan lelah, kami sama - sama bekerja waktu itu, tapi.. ya sudahlah mungkin semuanya adalah takdir tuhan karena ada suatu yang lebih indah menghampiriku. Dari awal menikah bagiku ekonomi bukanlah penghalang bagi rumah tangga.., namun jika perselingkuhan yang terjadi, maaf aku tak bisa tuk membuka hati lagi. Beruntung aku di pertemukan dengan mas Pramudia, hatiku yang membeku perlahan mencair. Yang harus ku lakukan sekarang adalah menggugat cerai mas Danu, walau kenyataannya mungkin menurut agama sudah jatuh talaq, karena sudah satu tahun aku berpisah dan di dibuang otomatis aku tidak dinafkahi lahir maupun bathin, semoga saja semuanya di permudah. Lagi dan lagi hanya mas Pramudia yang membantuku mengurus gugatan cerai dengan mas Danu. Lewat tangan pengacara handal yang mas Pramudia bayar yang entah berapa mungkin aku sendiri belum tentu bisa membayarnya. Aku sangat beruntung karena mas Danu tak peduli dengan gugatan yang ku layangkan ke pengadilan buktinya ia tak pernah datang ketika panggilan sidang kami di gelar yang jelas mempermudah semuanya. "Mas..Pram" "Ya, kenapa dik" "Makasih" "Untuk..?" "Semuanya, aku nggak tahu bila tidak ada kamu mas, maaf aku nggak bisa membalasnya, semoga tuhan membalas semua kebaikan mas" Tak terasa air mata haru memaksa keluar tanpa kompromi. Mas Pramudia mendekatiku dan memelukku erat, menyeka air mata yang tak kunjung berhenti keluar. "Sudah, jangan nangis.. kamu tahu, kata siapa kamu nggak bisa membalasnya... jelas sangat bisa" "Dengan.." "Dengan kamu, menjadi pendampingku untuk selamanya sampai maut memisahkan..gimana" "Maksud mas..?" "Marry me" "What..?" "Menikah dengan mas" Aku sangat kaget tatkala mas Pramudia mengajak ku untuk menikah dengannya. Entah perasaan apa yang kurasakan yang jelas hatiku menghangat, aku malah ingin mengeluarkan kristal bening yang meleleh di pipi. "Eh..sayang jangan nangis maafkan mas, kalau kamu nggak mau juga nggak apa - apa kok, mas akan setia menunggu sampai kamu mau" Aku pun berhambur memeluk mas Pramudia dengan erat suara ku seakan tercekat karena tangisan ku yang tidak tertahan. "Aku mau menikah dengan mas" "Kamu yakin..?" "Sangat yakin mas, karena..-" "Karena..?" "Aku sangat mencintaimu mas" "Apa.., ulangi lagi mas gak denger" "Nggak ada siaran ulang" "lah.., kok gitu?" "Biarin" Mas Pramudia terlihat bahagia mengecup bibirku berulang kali menangkupkan tangannya yang besar ke wajah mungilku, kami saling bertatapan rasa bahagia dan haru menjadi satu. "Makasih, sayang sesegera mungkin kita menikah setelah kamu resmi bercerai dan masa iddah mu habis, love you.." "Love you too" Akhirnya kini aku menyandang status janda, tinggal menunggu masa iddah. Kami berdua akan melangsungkan pernikahan di Bali dan hanya kerabat terdekat saja yang di undang. Pernikahan yang sangat sederhana namun sakral. Kami pun menyiapkan semuanya jauh - jauh hari karena terbentur kesibukan Pramudia. Tiga bulan kemudian "Sayang, sebentar lagi kita nikah jadi nggak sabar pingin..-" "Pingin ap..-" Belum sempat kujawab bibir seksi mas Pramudia sudah menempel di bibirku, aku mencoba menepis namun akhirnya akupun terhanyut dalam buaian mas Pramudia. Mas Pramudia tersadar, segera beringsut menyeka bibirku lembut. "Maafkan mas, sayang.. mas khilaf" Aku tak bisa berkata apa - apa hanya menganggukan kepala. Terlihat helaan nafas panjang menyiratkan rasa kecewa di wajahnya. Aku yang merasa tak enak dan kasihan memberanikan diri memeluk dan membelai rambutnya "Its, ok.. sayang, kamu nggak salah" "Kamu.... nggak marah?" "Nggak, sayang.." "Willy" "Yess of course" "Thanks.. honey" Akhirnya terlihat raut muka berseri kembali wajah mas Pramudia, kami pun bercerita penuh canda dan tawa, hal yang sangat jarang malah tidak pernah kami lakukan. Pagi menjelang sang surya menampakan sinarnya ku buka gorden di kamar mas Pramudia. "Aish, jam segini belum bangun juga" gumanku. Ku masih berdiri menatap indahnya pemandangan yang terlihat indah dan sejuk di pagi hari. Embun yang menetes seolah menegaskan betapa indah nya pagi ini. Terasa pelukan hangat yang melingkar. "Morning honey" "Morning, gimana tidurmu nyenyak?" "Yess" "Oh, ya.. ada berita bagus.. honey minggu depan kita nikah" "Terus" "Terus secepatnya kita bulan madu, mas udah kebelet banget, he he" "Ish.." desisku manja memalingkan muka karena muka ku sudah kayak kepiting rebus, membuat Pramudia heran dan bertanya padaku, mungkin takut perasaanku terpaksakan. "Kenapa sayang, apa kamu tidak bahagia..?" "I'm verry happy mas" "Mas juga sangat bahagia" Aku tahu tak ada yang bisa membahagiakan selain hidup bersama dengan orang yang paling kita cinta. Tangan kekar itu mulai nakal, deru nafasnya mulai memburu, aku tak bisa menolaknya dan aku pun menikmati sentuhannya. "Honey...emmh" Mas Pramudia menghentikan aktifitasnya, meremas rambutnya. "Maafkan mas honey.., belum waktunya, mas harap kamu nggak keberatan kalau pernikahan kita dipercepat" "Maksud mas..?" "Dua hari lagi kita nikah, kamu tahu, mas sangat tidak kuat menahan godaan, apalagi mas udah puasa lama sekali hampir 2 tahun, kamu nggak keberatan kan?" "Tapi... mas" "Please honey..., kamu nggak kasihan sama mas" "Maksud ku.. tapi kita belum persiapan loh" "Kamu tenang aja.., its oke.. biar mas yang urus semuanya dan hari ini juga kita fitting baju ok.." "Baiklah, aku menurut saja" "Thanks honey.. love you" "Love you too" Semoga saja kebahagian kami tidak hanya sampai disini tapi untuk selamanya. Samawa ya... buat Fitri dan Pramudia
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN