Bab 7

1821 Kata
LILIAN - Lilian suka duduk di teras rumahnya sembari memandangi barisan pohon di dekat sana yang memanjang menuju hutan. Terkadang udaranya terasa dingin dan menusuk. Berkat pohon-pohon tinggi itu, kabut tebal yang terperangkap sering menutupi jalanan di bawahnya. Tak jauh dari kediamannya, terdapat sebuah jalur setapak yang mengarah langsung ke pemakaman kecil di lahan tertutup. Orang-orang sering berkeliaran di sekitar sana untuk mengubur bangkai binatang seperti anjing atau kijang. Karena kawasan itu tidak jauh dari hutan, mobil para pemburu sering berkeliaran. Suara gemuruh mesinnya yang berisik sering membangunkan Lilian setiap malam. Namun ia bersama Penn, kucingnya telah tinggal disana selama bertahun-tahun dan Lilian mulai terbiasa dengan suasananya.              Anak sungai terletak tidak jauh dari rumahnya. Setiap sore menjelang malam, Lilian suka berkeliaran di dekat sana. Ia hanya akan berdiri memandangi arus deras sungai yang perlahan mengikis bebatuan di tepiannya. Air sungai itu diperkirakan berasal dari hutan, permukaannya masih sangat jernih dan air itu akan terus bergerak menuju batas akhir sungai. Setiap sore, Lilian terbiasa melihat dua ekor anjing berbulu hitam berkeliaran di pinggir hutan. Binatang itu selalu terlihat bersama Tom Wesley, majikannya. Pria yang selama puluhan tahun bekerja untuk menjaga kawasan hutan, diam-diam suka mendatanginya setiap malam. Tidak ada yang tahu jika Tom lengah dari pekerjaannya, namun tidak ada penduduk yang begitu peduli tentang hutan kecuali para pemburu yang datang dan pergi setiap malam.              Tidak hanya sekali Tom duduk di teras rumah bersamanya. Mereka akan mengobrol dan sesekali berbagi sekotak rokok dan alkohol. Diusianya yang hampir mencapai angka delapan puluh tahun, Lilian masih menyukai rasa nikotin di lidahnya, ditambah lagi perasaan senang yang bercampur dengan rasa terbakar ketika alkohol itu sampai ke tenggorokannya.              Tom juga sering menceritakan kisah tentang para pemburu di hutan, kemudian pemuda malang itu akan menggoda Lilian dengan bualannya tentang roh-roh yang berjaga disana setiap malam. Tom suka memanggil Lilian dengan sebutan “Nana”. Itu adalah panggilan salah satu tokoh dalam kisah horor favorit mereka. Entah bagaimana Lilian suka mendengar kisah yang disampaikan Tom tentang roh-roh halus itu dan diam-diam memercayainya. Tidak hanya sekali dalam satu malam, Lilian membayangkan mereka berkeliaran di sekitar bantaran sungai, di pagar kawat, di dekat kabin atau berjalan di atas tebing dengan rok hitam berjumbai, riasan pengantin atau perak-perak berkilau yang menggantung di lehernya. Lilian menyukai kisah-kisah klasik tentang roh para bangsawan yang menghuni perkampungan kecil dan mansion-mansion tua. Tom satu-satunya orang yang mengetahui hal itu dan berusaha menghibur Lilian dengan fantasinya.              Lilian tidak hanya menyukai Tom karena fantasinya. Saat ia berusia lima puluh lima tahun, Tom adalah pemuda berusia sekitar tiga puluh tahun yang menyukai Sylvia, putrinya. Namun Sylvia memiliki kebiasaan aneh dan otak kecil seperti ayahnya. Wanita itu tidak melihat kesungguhan Tom terhadapnya, alih-alih memilih untuk pergi bersama pria yang jelas-jelas hanya menginginkan kesenangan darinya. Ketika Sylvia masih tinggal di bawah satu atap yang sama dengannya, Lilian suka mengamati putrinya berdandan seperti badut, kemudian memakai pakaian ketat yang tampak terlalu kecil di tubuhnya dan pergi meninggalkan rumah setiap malam.              Sementara itu, Tom sering mengetuk pintu rumahnya, terkadang laki-laki itu membawa sebuket bunga untuk Sylvia yang – dengan sia-sia – berakhir di dalam tong sampah. Tidak hanya sekali Tom datang ketika Sylvia tidak berada di rumah sehingga Lilian terpaksa mengundangnya masuk untuk menemaninya makan malam.              Tom adalah pemuda baik yang diinginkan Lilian untuk dinikahi putrinya, tapi Sylvia satu-satunya orang yang tidak sependapat tentang hal itu, terutama setelah mengetahui pekerjaan Tom sebagai penjaga hutan dan kekayaan tidak seberapa yang dimilikinya.              Terlepas dari kebodohan Sylvia karena menolak Tom dan keputusannya untuk menjadi salah satu penghibur di kota kecil itu, putrinya adalah wanita berparas cantik. Sylvia memiliki sepasang mata berwarna hazel yang indah seperti Don, ayahnya. Wanita itu dianugerahi tubuh ramping yang mungil, wajah berbentuk bulat sempurna, bibir kecil berwarna kemerahan dan rambut hitam alami yang membuatnya tampak begitu menarik bahkan diusianya yang hampir menginjak angka empat puluh enam tahun. Namun itu sekaligus menjadi kali terakhir Lilian melihatnya hidup. Satu pekan setelah Sylvia datang menemuinya, wanita itu dikabarkan menghilang selama tiga hari sebelum polisi menemukannya tewas di dalam bathup dengan kondisi mengenaskan.              Sejak usia sembilan belas tahun, persis beberapa hari setelah kematian Don, ayahnya, Sylvia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan menghilang entah kemana. Namun Sylvia masih sering menghubungi Lilian melalui telepon dan setiap dua pekan sekali, gadis itu akan mengiriminya sejumlah uang untuk membiayai hidup Lilian. Bertahun-tahun kemudian, Sylvia kembali ke rumah dalam kondisi hamil. Janin yang dikandungnya baru berusia tiga bulan ketika Sylvia memutuskan untuk tinggal kembali bersama Lilian. Saat itu sekaligus menjadi kali pertama Tom mendatangi rumah mereka, mendekati Sylvia dan menawarkan diri untuk menikahinya. Meskipun Sylvia menolaknya berkali-kali, Tom tetap datang untuk sekadar duduk dan mengobrol dengan Lilian.              Enam bulan berikutnya setelah Sylvia melahirkan bayi laki-lakinya, wanita itu menghilang selama dua pekan dan mengabarkan bahwa bayinya tewas dalam kecelakaan. Lilian menolak untuk memercayainya dan mereka sering bertengkar karena masalah sepele sebelum Sylvia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Lilian dan menghabiskan sisa hidupnya dengan bekerja sebagai penghibur.              Setelah mengetahui hal itu, Lilian menolak untuk menjawab panggilan telepon Sylvia atau membalas surat-suratnya dan menerima uang pemberiannya. Tabungan asuransi Don yang sejauh ini membantu Lilian untuk bertahan hidup. Lilian menolak untuk menemui putrinya atau bahkan berbicara dengannya. Kali terakhir ia melihat Sylvia dalam keadaan hidup adalah satu pekan sebelum wanita itu ditemukan tewas.              Meskipun kejadian itu sudah belasan tahun berlalu, Lilian masih mengingatnya dengan jelas: wajah putrinya yang malang dipajang di setiap surat kabar, kondisinya sangat mengenaskan dan polisi yang saat itu menyelidiki kasus kematian Sylvia memutuskan untuk menutup kasusnya sebagai kasus bunuh diri. Meksipun hal itu terasa ganjil, Lilian berusaha melupakan kejadian nahas yang menimpa putrinya. Tidak hanya sekali Lilian terjaga dari tidurnya akibat memimpikan Sylvia. Tom satu-satunya orang yang akan datang untuk menghibur Lilian, meskipun begitu Lilian tidak dapat melupakannya begitu saja.              Selama puluhan tahun ia tinggal dan hidup disana, kota itu seperti tempat gelap yang menyimpan banyak rahasia. Lilian masih mengenali wajah-wajah lama yang dijumpainya. Untuk satu alasan tertentu, Lilian masih menyimpan foto Don di lemarinya. Ia juga menyimpan sejumlah foto Sylvia ketika putrinya masih balita. Lilian menyimpannya di dalam peti dan menguncinya rapat-rapat sehingga semua barang itu aman di dalam sana. Lilian tidak membiarkan siapapun mengambil barang-barang itu darinya. Ia menjaga semua pakaian lama Don tetap berada di lemarinya, dan selama bertahun-tahun sejak peristiwa tewasnya Sylvia, Lilian tidak mengosongkan kamar Sylvia dan membiarkan ruangan itu tetap sama seperti kali terakhir Sylvia meninggalkannya.              Pagi itu, Lilian sedang menyaksikan televisi ketika salah satu siaran berita yang diputar memberitahunya kabar kematian seorang penghibur lain di kota itu, kali ini Jessie Sue, gadis malang yang dikenal Lilian puluhan tahun yang lalu. Lilian tidak mengenal Jessie cukup baik, ia hanya tahu Jessie bekerja di klub yang sama tempat Sylvia pernah bekerja. Jessie memiliki warna rambut kecoklatan, tingginya kira-kira mencapai seratus enam puluh dan tubuhnya sangat kurus. Jessie suka mengenakan pakaian berwarna cerah, make up mencolok dan sejumlah perhiasan norak. Tidak hanya itu, kabarnya Jessie pernah melakukan aborsi belum lama ini.              Lilian menyaksikan berita itu dengan serius hingga seseorang mengetuk pintu rumahnya dan suara Tom yang di kenalinya muncul di luar sana.              “Nana! Nana, ini aku..”              “Aku mendengarnya Tom! Masuklah, pintunya tidak dikunci.”              Beberapa menit kemudian, mereka duduk di halaman berlakang sembari memandangi tebing setinggi dua meter yang menutupi anak sungai di belakangnya. Tebing itu berada tak jauh disana. Diujungnya terdapat sebuah pintu besi berkarat yang terkunci. Namun rangkanya telah hancur dan kini pintu itu dapat dibuka oleh siapapun.              Tom mengisap putung rokok dan mengembuskannya dari mulut dan hidung. Selama sejenak Lilian mengamatinya, kemudian menjulurkan tangan untuk memintanya dari Tom.              “Biarkan aku merasakannya!” Pinta Lilian sebelum mengisap putung rokok itu dalam-dalam. “Apa ini? Ganja?”              “Aku terkejut kau masih bisa merasakannya.”              Lilian mengangguk-angguk kemudian menyerahkan batang rokok itu kembali pada Tom. Kini matanya menatap lurus ke arah tebing, garis-garis kerutan yang dalam muncul di bawah matanya. Rambut merah yang dikaguminya sejak ia remaja mulai memutih dan kini rontok dengan sia-sia. Terkadang Lilian suka merasakan tubuhnya menua dengan cepat. Ketika ia berdiri di depan cermin, Lilian akan melihatnya semakin jelas: rahangnya yang mengendur, tubuhnya yang semakin gemuk dan beberapa anggota tubuh lain yang sejak dulu dielu-elukannya. Lilian menyadari bahwa langkahnya mulai melambat dan ia sering melupakan sesuatu dengan mudah. Tidak hanya itu, Lilian merasa bahwa pikirannya semakin tidak waras, seringkali ia merasa bahwa seseorang menemaninya di dalam rumah itu. Tidak hanya sekali Lilian berbicara sendirian di dalam sana dan berpikir bahwa Don atau Sylvia sedang duduk di ruang tengah dan mendengarkannya. Ketika pikirannya kosong, kesepian itu mulai menyergapnya dan Lilian akan meredakan rasa tidak nyaman itu dengan memutar musik lawas favoritnya. Namun hanya sementara sebelum keheningan kembali mencekiknya.              Lilian menelan banyak obat selama beberapa pekan terakhir. Pernah terpikir olehnya untuk mengakhiri hidupnya saat itu, namun Lilian kembali mengingat wajah Sylvia ketika polisi menemukannya tewas di dalam bathup dan hal itu hanya membuatnya menangis sepanjang malam. Percakapannya dengan Tom hanyalah satu dari serangkaian hal yang membuatnya merasa lebih tenang.              “Apa kau sudah menyaksikan berita, Tom?” tanya Lilian dengan suara serak.              “Tidak, ada apa?”              “Seorang penghibur tewas di rumahnya. Namanya Jessie Sue, kau mengenalnya?”              Tom mengernyitkan dahinya kemudian mengisap putung rokoknya dan mengembuskan asap dari hidungnya saat berkata, “ya aku pernah mendengar namanya disebutkan, tapi aku tidak yakin aku mengenalinya.”              “Polisi mengatakan wanita itu mati karena bunuh diri, tapi kurasa ini hanya kejadian yang terulang lagi.”              Kali ini Tom menatapnya, kedua mata gelapnya mengamati Lilian dengan serius. Lilian menyadari diusianya yang hampir mecapai enam puluh tiga tahun, Tom mengalami banyak perubahan. Penuaannya mulai terlihat pada rambutnya. Dulu pemuda itu memiliki rambut gelap seperti Sylvia, sekarang warnanya keperakan dan rahang Tom yang berbentuk persegi tampak semakin mengendur. Terkadang Lilian bertanya-tanya akan seperti apa rupa Sylvia jika putrinya itu masih hidup hingga sekarang. Kejadian malang yang menimpa putrinya itu mungkin tidak akan terjadi kalau saja Sylvia memutuskan untuk menerima Tom sebagai suaminya.              “Apa maksudmu terulang lagi?” pertanyaan Tom sekaligus menyadarkan Lilian dari lamunan. Lilian menatapnya kemudian mengembuskan nafas.              “Apa yang menimpa putriku mungkin hal yang sama yang menimpa Jessie Sue.”              “Memang begitu. Sylvia ditemukan tewas bunuh diri dan Jessie Sue juga.”              “Tidak Tom, itu tidak benar. Orang-orang memercayainya karena lebih mudah bagi mereka untuk sekadar memercayainya saja, tapi aku yakin kejadiannya tidak seperti itu. Aku mengenal putriku, dia tidak tewas bunuh diri, dia tidak akan menyakiti dirinya sendiri. Aku berani bersumpah padamu, dia tidak melakukan itu pada dirinya sendiri.”              “Mengapa kau tidak katakan itu pada polisi dua belas tahun yang lalu?”              “Karena seperti yang kukatakan, memercayainya saja lebih mudah dan saat itu juga terasa lebih mudah untukku. Kita hanya tidak tahu rahasia terbesarnya, tapi aku mulai merasakannya sekarang.. aku merasakannya, Tom.. mungkin kau juga akan merasakannya nanti.. tempat ini.. sakit. Ada begitu banyak tempat kosong untuk bersembunyi, tapi itu tidak akan lama, suatu saat seseorang akan menemukan kebenarannya, dan mungkin dia tidak akan menjadi yang pertama.” - Beritahu saya tanggapan kalian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN