"Sialan, aku harus bisa lepas dari jeratan bandot tua ini," batin Dea.
Dua minggu sudah berlalu, kini Dea akan dibawa Bardo menuju ke rumah istri pertamanya. Saat mobil Bardo menuju ke kota B. Dea memiliki ide supaya dia bisa kabur. Dea lalu menendang-nendang kursi sopir yang ada di depannya.
Dug Dug Dug
"Hei, apa yang kamu lakukan?" tanya sang sopir.
"Hhmm, hhmm," Dea tidak bisa berbicara, karena mulutnya ditutup olek plester.
"Bos, sepertinya gadis itu ingin berbicara," kata sang sopir pada majikannya.
Bardo lalu membuka plester Dea. "Ada apa?" tanyanya.
"Om, tolong berhenti sebentar. Dea pengen buang air kecil Om. Cepetan, Dea sudah tidak tahan Om," rengek Dea.
"Berhenti di pom bensin depan," titah Bardo.
Begitu mobil berhenti, Bardo segera membukakan pintu untuk Dea. Gadis itu langsung berlari lalu masuk ke dalam toilet.
"Hah, akhirnya, aku bisa keluar juga," gumamnya.
Dea lalu menyembulkan kepalanya keluar. Dia ingin memastikan keadaan aman terlebih dahulu.
"Aku rasa ini waktu yang pas."
Untungnya, di belakang pom bensin ini, ada sebuah perkampungan kecil. Dan di sana ada sebuah pintu kecil yang menghubungkan di antara keduanya. Gadis itu kemudian berlari melewati pintu kecil itu.
Dea terus berlari karena takut anak buah Bardo menemukannya. Gadis itu melihat ada sebuah konter hape. Dia pun mencoba peruntungannya untuk meminta bantuan pada penjaga konter.
"Bang, saya minta tolong. Telponin Ibu saya dong. Saya habis diculik orang, dan sekarang saya baru saja melarikan diri. Nih lihat, bahkan tangan saya masih ada bekas ikatannya," iba Dea dengan menunjukkan bekas luka di pergelangan tangannya.
Penjaga konter itu pun iba dan akhirnya memberikan gawainya. "Nih."
Dea langsung menelepon sang Mama dan menyuruhnya untuk segera menyusulnya kemari.
"Bang, saya akan sembunyi di sini. Kalau ada 2 lelaki yang mencari saya, tolong, jangan katakan kalau saya ada di sini," pinta Dea dengan sedikit mengiba.
Penjaga konter itu pun mengangguk. Sia merasa kasihan melihat wajah Dea yang kucel dan beberapa lebam yang masih terlihat di wajahnya.
Sementara itu, di mobil. Bardo yang merasa Dea sudah terlalu lama tidak kembali sedikit curiga. "Coba kau susul dia di toilet," titah Bardo.
Lelaki bertubuh kekar itu pun turun dan masuk ke dalam toilet wanita. "Kosong, kemana dia?" gumamnya saat tak menemukan Dea di semua toilet.
Lelaki itu segera melapor pada sang atasan. "Bos, dia kabur," ujarnya.
"Sialan! Awas kamu Dea! Kamu tidak akan bisa lepas dariku. Cepat, kita cari dia," kata Bardo.
Mereka berdua pun berlari menyusuri pom bensin itu. Sang sopir curiga dengan pintu kecil yang ada di tengah itu. "Bos, sepertinya, dia lewat situ," ujarnya.
"Ayo, kita ke sana," kata Bardo.
Baru saja Dea menundukkan kepalanya, tak lama setelah itu, datang 2 orang lelaki. Yang satu berbadan kekar, dan satunya lagi berperut buncit.
"Mas, lihat wanita lari ke sini nggak?" tanyanya.
"Yang mana? Saya tidak lihat siapapun dari tadi," bohong lelaki itu.
"Dia pasti sudah lari ke sana Tuan," kata lelaki bertubuh kekar itu.
"Kurang ajar! Berani-beraninya dia kabur. Cepat kita cari dia. Harusnya, dia masih berada di sekitar sini," kesal Bardo
Tubuh Dea sudah gemetaran, dia takut kalau Bardo menemukannya. Hingga akhirnya, wanita itu pun pingsan dengan posisi bersujud.
Dea sudah membuka matanya. Dia bersyukur kala melihat sang Mama yang ada di sampingnya. "Ma," panggilnya.
"Sayang, syukurlah. Akhirnya kamu sadar juga. Mama sudah khawatir sayang," ujar Mama Rosa.
"Ma, tolong Dea. Bawa pergi Dea Ma, lelaki tua itu tidak akan melepaskan Dea," lirih Dea.
"Maksud kamu apa Nak? Mama tidak mengerti," kata Mama Rosa.
"Di malam aku menjual Aqeela, gadis itu kabur. Lelaki tua itu pun mencariku dan menyuruhku menggantikan Aqeela. Bahkan dia akan menjadikanku simpanannya Ma. Aku tidak mau Ma," tangis Dea pun pecah.
Mama Rosa mengepalkan tangannya. Anak tirinya itu sudah keterlaluan. Dia harus bertindak sebelum gadis itu semakin melunjak.
"Baik sayang, kamu tunggu disini. Mama akan usir dia dari rumah," ujar Mama Rosa.
"Tidak Ma, jangan tinggalin Dea. Lelaki itu akan kembali membawa Dea kalau dia tahu Dea sendirian di sini," rengeknya.
Mama Rosa kasihan melihat keadaan sang putri. Putrinya, pasti mengalami trauma akibat disiksa dan dilecehkan oleh lelaki tua itu.
"Baiklah, Mama akan menyuruh Karjo untuk mengusirnya," putus Mama Rosa.
Wanita cantik itu pun menyuruh security dan juga pembantu di rumahnya untuk mengemasi dan juga mengusir Aqeela.
"Bi, Bibi disuruh Nyonya memasukkan semua barang Non Qeela ke dalam koper," kata Karjo pada ART di rumah itu.
"Onok opo toh Jo?" tanya Bibi dengan logat jawanya.
"Aku tidak tahu Bi. Aku cuma disuruh menyampaikan pesan itu saja padamu. Sok, atuh," kata Karjo sang security.
Tak ingin dimarahi sang majikan, Bi Ijah akhirnya mengambil semua baju Aqeela kemudian memasukkannya ke dalam koper. Dia juga menaruh semua buku dan juga barang berharga Aqeela pada sebuah kardus.
"Sudah semua Jang," kata Bi Ijah.
Karjo kemudian membawanya lalu menaruhnya di pos satpam. Sebenarnya, dia tidak tega melakukan hal ini pada anak majikannya. Namun, dia tidak memiliki kuasa untuk memberontak.
Saat ini, Aqeela sedang berada di kampus. Dia tidak tahu apa yang dilakukan oleh Mama Rosa padanya. Seusai kuliah, gadis itu pun kembali ke rumahnya. Dia kaget saat pagar rumah dalam keadaan terkunci.
"Pak Karjo. Bi Ijah, bukain pintu," teriaknya.
Namun, tidak ada jawaban dari dalam.
"Kemana mereka? Kenapa aku tidak dibukakan pintu?" gumam Aqeela.
Gadis itu kemudian melihat koper dan juga sebuah kardus besar ada di samping pagar. Aqeela pun membuka isi kardus itu. Matanya membola saat melihat semua barang miliknya ada di dalam sana.
"Apa maksud semua ini? Apa Mama Rosa mengusirku?" batin Aqeela.
"Pak Karjooo, Bi Ijaaah," teriaknya.
Hingga hampir setengah jam berteriak, tak satupun dari kedua orang itu membukakan pintu untuknya.
"Kenapa Mama Rosa mengusirku? Rumah ini adalah rumahku juga, kalian tidak berhak melakukan hal ini padaku," gumam Aqeela.
Tak lama kemudian, datang Pak Rt dan juga beberapa warga ke rumah Aqeela.
"Nah, kebetulan, kamu ada disini. Kami ingin menyampaikan. Bahwa kami, terutama warga di komplek ini, keberatan kalau Aqeela tinggal di sini," kata Pak RT.
"Kenapa Pak? Bukankah saya tidak melakukan apa-apa?" tanya Aqeela dengan raut wajah bingung.
"Mohon maaf Aqeela, kami mendapat info, kalau Aqeela ini bekerja menjadi wanita panggilan," kata Pak RT itu.
"Apa apaan ini? Bapak salah paham. Saya ini masih kuliah. Dan saya tidak pernah melakukan hal seperti itu," Aqeela berusaha membela dirinya.
"Tapi, Mbak, kami mohon maaf. Bukti yang kami dapatkan ini akurat. Kalau Mbak nggak segera pergi dari sini, warga akan mengusir Mbak secara paksa," kata Pak RT itu.
"Mana buktinya, coba saya lihat," kata Aqeela.
Matanya membola, jantungnya pun berdetak kencang. Hingga akhirnya, gadis itu pun tak sadarkan diri.