Siapa sebenarnya yang terjebak

1249 Kata
Cecilia merasa sesak dan tak dapat bernafas saat kesadarannya mulai kembali. Tak lama gadis itu menggigil padahal dia merasakan sekujur tubuhnya tertutup. Jadi dari mana dia bisa kedinginan? Pikirnya dalam hati. Saat membuka mata hanya kegelapan yang menyapa, tapi tanpa perlu dikatakan Cecilia tahu jika dia tidak berada di kamar kostnya yang sangat sederhana. Kamar ini jelas terlalu luas dan mewah untuknya. Butuh waktu beberapa detik baginya untuk membiasakan matanya menerima kegelapan dan juga menyadari jika ada seseorang yang juga berbaring di sampingnya. Gadis itu juga baru merasakan beratnya tangan besar yang menimpa perutnya. Lagi-lagi kesadaran menghentak pikirannya. Dia tidak sendirian di ranjang luas ini. Tangannya menggapai apapun yang dapat diraih, tubuhnya seakan mati rasa dan yang paling mengejutkan dari semua itu, Cecilia tahu jika dirinya sudah kehilangan mahkotanya yang telah dia jaga selama 25 tahun hidupnya. Bagian tubuh bawahnya yang teramat nyeri seakan mengatakan semuanya. Tangannya seketika mengepal dengan erat hingga membuat urat-uratnya menonjol. Dalam hatinya, dia akan membalas apa yang telah terjadi pada dirinya kepada pria yang telah menikmati kesuciannya. "Sialan!" Jeritannya tak lama menggema dan membangunkan seseorang yang ada disampingnya dan otomatis melepaskan tangannya dari perut Cecilia. Mata pria itu mengedip beberapa kali untuk membiasakan cahaya, tapi hanya gelap yang dia lihat sejauh ini. Tapi dia sangat yakin jika suara gadis yang berteriak itu adalah Cecilia. "Cecilia! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Darren dengan nada terkejut. "Harusnya saya yang bertanya itu? Apa yang telah Bapak lakukan terhadap saya?" balas Cecilia dengan membentak. Jadi tuan muda manja ini yang telah..... Rasanya Cecilia juga tidak sanggup meneruskan apa yang ada dalam pikirannya. Darren yang belum memahami situasi hanya terdiam mendengar tudingan Cecilia. Secara naluriah tangannya menyentuh tombol yang otomatis menyalakan lampu tidur di kamar itu. Dan barulah dia terkejut saat melihat tubuh keduanya yang polos. "Saya tidak menyangka jika Anda sebejat ini!" sentak Cecilia saat dilihatnya Darren hanya terdiam. "Cecilia, saya juga tidak tahu apa yang terjadi. Dan lagi melihat penampilan kita dan sprei yang berantakan ini.... " Darren tak sanggup melanjutkan perkataannya, lagipula tanpa perlu dikatakan dia tahu jika semalam mereka telah mereguk kenikmatan yang bernama surga dunia. Dia juga mengamati tubuh Cecilia penuh dengan bercak merah, bahkan dibeberapa area sensitif gadis itu juga terdapat bekas gigitan. Apakah kemarin dia sangat buas sehingga membuat tubuh Cecilia menjadi seperti itu? "Bapak b******n juga ternyata!" umpat Cecilia dengan amarah yang masih bergelayut dalam d**a. Tak pernah terbayangkan olehnya jika harus melakukan perbuatan asusila sebelum menikah. Meski tak dapat dipungkiri dalam lubuk hati terdalamnya, Cecilia juga menikmati saat penyatuan mereka berlangsung. "Cecilia! Sudah saya katakan tadi jika saya pun tak tahu mengapa ini dapat terjadi." pekik Darren frustasi mencoba membela diri, kedua tangannya bahkan menutupi wajah. "Wine itu pasti sudah dicampur dengan sesuatu. Apakah Bapak memang tidak merasakan ada yang aneh?" tanya Cecilia yang mulai mengingat keanehan pada pesta kemarin malam. "Sejujurnya wine itu terasa manis dan pahit, saya kira itu memang ciri khas dari white wine yang kemarin kita minum itu....'' "Memangnya Bapak tidak pernah minum miras selama ini?" tanya Cecilia dengan nada tidak percaya. Darren lantas menjelaskan jika Regina tidak memperbolehkannya menyentuh minuman keras sebelum lulus dari SMA, dan kuliahnya di Boston membuat larangan itu diperpanjang hingga dia kembali ke tanah air. Hanya saja, meskipun Darren sudah bebas untuk minum, pria itu akhirnya memilih untuk menguduskan diri dari miras hingga di pesta tadi malam dia terbuai oleh white wine yang begitu nikmat dipandang mata. Cecilia hanya menghela nafas tanpa dapat bergerak sedikitpun dari tidurnya. Keperkasaan Darren yang membuat tubuhnya seakan remuk redam. Dia ingin mandi untuk menghilangkan jejak Darren yang tertinggal pada tubuhnya, hanya saja gadis itu begitu angkuh untuk meminta bantuan kepada pria yang sudah berbagi saliva dengannya. 'Ini buruk sekali, bagaimana aku akan melewati hari-hari ke depannya bersama dengan pria itu,' ucap Cecilia dalam hatinya, memilih untuk tetap berbaring hingga rasa sakit yang mendera tubuhnya berkurang. Dia juga tidak peduli dengan ketelanjangannya karena berpikir sudah tidak ada yang perlu ditutupi di depan Darren yang telah membobol kesuciannya. Sementara itu di kamar lain, Morgan yang baru terbangun menggeram kesal karena tidak menemukan keberadaan Cecilia. Tapi yang paling mengejutkan adalah wanita yang terbangun di sampingnya ternyata adalah Kathleen. "Kenapa malah dia yang bersamaku, ya apa boleh buat malam ini kamu akan kembali merasakan hangatnya tubuh Kathleen, Boy," gumam Morgan sambil menepuk-nepuk pusakanya yang mengacung tegak. Gairah tubuhnya yang masih membara akibat obat kuat yang dikonsumsi olehnya membuat Morgan menerkam tubuh gadis bule yang pernah menjadi teman tidurnya saat berada di Jepang 4 tahun lalu. Ingatan Morgan terhadap para wanita yang pernah ditidurinya sangat bagus meskipun sudah tak terhitung lagi berapa banyak gadis yang menghangatkan ranjangnya. Dengan cepat Morgan menstimulasi tubuh Kathleen dengan jari-jarinya hingga gadis itu terbangun. Tak butuh lama juga bagi gadis bermata biru itu untuk membiasakan diri dengan sentuhan Morgan. "Erghh, itu nikmat sekali, Morgan. Teruskan di situ," erang Kathleen yang sudah terbuai sepenuhnya. "Ternyata kamu masih nikmat seperti dulu, Kath, sungguh bodoh sekali Darren yang tidak pernah menjamah tubuh seindah ini," ujar Morgan yang mulai menyatukan kedua tubuh mereka. "Iya itulah prinsip sepupumu yang kuno dan kolot itu," sahut Kathleen disela desahan nikmat yang keluar dari mulutnya. Keduanya saling berlomba membuktikan siapa yang lebih mendominasi permainan tanpa sadar jika aksi amoral itu sedang direkam oleh sebuah kamera kecil yang terletak di sudut kamar yang menjadi saksi bisu pergulatan panas keduanya. Rekaman adegan panas Morgan dan Kathleen ternyata langsung ditampilkan pada sebuah layar ponsel pintar seseorang yang menatap jijik adegan yang seharusnya dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Orang itu tak menyangka jika Morgan dan Kathleen dapat melakukan hal licik demi memuaskan hasrat primitif keduanya dengan orang yang belum pernah bersetubuh. "Kamu berhutang padaku, Intan. Jadi apa yang bisa kamu berikan untuk membalas budi padaku?" wanita yang ternyata Intan itu mendongak lalu menatap lawan bicaranya dengan dingin. "Kenapa kamu jadi menganggap ini hutang?" protes Intan tak lama kemudian. "Karena jika aku tidak ada di pesta tadi, adik dan sekertaris itu akan berakhir mengenaskan di tangan kedua orang yang sedang syuting adegan hot itu," ucap orang itu dengan terkekeh. "Jadi kamu bersedia melakukan apapun untuk membuatku menikah denganmu. Sungguh kamu ini benar-benar orang yang licik, padahal lebih banyak wanita yang bersedia melemparkan tubuhnya padamu," sambar Intan dengan sarkas. "Tapi tidak ada yang seperti kamu yang melawanku sejak zaman sekolah dulu," perkataan itu membuat Intan terbelalak. "Melvin! Bisakah kamu tidak mengungkit hal yang telah lama berlalu?" sentak Intan yang tidak suka masa lalunya dibahas. "Suka atau tidak suka, kamu berhutang padaku, Intan. Dan kamu harus membayarnya," bisik Melvin dengan seringai sinisnya. "Dasar manusia k*****t!'' umpat Intan sambil mendorong tubuh kekar itu menjauhinya. "Terima kasih atas pujiannya, Intan sayang. Jangan lupa aku akan berkunjung ke rumah orang tuamu pekan depan, bersiaplah untuk menerima lamaranku," Melvin berbicara dengan nada yang semakin menyebalkan. "Hey! Aku belum menyetujui lamaran ini. Jadi jangan seenaknya saja membuat keputusan sendiri!" ucap Intan yang sudah sangat murka dengan kelakuan Melvin. "Ah, aku kecewa karena kamu menganggap lamaranku hanya main-main. Intan, jujur saja kamu juga tidak bisa melupakan aku 'kan,'' ucap Melvin yang semakin semangat menggoda Intan. "Dasar pria sinting! Aku malas bicara denganmu!" jerit Intan yang sudah kehilangan kesabaran. Menghadapi seorang Melvin Adinata tidak semudah yang dia duga. Padahal Intan sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk melawan serangan tak kasat mata yang terlempar ke arahnya. Tapi ternyata dia melupakan fakta, jika bukan hanya dirinya yang membutuhkan tameng, serangan kepada keluarga dekatnya ternyata yang dimanfaatkan pihak luar untuk menjatuhkan dirinya. Dan untuk yang satu itu Intan sangat menyesalinya, karena Melvin menggunakan kelemahan itu untuk mendapatkan dirinya.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN