Tak lama berselang, Irene datang dengan membawakan pesanan dan mengembalikan kartu kredit milik Darren.
Sembari bersantai, pemuda itu membaca beberapa artikel mengenai seorang pengusaha muda yang sukses dengan channel Youtube-nya terlebih dahulu baru memutuskan untuk memiliki bisnis sendiri. Dan tiba-tiba saja rasa iri itu timbul dalam dirinya, padahal pengusaha minuman teh buah ini seumuran dengan Darren tapi dia berhasil mendirikan perusahaannya sendiri tanpa bantuan dari orang tuanya yang hanya tamatan SMA.
Membandingkan pengusaha itu itu dengan dirinya, membuat Darren menjadi kecil rasanya. Padahal ia telah diberikan banyak kemudahan dan jalan untuk menjadi CEO dari sebuah grup perusahaan besar, tapi ia justru pernah menyia-nyiakan dan memilih untuk menjadi 'babu orang', pantas saja jika Intan, kakaknya, sering marah dan kesal padanya karena menganggap remeh sebuah tanggung jawab yang telah dipercayakan Giovani kepadanya.
Darren juga teringat akan Intan yang rencananya akan pulang dari Perth sekitar 3 hari lagi, mundur 5 hari dari rencana awal. Di telepon, Intan hanya berkata jika sedang menunggu sesuatu hal yang sangat penting. Tapi yang paling menyebalkan adalah single businesswoman itu tidak mau mengatakan apapun kepadanya. Seolah akan terjadi kiamat jika apa yang sedang dikerjakannya diketahui oleh Darren.
"Sudah bisa kita mulai lagi pelatihannya?" pertanyaan Cecilia membuat Darren menghentikan membaca artikel keempat mengenai pengusaha minuman teh buah itu.
Pantas saja ia tidak mendengar suara ketukan sepatunya yang beradu dengan lantai karena Cecilia sudah menggantinya dengan sandal. Terlihat jika ujung kakinya sedikit membengkak.
"Bukannya Dokter Gusti sudah mewanti-wanti kamu untuk tidak menggunakan sepatu hak tinggi untuk sementara waktu ini? Sekarang lihatlah efeknya, kedua kaki kamu yang sudah mulai membengkak," ucap pria itu sambil menunjuk arah kaki Cecilia dengan ibu jari kanan.
"Yang penting saya melepaskannya di saat kaki mulai terasa sakit. Jadi seharusnya tidak akan menjadi masalah untuk saya," sahutnya dengan nada tidak peduli.
Pemuda itu lantas mendengus saat mendengar rasa abai yang ditunjukkan Cecilia. Kalau dia maunya seperti itu, untuk apa lagi ia capek hingga berbusa mulut untuk menasehati gadis angkuh itu. Mereka memulai lagi pelatihan dan saat Cecilia mendekat ke arah Darren, aroma tubuhnya yang menyatu dengan parfum kembali membuat pria itu serasa mabuk kepayang.
Aneh! Padahal Darren dan Kathleen sering berpelukan tapi aroma tubuhnya tidak pernah membuatnya gelisah seperti ini. Keraguan tentang rasa yang dimilikinya untuk Cecilia pun kembali kuat.
Dalam pikiran pria itu, secepatnya ia harus mengambil keputusan mengenai rasa terlarang itu. Dia tidak bisa membiarkan lebih lama mendua hati dan tidak mau rasa itu akan membakarnya suatu saat nanti.
"Cepat selesaikan tugas Bapak agar pekerjaan ini cepat rampung dan waktu berjalan cepat! Sekarang sudah hari Rabu dan hari Sabtu Bapak dapat memenuhi keinginan pacar Bapak untuk menemaninya," ucap Cecilia dengan nada dingin.
"Kamu itu kenapa sih, tiap berbicara mengenai Kathleen selalu sinis?" tanya Darren sambil menatap wajahnya yang terlihat agak lelah.
''Karena dia fokus Bapak terpecah seperti ini," sahutnya kembali dengan nada sinis.
'Oh Cecilia! Andaikan kamu tahu jika aku mulai memikirkanmu, apakah kamu masih dapat berkata seperti itu?' ucap batin Darren.
Lalu pria itu memutuskan untuk tidak kembali menyahuti perkataan Cecilia dan berusaha memfokuskan diri pada pekerjaan. Setidaknya ini lebih baik untuk membunuh waktu. Saat sedang asyik melihat proposal dari beberapa rekanan, suara Irene terdengar melalui interkom.
"Pak Darren, di resepsionis bawah ada kekasih Bapak. Dia meminta izin untuk naik ke ruangan Bapak."
Darren langsung melihat ke arah Cecilia yang menyunggingkan senyum sinis seakan berkata 'Lihatlah kelakuan dari pacar Bapak yang manja itu'. Dia pun menghela nafas berkali-kali dan tidak tahu harus bereaksi apa dengan kedatangan Kathleen kedua kalinya ini.
"Hanya sebatas makan siang masih dapat saya tolerir. Tapi jika dalam waktu 90 menit Bapak tidak kembali, maka saya akan menyeret Bapak kembali ke kantor apapun caranya." Meskipun Cecilia mengatakannya dengan nada biasa tapi entah mengapa dapat membuat pria itu merinding.
"Irene, minta Kathleen untuk naik dan langsung menuju ke ruangan saya saja," sahut Darren setelah Cecilia keluar dari ruangannya.
Rupanya Kathleen tidak menyerah, ternyata selain menelepon dia juga mendatangi kantor mendekati jam makan siang. Darren begitu merasa berdebar karena masih mengingat jika dia masih merajuk padanya.
"Babe, setelah aku pikir-pikir kemarin itu aku sungguh kekanakan. Jadi sebagai gantinya, aku ingin mengajakmu makan siang di restoran Jepang, temanku yang selebgram asal Bandung merekomendasikan restoran ini," ucapnya sambil menggandeng tangan Darren dengan mesra.
Pria itu langsung mengangguk karena mendapati restoran Jepang hanya berjarak 1,6 kilometer dari gedung kantornya. Seharusnya waktu 90 menit yang diberikan Cecilia lebih dari cukup untuk pergi makan siang dengan Kathleen.
Namun, ternyata apa yang diprediksikan meleset, ada pembangunan jalan di sekitar restoran yang membuat jalan agak tersendat dan mereka baru tiba di restoran 30 menit kemudian. Kathleen memesan chicken karagge sementara Darren memesan tonkatsu ramen dengan tingkat kepedasan paling tinggi.
Darren semakin dibuat gelisah karena jarum jam yang terus berputar, tenggat waktu yang diberikan Cecilia semakin tipis. Sungguh sial sekali! Niat hati ingin menghibur Kathleen, malah dia yang terancam sendiri akan mendapatkan amukan dari Cecilia.
"Kath, sudah makannya? Aku akan pesankan kamu taxi daring, maaf karena tidak bisa mengantarmu kembali ke hotel. Pekerjaanku sangat banyak dan hampir tenggat waktu juga penyelesaiannya." Darren kembali melihat jam dan semakin resah karena jika sudah lewat 70 menit dari waktu ia meninggalkan kantor tadi.
Ancaman yang dilontarkan oleh Cecilia membuat pria itu merinding. Bagaimana jika gadis itu akan melakukan apa yang akan diucapkannya tadi? Karena dia bukan tipe orang yang hanya berbicara saja.
"Babe, kenapa kamu seakan tidak suka sih berlama-lama denganku? Ingat, aku masih marah karena kamu mau meninggalkan aku begitu saja kemarin. Sungguh benar-benar tidak punya hati kamu kalau hari ini juga melakukan hal yang sama!" ucap Kathleen dengan sedikit berteriak.
'Mengapa kelakuan Kathleen menjadi kekanakan seperti itu? Mengapa dia tidak dapat mengerti jika aku mulai sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawab yang menanti di depan mata?' batin Darren sambil mengusap wajahnya kasar.
"Babe, keadaan aku sudah berbeda saat ini. Aku bukan lagi mahasiswa S2, tapi sekarang aku ini Darren Sanjaya, orang yang akan menggantikan ayahku untuk memimpin Sanjaya Group. Tolong mengertilah sedikit saja dan jangan membuat aku semakin pusing," sahut Darren sambil menekan intonasi suara agar tidak berteriak.
"Jadi kamu tidak menganggapku penting? Rasanya sia-sia saja aku menyusulmu ke Jakarta!" Darren kembali mengusap wajahnya karena Kathleen mulai menangis dan kasak kusuk orang di sekitar mereka mulai terdengar kencang.
"Kathleen, jangan menangis! Kamu mau kita jadi pusat perhatian?" ucap Darren tegas dan membuat Kathleen tersentak.
"Babe … kamu berani bersikap kasar padaku? Sungguh tidak bisa dipercaya, apakah gadis itu yang mempengaruhi kamu?" tanyanya dengan terpekik.
"Gadis itu? Siapakah yang kamu maksud, apa itu Cecilia? Dia itu mentor aku, rasanya kamu tidak pantas berpikiran buruk tentang dia," sahut Darren masih menahan kesabaran.
"Biarkan saja jika gadis ini mau berpikiran buruk tentang saya atau tidak! Di sini tugas saya sebagai mentor Bapak adalah mengingatkan orang yang dimentori agar tidak melenceng dari tujuan semula." Suara Cecilia terdengar tiba-tiba yang membuat mereka berdua menoleh ke arah yang sama.
Sepertinya Cecilia memperbaiki riasannya karena sewaktu snack time sekitar jam 10, warna oranye yang menempel pada bibirnya sudah mulai memudar. Lagi-lagi Darren harus mengakui jika aura kepemimpinan yang ada dalam diri Cecilia menguar begitu kuat pada dirinya.
"Hey sekretaris! Apa hak kamu untuk melarang Darren bersama saya lebih lama?" sentak Kathleen dengan mata menyalang, pria itu sampai terkejut karena baru melihat sosok Kathleen yang seperti itu.
"Tentu saja saya punya hak sebagai mentornya Bapak Darren. Saya bertanggung jawab kepada Bapak Giovani untuk memastikan putranya yang manja ini dapat menjadi CEO di masa depan," sahutnya dengan bahasa Inggris yang lancar.
Darren melihat juga kekaguman yang ditunjukkan oleh orang-orang yang berada di restoran itu untuk Cecilia.
"Dasar sekretaris! Kalau Darren sudah menikah dengan saya, kamu tidak akan bisa mengatakan hal itu kepada saya," sahut Kathleen yang semakin meradang.
'Oh Tuhan! Apa yang harus aku lakukan dengan 2 wanita yang seperti induk macan yang sedang berburu mangsanya? Masuk dalam pertengkaran jelas itu bukan ide yang bagus,' batin Darren lagi.
"Nona Kathleen, rupanya Anda semakin dibiarkan semakin tidak tahu diri. Bapak Darren tidak hanya bertanggung jawab pada Anda tetapi juga seluruh pegawai yang berada di bawah naungan Sanjaya Group. Apakah Nona mau bertanggung jawab jika pegawai-pegawai itu kehilangan pekerjaan karena ketidakbecusan dari pemimpinnya?" tanya Cecilia semakin pedas, bahkan Kathleen sampai terdiam dengan wajah yang memerah.
"Waktu 90 menit yang saya berikan hampir berakhir, silahkan Bapak pilih mau ikut saya ke kantor dengan baik-baik atau cara kekerasan?" tanya Cecilia yang kini mengalihkan pandangan ke arah Darren.
"Darren!"
Teriakan Kathleen tak lama terdengar, kelihatan sekali jika dia tidak suka dengan ucapan Cecilia.
"10 menit lagi." Cecilia sedang melihat smartwatch pada tangan kirinya dan tampak tidak peduli dengan rengekan Kathleen.
"Kathleen ... akan aku pesankan taxi untuk mengantarkan kamu kembali ke hotel. Sabtu besok aku janji menemani kamu seharian." Akhirnya dengan wajah yang masih merengut, Kathleen akhirnya menyetujui saran yang diajukan Darren.
Darren merasa seperti sedang kepergok istri sah saat bertemu dengan selingkuhannya. Padahal jelas-jelas Kathleen adalah kekasihnya. Sepertinya ia mulai merasa tidak waras karena berhadapan dengan 2 gadis dengan kepribadian yang berbeda jauh.