Kekacauan!

1206 Kata
"Kamu bisa berdiri?" Darren kembali mengulang pertanyaan saat melihat Cecilia yang tak kunjung berdiri. Meskipun gadis angkuh ini hanya diam, dia tahu dari rintihannya jika Cecilia sedang kesakitan. Tanpa meminta persetujuan, Darren segera memeriksa kedua kaki Cecilia lalu meringis saat melihat hak sebelah kanan sepatu berwarna hitam itu patah. Ah, rupanya suara patahan yang tadi dia dengar itu adalah ini. Tak terhitung juga berapa banyak helaan napas yang sudah pria itu keluarkan. "Masih mau pakai sepatu hak tinggi lagi untuk tugas di luar kantor?'' tanya Darren dengan ketus. "Tergantung situasi dan kondisi, Pak," jawab Cecilia sambil memijit kedua kakinya. Sungguh gadis yang sangat keras kepala! "Kita ke rumah sakit sekarang." Titah Darren, lalu membopong tubuh Cecilia yang terasa ringan baginya. "Tidak perlu sampai ke rumah sakit segala, Pak. Cukup di kompres dengan air hangat saja. Bisa turunkan saya sekarang, Pak?" pinta Cecilia dengan mendelikkan mata. "Saya tidak menerima penolakan. Kaki kamu bengkak sekali kelihatannya," Darren mengabaikan protes Cecilia dan menulikan telinga atas gerutuan yang terus terdengar dari mulut gadis itu. "Dasar Tuan muda pemaksa!" cibir Cecilia sembari mencebikkan bibirnya. Baru saja Darren akan membalasnya, beberapa lemparan batu kembali mengenai tubuh mereka berdua. Tak lama berselang teriakan penuh kebencian dan provokatif terdengar di sekitar keduanya. Ini gawat! Orang-orang itu tidak mungkin dapat berbicara damai dan dengan kepala dingin saat ini. Pikiran Darren langsung terpecah bagaimana cara melindungi mereka berdua dari amukan massa dan segera membawa Cecilia ke rumah sakit. "Mendengar dari seruan yang di teriakan oleh orang-orang itu, sepertinya mereka adalah pihak yang merasa jika uang kompensasi dari Sanjaya Group itu sangat kurang," ucap Cecilia dengan nada tenang. Keberaniannya membuat Darren tercengang, bagaimana mungkin bisa ada seorang wanita yang tidak mengenal rasa takut disaat genting seperti ini. "Keluar kalian! Jangan bersembunyi dan segera berikan hak kami jika masih menginginkan resort itu dibangun!" kali ini sebuah teriakan dengan nada menantang yang terdengar. Darren yakin jika orang itu adalah pimpinan dari massa yang berdemo saat ini. "Kita pergi sekarang, kamu cepat pegang erat leher saya karena saya akan berlari menuju ke tempat Bli Nyoman berada." ucap Darren sembari mengalungkan kedua tangannya ke leher Cecilia. "Tapi bukannya kita harus menghadapi mereka dan menjelaskan permasalahan yang sebenarnya?" ujar Cecilia yang tidak setuju akan keputusan Darren. "Apa kelihatannya mereka dapat diajak untuk berbicara dengan damai saat ini?" sebuah pertanyaan retoris Darren lemparkan kepada Cecilia yang direspon dengkusan nafas kasar olehnya. Tanpa menunggu lebih lama, Darren segera berlari kencang sambil menghindari lemparan batu yang mulai mendekat ke arah mereka. Cecilia akhirnya tidak punya pilihan selain mengikuti keinginan sang tuan muda. Dia memegang erat leher Darren dengan wajah menempel pada d**a bidang pria itu, memilih untuk tidak ingin melihat apa yang sedang mereka alami saat ini. "Berhenti! Jangan kabur dan segera berikan sisa hak kami secepatnya!" Sebuah teriakan kembali terdengar, dengan disusul oleh lemparan batu bertubi-tubi yang susah payah Darren hindari. "Pak Darren, mungkin sebaiknya kita berhenti dan menghadapi para pendemo itu...." "Dan membiarkan kita menjadi sasaran empuk untuk mereka lempari batu jika pembicaraan ini tidak mencapai kata sepakat?" Sambar Darren memotong ucapan Cecilia. Darren terus berlari meskipun peluh mulai bercucuran mengenai mata dan memburamkan pandangannya. Cecilia hanya menghela napas dan berdiam diri di dalam gendongan pria itu. Tak lama dari kejauhan Darren melihat Bli Nyoman yang melihat mereka dengan tatapan cemas. Di belakang pria asli Bali itu terdapat beberapa orang polisi anti huru hara yang sudah bersiap di posisinya masing-masing. Darren menghela napas lega, karena mengetahui setidaknya mereka berdua sudah aman saat ini. "Pak Darren, ada apa dengan Mbak Cecilia?" tanya Bli Nyoman saat Darren sudah mencapai tempatnya berada. "Kakinya terluka dan bengkak, kita harus ke rumah sakit sekarang." ucap Darren yang meletakkan Cecilia di kursi belakang. "Baik, Pak. Luka Bapak juga harus segera diobati," sahut Bli Nyoman lalu menjalankan mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi. "Saya tidak apa-apa, Bli," Darren berusaha menenangkan Bli Nyoman di tengah rasa sakit yang mulai menjalari sekujur tubuhnya. "Apanya yang tidak apa-apa. Luka Bapak cukup parah, ada yang sampai berdarah," tukas Bli Nyoman kemudian. Akhirnya Darren hanya pasrah mengikuti perkataan dari Bli Nyoman. Tak lama kemudian, ponselnya berdering dengan nyaringnya. Dengan susah payah pria itu mengambilnya dari saku celana. Terlihat nama Giovani yang terpampang jelas di layar. "Darren, apakah kamu dan Cecilia tidak apa-apa? Irene melapor kepada Ayah jika terjadi kerusuhan di lokasi pembangunan resort." Darren mengernyit heran saat mendengar perkataan sang ayah. Dari mana Irene dapat mengetahui informasi secepat ini? Apakah sekertaris yang kelihatannya pemalu dan penakut itu memiliki relasi yang cukup luas? "Sekarang kami berdua sudah tidak apa-apa dan sedang menuju rumah sakit. Sekertaris kebanggaan Ayah terluka," Darren melirik dari sudut matanya jika Cecilia sedang meringis kesakitan sambil memegangi pinggangnya. "Apa kamu juga terluka?" tanya Giovani kembali. "Tidak ada luka yang serius, Cecilia yang paling parah," jawab Darren menutupi keadaan sebenarnya padahal rasa nyeri yang luar biasa mulai merambati sekujur tubuhnya. ''Kamu nanti setelah sampai di rumah sakit juga harus diperiksa supaya lebih memastikan apakah kamu ini baik-baik saja ataukah ada luka dalam," ucap Giovani terdengar seperti titah bagi Darren. Apakah memang perasaan orang tua setajam ini, ataukah aku saja yang terlalu mudah dipahami? Ucap batin Darren. "Baik, Yah, sepertinya kami sebentar lagi akan sampai. Nanti akan aku hubungi setelah kami berdua selesai diperiksa. Cecilia kelihatan sangat kesakitan," ucapnya sebelum memutuskan sambungan telepon. Kembali Darren melihat Cecilia dengan seksama dan mendapati luka lebam di beberapa tempat bagian tangan dan kaki. Apakah sebelum hak sepatunya patah, gadis angkuh ini sempat terkena lemparan batu? Jika benar, sungguh keterlaluan sekali para pendemo itu yang sampai melakukan kekerasan fisik agar keinginannya terpenuhi. "Cecilia, apakah kamu masih dapat mendengar perkataan saya dengan jelas?" Darren bertanya dengan suara kencang untuk mendapatkan atensi Cecilia. "Saya masih dapat mendengar suara Bapak dengan jelas, jadi Bapak tidak perlu berteriak seperti itu." Darren menghela nafas lega, setidaknya Cecilia masih dapat bersikap angkuh kepadanya. Itu sudah cukup bagi Darren untuk memastikan kondisinya cukup baik. "Syukurlah kalau begitu, kita sudah sampai," ucap Darren yang segera membopong tubuh Cecilia keluar dari mobil berwarna putih ini. Para petugas medis segera membawa kami berdua menuju IGD dan melakukan pertolongan pertama. Tirai yang menutup menjadi pemisah di antara kedua ranjang mereka. Luka-luka yang ada segera dibersihkan dan diobati, dan pemeriksaan MRI harus dilakukan untuk memastikan apakah ada luka dalam atau tidak. Saat seluruh rangkaian pemeriksaan itu sudah selesai dan Darren dipindahkan ke ruang rawat inap, Bli Nyoman masih setia menunggu di depan ruang IGD. Pria yang memiliki postur tubuh agak besar ini langsung berlari menghampiri 2 mantri yang sedang mendorong brankar Darren . "Bapak sudah selesai diperiksa?" tanya Bli Nyoman. ''Iya dan sekarang saya akan masuk ke ruangan rawat inap," jawab Darren yang mulai merasa agak mengantuk. Sepertinya efek obat-obatan yang dimasukan melalui cairan infus mulai bekerja pada tubuhnya. "Kenapa Mbak Cecilia belum selesai diperiksa, padahal kalian ditangani bersamaan?" Darren terperanjat saat mendengar perkataan Bli Nyoman. Apakah luka yang dialami oleh Cecilia jauh lebih parah daripada yang kelihatannya? Bagaimana kondisi terakhir dari gadis yang selalu bersikap angkuh itu? Pikiran Darren langsung dipenuhi oleh Cecilia. "Dengan keluarga Cecilia Wijaya?" panggilan untuk wali Cecilia tak lama terdengar. Bli Nyoman dengan segera menghampiri sang dokter, sementara Darren segera dibawa ke ruangan rawat inap dengan rasa penasaran yang bergelayut di d**a. Meskipun dia menyebalkan, tetap saja dia tidak berharap ada sesuatu hal buruk yang terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN