"Kenapa Tante Rosa hanya diam saat aku mengadukan putrinya? Apa selama ini mereka telah merencanakannya? lirih Aqeela.
Wanita itu pun masuk ke dalam kamarnya. Dia harus memikirkan cara untuk membongkar kebusukan Ibu dan juga saudara tirinya.
Sejak kematian Ayahnya sebulan yang lalu, Qeela, nama panggilannya, tidak pernah diperlakukan baik oleh ibu tirinya. Sayangnya, dia tidak bisa mengusirnya karena sang Ayah mewariskan semua hartanya dibagi rata dengan ibu dan adik tirinya.
Namun sepertinya, kedua orang itu serakah. Mereka ingin menguasai harta milik Ayah Qeela hanya berdua saja. Maka dari itu, mereka membuat rencana supaya Qeela bisa terusir dari rumah dengan sendirinya.
Di Sebuah hotel ternama.
Leonard baru saja terbangun. Melihat ranjang di sampingnya telah kosong, amarahnya pun memuncak. Dia kesal karena telah ditinggalkan oleh wanita yang telah menghabiskan malam dengannya.
"Kemana kelinci nakal itu? Awas saja, kalau sampai aku menemukannya kembali, akan aku ikat dia dan tak akan kulepas lagi. Berani-beraninya menggoda seorang Leonard Richard," gumamnya.
Lelaki tampan itu pun masuk ke dalam kamar mandi. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya karena melihat banyaknya maha karya milik Aqeela yang bertengger di tubuhnya.
"Ganas juga dia," gumamnya.
Selepas mandi, Leonard menghubungi asistennya. Dia ingin menyelidiki siapa gadis yang telah tidur dengannya semalam.
"Pram, selidiki gadis yang telah masuk ke dalam kamarku semalam," titah Leonard.
"Gadis? Gadis yang mana?" Pram malah bingung dengan ucapan sang atasan.
"Ck, semalam ada gadis masuk ke dalam kamarku. Sepertinya, gadis itu dalam pengaruh obat, dia bahkan memohon-mohon supaya aku mau menyentuhnya," cerita Leonard.
"Wow, menang banyak dong kamu. Apa dia masih perawan?" goda Pram.
"Untungnya dia masih perawan, jadi aku tidak rugi melepas keperjakaanku," ujar Leonard.
"Baiklah, akan aku selidiki," kata Pram.
Tak butuh waktu lama bagi Pram mengetahui identitas Aqeela. Maklum saja, Pram adalah hacker nomor 1 di kota ini.
"Namanya Aqeela Maharani. Berusia 20 tahun. Kuliah di Universitas AK. Ayahnya pemilik salah satu perusahaan sirup di kota ini. Namun, beliau sudah meninggal dan saat ini, perusahaan tersebut dipimpin oleh ibu tirinya," lapor Pram.
"Baiklah, untuk saat ini, kita biarkan saja dia dulu. Bulan depan, baru kita cari dia," kata Leonard.
"Kenapa mesti nunggu bulan depan Bos? Kenapa tidak sekarang saja?" tanya Pram yang tidak mengerti jalan pikiran sang majikan.
"Kalau sekarang aku temuin dia, wanita itu tidak akan mau jika aku nikahi. Kalau bulan depan, ada kemungkinan gadis itu hamil. Jadi, dia tidak memiliki alasan lagi untuk mengelak," terang Leonard.
"Ohh, begitu. Terserah Tuan saja. Lalu, bagaimana dengan Nyonya Siena?" tanya Pram.
"Aku juga sedang memikirkannya. Aku sebenarnya tidak ingin menikah dengannya karena aku tidak mencintainya. Semoga gadis itu segera hamil, supaya aku bisa menghentikan perjodohan sialan ini," sahut Leonard.
Mereka akhirnya keluar menuju ke kantor. Sepanjang perjalanan, wajah yang dulu dingin dan arogan kini ceria dan penuh senyum.
"Akhirnya, Bos gue nemu pawang juga," batin Pram.
Masih di hotel tempat Leonard menginap, di kamar lainnya. Dea menjadi bulan-bulanan lelaki tua berperut buncit yang kemarin harusnya bersama Aqeela.
flashback
"Seno, cari wanita yang aku beri uang kemarin. Bawa dia kemari," amuk lelaki tua bernama Bardo itu.
"Carinya dimana Bos?" tanya anak buah Bardo.
"Kamu cari di klub Anggrek. Wanita itu hampir setiap hari nongkrong di sana," kata sang majikan.
"Baik Bos," sahutnya.
Mereka akhirnya menuju ke klub Angrek. Benar saja, wanita itu tengah menari bersama temannya.
"Itu dia," kata lelaki A.
Ketiga orang itu menyeret Dea kemudian membawanya masuk ke dalam mobil.
"Hei, siapa kalian? Dan kenapa kalian membawaku?" teriaknya.
Namun, bukannya melepaskan, ketiga orang itu malah mengikat tangan dan kakinya, juga menyumpal mulutnya.
Sesampainya di hotel. Mereka memanggul tubuh Dea layaknya karung beras kemudian membawanya ke kamar sang atasan.
"Ini Bos," ujar lelaki A sambil menaruh tubuh Dea di atas ranjang.
Wajah Dea sudah ketakutan. Dia tak mau kalau disuruh melayani lelaki tua jelek ini. Dea terus menggelengkan kepalanya, berharap mereka mengerti akan maksudnya.
"Kamu ingin bicara?" tanya Bardo.
Dea mengangguk. Lelaki tua itu kemudian membuka plester yang menutup mulut Dea.
"Om, kenapa malah bawa saya? Kan udah saya bawain gadis cantik kemarin. Kalau masih kurang, biar saya carikan lagi," protes Dea.
"Gadis itu kabur. Dia juga telah menendang aset kebanggaanku. Dan sekarang, kamu harus menggantikannya, sampai aku puas," ujar lelaki tua itu.
"Kurang ajar, pake kabur segala lagi. Awas kamu Aqeela," batin Dea.
Dea menggelengkan kepalanya. "Om, ampun Om. Ampuni saya, gimana kalau uangnya saya kembalikan aja," tawar Dea.
"Enak saja, aku tidak mau. Pokoknya, kamu harus bertanggung jawab," ujar lelaki tua itu.
"Keluar," titah Bardo pada anak buahnya.
Lelaki tua itu menatap lapar tubuh sital Dea. Tangannya sudah mulai bergerilya menjelajah tubuh wanita muda itu. Dea ingin berontak, tapi tak bisa karena kedua tangan dan kakinya telah terikat. Gadis itu hanya bisa menangis, kala lelaki tua dan jelek itu memasuki tubuhnya.
Tak hanya sekali Bardo melakukannya. Lelaki tua itu terus menggempur tubuh Dea hingga hari menjelang pagi.
flashback off
Saat matahari sudah berada di atas kepala, Dea baru saja membuka matanya. Sekujur tubuhnya terasa remuk redam. Dia bahkan tidak bisa bergerak sama sekali.
"Tuan, tolong bantu saya ke kamar mandi. Saya sudah tidak tahan Tuan," ujar Dea membangunkan lelaki tua itu.
Bardo membuka matanya. "Ada apa?" tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Bantu saya ke kamar mandi. Saya tidak kuat berjalan," pinta Dea.
Lelaki tua itu tersenyum licik. Dia pun menggendong tubuh Dea ke kamar mandi. Namun, lelaki tua itu tidak mau keluar, dia malah menunggui Dea di sana.
"Tuan keluarlah dulu. Nanti kalau saya sudah selesai, aku panggil," kata Dea.
Bardo tidak mengindahkan ucapan Dea. Dia malah mengisi bath up dengan air hangat kemudian berendam disana.
Tak ingin ambil pusing dengan lelaki tua itu, Dea meneruskan kegiatannya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan lelaki tua berperut buncit itu.
"Tuan, saya sudah selesai," ujar Dea.
Bardo pun keluar dari bath up kemudian menggendong Dea dan menceburkannya ke dalam bath up.
"Hahaha, sepertinya, mandi bersamamu lebih menyenangkan," seringainya.
Acara mandi itu pun diiringi oleh suara desahan Dea dan juga Bardo yang memenuhi seluruh ruangan.
Selepas keluar dari kamar mandi, Dea ingin mencoba peruntungannya. Siapa tahu lelaki itu mau melepaskannya.
"Tuan, tolong lepasin saya Tuan. Uangnya akan saya kembalikan sekarang juga. Asalkan, Tuan mau melepaskan saya," pinta Dea dengan sedikit mengiba.
"Hahaha. Bagaimana mungkin aku melepaskan kelinci ternikmat yang pernah aku makan. Kamu akan tetap menjadi wanitaku, sampai aku bosan padamu. Hahaha," sahut lelaki tua itu.
"Kamu masih akan tinggal di hotel ini sampai dua minggu ke depan. Setelah itu, aku akan membawamu ke rumah Diah, istri pertamaku. Dan kamu, akan menjadi pembantu Diah merangkap selingkuhanku. Hahaha," ujar Bardo dengan seringai liciknya.
"Mati aku."