Perkenalan

1144 Kata
Bukan hanya terkejut melihat keberadaan gadis angkuh itu, tapi Darren juga tampak heran dengan penampilannya yang sangat berbeda. Gadis angkuh itu terlihat feminim. Memakai blouse berwarna coklat muda dengan rok berwarna coklat tua yang sangat cocok melekat pada tubuhnya serta memakai sepatu high heels setinggi 7 centi. Belum lagi ditambah dengan riasan yang meskipun agak tebal tapi tidak norak, malahan semakin menambah kesan elegan pada dirinya. “Ternyata gadis ini bisa juga berpakaian seperti ini,” batin Darren masih memindai penampilan gadis itu. Namun saat Darren memperhatikan lebih lanjut, terdapat bekas lebam di kedua betisnya. Sepertinya lebam itu sudah berhari-hari, apakah karena kecelakaan itu membuatnya terluka? Jika benar adanya, dia merasa sebagai pria tidak bertanggung jawab karena telah meninggalkan dan tidak segera membawa gadis itu ke rumah sakit. Pria itu juga dapat melihat raut penuh keterkejutan sang gadis, bahkan dia sampai membuang wajah ke arah lain saat Giovani sedang mempelajari berkas-berkas itu baru kemudian menandatanganinya. "Terima kasih karena sudah mengantarkan berkas penting ini, Cecilia," ucap Giovani setelah selesai dengan seluruh berkas itu. "Sama-sama, Pak," jawab Cecilia dengan nada datar tanpa senyum. "Oh iya, karena kalian berdua sudah bertemu. Saya akan memperkenalkan kalian berdua. Darren ini sekertaris Ayah, namanya Cecilia Wijaya. Dan Cecil, ini anak bungsu saya, Darren, saya harap kalian berdua akan dapat bekerjasama dalam proyek yang akan dimulai 2 minggu lagi." Mata keduanya sontak saja melebar saat mendengar perkataan Giovani. "Ayah, aku tidak setuju jika harus bekerja sama dengan orang sombong yang lagaknya kayak preman ini.” Darren spontan melontarkan protes, merasa tidak mungkin jika harus bekerja bersama gadis angkuh itu. "Saya juga tidak setuju jika harus bekerja dengan orang yang lagaknya selangit kayak dia, Pak Gio." Cecilia menimpali. Menunjukkan ketidaksetujuan seperti yang dikatakan Darren. "Melihat reaksi kalian, sepertinya sebelum ini kalian pernah bertemu," ucap Giovani sambil bergantian melihat keduanya. "Iya Pak, motor saya ditabrak sopir taksi yang dia tumpangi sewaktu saya dalam perjalanan mengambil pesanan Bapak hari Minggu kemarin," ucap Cecilia dengan nada ketus. "Hey, Mbak. Masih dendam, ya? Lagian motornya juga udah dimasukin ke bengkel langganan keluarga saya, terus kenapa masih sensi aja sama saya?" Sembur Darren yang jengah dengan tingkah laku Cecilia. Tak lama adu mulut di antara keduanya pun tak terelakan. Dari sudut matanya, Darren melihat Giovani menghela nafas saat melihat kelakuan keduanya yang tidak mau mengalah satu dengan yang lainnya. "Berhenti kalian berdua! Apa tidak malu dengan umur masih berantem kayak anak kecil? Atau sekalian mau Kakak kawinin aja kalian berdua biar enggak ribut terus?" Suara Intan yang menggelegar tak lama terdengar dan membuat Darren dan Cecilia reflek menutup kedua telinga. Keduanya serempak menoleh ke arah Intan yang hari ini memakai blazer tangan 3/4 berwarna lilac yang dikancingkan seluruhnya dengan celana panjang hitam dan sepatu high heel setinggi 5 centimeter. "Kak Intan habis makan toa ya? Suaranya keras banget, bikin sakit telinga tahu,” keluh Darren dengan nada kesal. "Iya Kakak habis nelen toa, makanya suaranya bisa kenceng kayak gini. Jadi, apa masalah kalian berdua sampai bisa bertengkar seperti ini?" tanya Intan sambil menunjuk ke arah Darren dan Cecilia. Darren memulai cerita pertemuan mereka berdua yang sangat menyebalkan. Intan tampak hanya duduk di sofa dan mengamati selama sang adik bercerita, sementara Cecilia memasang raut wajah tidak peduli. "Kalian ini hanya masalah sepele saja dibesar-besarkan. Bagaimana bisa kalian bekerja sama kalau begini caranya?" tanya Intan dengan kesal. "Ya kalau begitu, kami tidak perlu bekerja sama, beres, kan!” timpal Darren lagi. "Kalau itu tidak bisa Darren, proyek ini harus segera berjalan. Anggap saja sebagai latihan awal kamu bekerja di Sanjaya Group," ucap Giovani dengan nada memerintah. "Memangnya proyek apa yang sedang dikerjakan saat ini?" tanya Darren dengan mulut yang mulai terasa asam karena sudah beberapa jam tidak merokok. Giovani lanjut memberitahukan jika keduanya harus pergi ke daerah Fatmawati untuk memantau proses syuting dari body mist Gregorius pada 2 minggu lagi. Lalu setelah itu akan terbang ke Bali bulan depan untuk memantau proses peletakan batu pertama dan pembangunan selama 3 bulan di sana. "Baiklah, jika itu keputusan terakhir dari Bapak saya tidak bisa menolaknya lagi. Jika tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya izin pamit untuk kembali ke kantor," ucap Cecilia dengan nada datar, meski tidak ingin bekerja bersama Darren. Namun, gadis itu menghormati keputusan dari Giovani–atasannya. "Silakan, Cecil. Oh iya, kalau sempat nanti malam kamu ke rumah dan temui saya di ruang kerja karena ada yang ingin saya bicarakan sama kamu." Cecilia mengangguk sebelum meninggalkan ruangan dengan suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai. Sementara Darren masih tampak kesal. Tak bisa membayangkan jika dirinya ternyata harus bekerja dengan gadis yang menurutnya sangat angkuh itu. Bukan hanya angkuh, tapi juga menyebalkan. *** Hari pertama berkantor ternyata sungguh membosankan bagi Darren. Giovani juga mempekerjakan seorang sekertaris yang baru lulus untuknya. Sekertaris yang kepribadiannya bertolak belakang dengan Cecilia itu bernama lengkap Irene Candrawati. Melihat kedua sekertaris itu berdampingan membuat semua perbedaan itu terlihat jelas dalam pandangan Darren. Pria itu hanya menyunggingkan senyum canggung menghadapi Irene yang kentara sekali gugup dan sering melakukan kesalahan kecil. "Irene, kamu mengerti tidak yang saya jelaskan?" tanya Cecilia ketika dilihatnya sang junior hanya terdiam. "Saya mengerti, Mbak. Hanya entah kenapa begitu dipraktikan agak membuat saya kesulitan," jawab Irene sambil menunduk. "Jangan buat Pak Gio merasa kecewa karena sudah memilih kamu diantara 4 kandidat sekertaris lainnya." Darren terkejut saat mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Cecilia, seakan gadis itu tidak setuju jika Irene menjadi sekretarisnya. Dengan menunduk, Irene mengatakan jika dia akan berusaha yang terbaik agar tidak mengecewakan Giovani yang telah mempercayai dirinya. Cecilia yang melihat nyali Irene masih setipis selembar tissue hanya menghela nafas berkali-kali dan meminta Irene untuk keluar dari ruangan Darren setelah memberikan beberapa tugas untuk dikerjakan oleh sang junior. Darren mendengkus saat mendapati fakta jika sang ayah memilihkan sekertaris yang belum memiliki pengalaman, seakan juga ingin mengejek jika dia juga masih hijau dalam bisnis ini. "Bisa tidak kamu matanya enggak usah melotot kayak Suzana?" Dengkus Darren saat menyadari tatapan mata tajam yang dilayangkan oleh Cecilia. "Perasaan Bapak saja, mata saya memang begini." Sahut Cecilia dengan nada ketus sekaligus meluapkan rasa kesal yang ada di dalam hati karena menghadapi Irene "Terus apa ini perasaan saya juga kalau kamu sepertinya sinis sama saya?" tanya Darren dengan mata mendelik. "Iya, memang begitu." Darren kembali dibuat kesal karena jawaban Cecilia yang terbilang singkat. Gadis itu pun akhirnya pamit yang langsung dijawab Darren tanpa berkata, hanya lewat isyarat tangannya. Baru 20 menit Cecil pergi dari ruang kerjanya. Tiba-tiba Irene masuk setelah mengetuk pintu dan mendapatkan izin dari Darren. Raut wajahnya terlihat panik. Membuat pria itu jadi penasaran. “Pak Darren, Mbak Cecilia lagi berdebat hebat sama Pak Handoyo di ruang meeting. Bapak harus cepat ke sana buat misahin mereka, Pak!” Mendengar itu, Darren langsung beranjak dari posisi duduknya. Mempercepat langkahnya dengan berlari menuju tempat yang dimaksud Irene. “Dasar gadis preman … tapi ada apa sebenarnya? Kenapa Cecil sampai seperti itu? Terus Handoyo itu siapa?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN