"Siapa kamu?" tanya Zafran penuh selidik.
"Nama Om Leonard Richard. Maaf ya Om tadi terburu-buru jadi menabrak adikmu," kata Leonard penuh sesal.
"Apa kamu baik-baik saja girl?" tanya Leonard pada Zafira.
Bocah kecil itu kemudian mengangguk lalu berlari masuk ke dalam toilet. Zafran masih berusaha mengorek keterangan dari lelaki di hadapannya ini.
"Dimana Om tinggal?" tanyanya.
"Om tinggal disini," jawabnya.
"Om bukan orang Singapura?" tanyanya lagi.
Leonard menelisik wajah bocah lelaki di hadapannya. Sekilas, bocah ini mirip dengannya saat dia masih kecil. Hanya bola mata dan juga warna rambutnya saja yang berbeda. Namun, lelaki itu segera mengusir pikirannya. Tidak mungkin Aqeela berada di bandara.
"Dimana Mamamu?" tanya Leonard.
"Jangan membalas pertanyaan dengan pertanyaan yang lain Om," kesal Zafran.
Leonard memutar bola matanya malas. "Baiklah, Om memang berasal dari Singapura. Kedua orang tua Om ada di sana. Namun, Om tidak pernah menjenguknya sejak 6 tahun yang lalu," jelasnya.
Tak lama, Zafira sudah muncul di samping saudara kembarnya. "Ayo Kak, nanti Mama menunggu kita," ajaknya sambil menarik tangan sang kakak.
Zafran sebenarnya masih ingin bertanya tentang Leonard, tapi sang adik keburu mengajaknya pergi.
"Ihh, kenapa tarik-tarik Abang?" protes sang kakak.
"Katanya Kakak mau segera pergi ke perusahaan tempat Kakak lomba. Gimana sih?" Rupanya sang adik tak ingin disalahkan.
"Tau nggak, tadi itu Abang ketemu ama Daddy," kesal Zafran.
"Daddy, dimana dia? Ayo kita temui dia," ajak Zafira.
Zafran memutar bola matanya malas. "Lelaki yang menabrakmu tadi, dialah Daddy kita," terang Zafran.
"Ayo kita ke sana lagi."
Gadis kecil itu kembali mengajak saudara kembarnya kembali ke toilet. Namun, tidak ada siapapun di sana.
"Tuh kan, orangnya sudah pergi. Kamu sih, pakai tarik-tarik segala," sungut Zafran.
"Tenang, Abangku ini kan pintar. Bukankah kita sudah tahu namanya. Nanti malam, kita obrak abrik data pribadinya," usul Zafira.
Zafran pun mengangguk lesu. Hilang sudah kesempatannya untuk bertemu dengan sang Ayah.
"Sudah, tidak perlu bersedih. Kita berdoa saja semoga Tuhan segera mempertemukan kita," bujuk sang adik.
Mereka pun kembali ke tempat sang Mami. Ternyata, sudah ada seorang lelaki yang berdiri di samping Maminya.
"Sayang, sudah selesai ke toiletnya?" tanya Aqeela.
"Sudah Ma," jawab gadis kecil itu.
"Ohh iya, kenalkan ini namanya Om Pramono, kalian bisa memanggilnya Om Pram. Dialah orang dari perusahaan Lionil," kata Aqeela mengenalkan lelaki itu.
Padahal, Pram sudah mengulurkan tangannya. Namun, bukannya disambut bovah kecil itu malah menelisik wajah Pram. Hal itu membuat lelaki itu sedikit kikuk dan canggung.
"Baiklah, ayo kita pergi," kata Zafran.
"Hei, kalian belum menyebutkan nama kalian. Bagaimana nanti Om akan memanggil salah satu dari kalian," kata Pram.
"Nama kami tidak penting," sungut Zafran.
Kedua balita kecil itu pun berjalan mendahului Pram dan juga Aqeela.
"Maaf Tuan, mereka seperti itu jika dengan orang yang tidak dikenal," ujar Aqeela merasa tidak enak dengan perlakuan kedua buah hatinya.
"Tidak apa Nyonya, mereka masih anak-anak," sahut Pram.
Melihat sikap dingin dan juga tatapan tajam milik anak kecil itu mengingatkan Pram pada sang atasan. Seperti itulah tingkah sang majikan jika bertemu dengan lelaki asing. Apalagi jika Leonard tidak menyukainya, pastilah sikapnya bertambah ketus.
Sementara itu di tempat lain.
Leonard yang baru saja keluar dari toilet langsung menemui sahabatnya yang juga baru tiba dari luar negeri.
"Hai Bro," sapanya sambil memeluk sang sahabat.
"Hai Leon. Bagaimana kabarmu?" tanya Steven.
"Baik. Kamu sendiri?" kata Leonard.
"Ya begini ini," jawabnya.
Steven pun mengajak Leonard duduk di sebuah cafe sebentar sambil menunggu sopirnya datang.
"Dimana istrimu? Kudengar, kamu sudah menikah," kata Steven.
"Ya kamu tahu sendirilah. Bagaimana akhir dari sebuah pernikahan bisnis?" jawab Leonard.
"Bukankah istrimu sangat cantik? Aku saja iri denganmu," sahut Steven.
"Seina memang cantik. Namun, sejak pertama kami bertemu, aku tak ada respect sama sekali terhadapnya. Dia juga terlihat angkuh. Dan saat malam pertama, dia sudah mengatakan sesuatu yang membuat hatiku hancur," ujar Leonard.
"Apa itu?" tanya Steven ingin tahu.
"Dia mengatakan kalau dia sudah memiliki kekasih. Seina bilang, dia akan menjalankan hak dan kewajibannya sebagai istri. Namun, dia meminta berpisah setelah satu tahun pernikahan kami," cerita Leonard.
"Lalu?" tanya Steven.
"Ya aku bilang, lebih baik kita jalan sendiri-sendiri saja. Dalam waktu satu tahun, aku tidak bisa memastikan bagaimana perasaanku terhadapnya. Aku takut, saat aku mencintainya, dia malah meminta bercerai. Apalagi, dia memiliki kekasih. Tidak menutup kemungkinan selama menjadi istriku, dia masih berhubungan dengan kekasihnya itu," terang Leonard.
"Keputusan yang tepat," kata Steven.
"Maka dari itu aku selalu menghindar darinya. Jika kami berpisah, tentu tidak akan ada masalah nantinya," sahut Leonard.
Kedua lelaki itu terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Sementara itu, Aqeela dan kedua putra putrinya sudah masuk ke dalam mobil. Namun, Pram tak segera menjalankan mobilnya.
"Tunggu apa lagi?" tanya Zafran.
"Menunggu Bos," jawab Pram singkat.
Bocah kecil itu mendengus kesal. Mentang-mentang dia pimpinan, seenaknya saja membuat anak buahnya menunggu.
"Coba Tuan telpon Bos Tuan, kalau masih lama, lebih baik aku pulang sendiri," kesal Zafran.
"Benar-benar tidak sabaran. Sama seperti Bos," batin Pram.
"Sebentar," jawabnya.
Pram pun mengambil gawainya, kemudian mengirimkan pesan pada sang atasan tentang 2 bocah yang sedari tadi rewel minta pulang.
Tak lama, gawainya bergetar. Pram pun mengangkatnya. Lelaki itu hanya menjawab 'Ya' dan mengangguk saja membuat kedua bocah kecil itu tidak sabar.
"Tunggu 15 menit lagi ya Kak," ujar Pram.
"Aku bukan Kakakmu dan sejak kapan Anda menjadi anak Mamaku," protes Zafran.
"Aku memang bukan Kakakmu, tapi aku akan menjadi Ayah sambungmu. Kelak, jika Mamamu hamil lagi, kalian pasti akan menjadi Kakak bukan," goda Pram sambil menaik turunkan alisnya.
Tangan Zafran sudah mengepal di samping. Dia tidak rela sang Mama menikah dengan lelaki seperti Pram. Bukan berarti Pram lelaki tidak baik. Hanya saja, dia ingin Mamanya menikah dengan Ayah kandungnya.
Saat akan memukul wajah Pram. Namun sang Mama melarangnya. Aqeela sudah menggelengkan kepalanya.
"Sayang, Om Pram hanya bercanda tadi, jangan diambil hati," ujar Aqeela.
Terlihat wajah Pram dengan senyum liciknya membuat Zafran semakin kesal saja.
Tak lama, masuklah sang atasan yang sudah duduk di samping Pram. Lelaki itu pun menoleh ke belakang berniat meminta maaf karena sudah lama menunggunya.
"Maaf ya Om lam ...."
Lelaki itu tidak meneruskan kalimatnya. Melihat wajah cantik yang selalu hadir di mimpinya membuat senyum manis tersungging di bibirnya. "Halo kelinci nakal, akhirnya, aku menemukanmu."