Mereka bertiga makan dalam diam, Bli Nyoman yang biasanya berinisiatif untuk mengajak keduanya berbicara seperti sengaja fokus dengan makanannya. Darren bersyukur masalah dengan para pendemo itu setidaknya dapat terselesaikan dengan baik berkat kedatangan Cecilia. Sejujurnya dia tidak berani membayangkan betapa marahnya Giovani saat mengetahui jika Cecilia sengaja mengabaikan perintahnya.
"Ada masalah apa sampai Bapak memperhatikan saya sampai segitunya?" tanya Cecilia dengan ketus.
Gadis angkuh ini benar-benar menguji kesabaran Darren rupanya. Sebenarnya dia hanya melihat Cecilia yang sedang mencabik-cabik daging ayam dengan brutal dan mencelupkannya ke dalam sambal yang terlihat pedas itu, seakan sedang melampiaskan kekesalan. Tapi ternyata gadis itu menganggapnya sebagai peluang untuk menciptakan perdebatan dengan dirinya.
"Kamu ini mau makan atau ngajak ribut sih? Enggak lihat Bli Nyoman sampai enggak bisa menelan makanan dengan baik karena sikap kamu yang ketus ini!" Darren berkata dengan kesal.
Bli Nyoman pun sampai tersedak saat Darren menyebutkan namanya dan melanjutkan makan setelah menandaskan segelas teh tawar hangat.
"Kalau bisa sekalian, kenapa mesti satu-satu?" timpal Cecilia dengan nada menyebalkan.
"Cecilia.. Kita makan saja dulu!" ucap Darren dengan nada agak tinggi dan membuat Cecilia melengos ke arah lain.
Entah apa yang harus Darren katakan kepada sang ayah jika nanti Giovani menanyakan Cecilia. Apakah dia harus jujur atau menutupinya?
"Untuk urusan dengan Pak Gio, Bapak tidak perlu khawatir karena saya yang akan memberitahu langsung agar Bapak tidak dimarahi,'' ucap Cecilia tiba-tiba yang tahu apa yang sedang Darren pikirkan.
"Mulia sekali niat kamu, tapi kamu tidak perlu melakukannya jika hanya untuk menjelek-jelekkan saya di depan Ayah," sindir Darren yang direspon gedikan bahu oleh Cecilia.
"Pak Darren, Mbak Cecilia, Bagaimana kalau kita segera kembali ke penginapan?" tanya Bli Nyoman yang sudah menghabiskan makanannya. Pria itu merasa tidak nyaman saat melihat keduanya yang seakan siap untuk berdebat.
"Sebentar lagi, Bli. Saya belum menyelesaikan makan," ucap Cecilia yang malah memperlambat tempo makannya.
"Bagaimana kamu bisa cepat menyelesaikan makan jika mengunyah dengan perlahan?" timpal Darren, segera memasukkan nasi ke mulut Cecilia dengan sendok yang memang tersedia di setiap meja.
Gadis itu tak lama menyemburkan amarah dengan tatapan menantang. Darren yang tidak peduli dengan kemarahan Cecilia terus saja menyuapinya yang tidak dapat berbuat apapun karena kedua tangannya berlumur bumbu ayam. Akhirnya dengan beberapa paksaan, Darren berhasil menyuapinya hingga nasi yang ada di piringnya tidak bersisa.
"Nah kalau begini kan kita cepat pergi dari restoran ini. Sekarang cepat kamu cuci tangan kamu yang belepotan itu." titah Darren sambil membantu Cecilia berdiri dari duduk.
Darren sedikit tersentak karena jarak keduanya yang begitu dekat dan menyadari jika Cecilia memiliki tubuh yang pendek, tinggi badannya hanya sebatas dadanya. Apakah ini yang membuat dia gemar memakai sepatu hak tinggi? Pikir Darren dalam hati.
"Ada apa lagi Bapak menatap saya seperti ini? Mau mengejek tinggi badan saya yang kurang ini," ucap Cecilia dengan sinis saat Darren dengan terang-terangan mengamati tubuhnya.
Reflek Darren segera menyentil dahi Cecilia dan mengulangi perintah agar gadis itu mencuci tangannya secepat mungkin. Dia sempat mengaduh kesakitan sebelum menuju ke wastafel yang terletak di balik dinding tempat mereka berada saat ini. Gerutuan dan umpatan terus terlontar dari mulut gadis itu dan membuat Darren mengulas senyum canggung kepada setiap orang yang memandang interaksi keduanya yang aneh itu.
Cuaca mendung mengiringi perjalanan mereka, bahkan petir sesekali menyambar pohon membuat suasana semakin mencekam. Bli Nyoman sampai berkomat-kamit agar tidak ada pohon tumbang yang akan menutupi jalan. Meskipun hari masih terbilang sore, saat hujan akan turun seperti sekarang membuat masyarakat sekitar lebih memilih untuk melakukan aktifitas di dalam rumah dan membuat jalanan menjadi sepi.
"Bli bagaimana kalau saya menemani Bli berbicara agar suasana di mobil ini tidak semakin sepi kayak di kuburan," ucap Darren setengah menyindir Cecilia yang asyik berkutat dengan tabletnya.
Bli Nyoman menyambut usulan Darren dengan baik dan membuat sisa perjalanan 20 menit tidak terasa.
Keduanya banyak membahas bermacam topik yang membuat Darren sadar jika Bli Nyoman adalah pria berwawasan luas karena kegemarannya membaca buku. Hal itu semakin memperkuat keyakinan Darren untuk menempatkan pria asli Bali ini sebagai orang kepercayaannya.
Darren menghela nafas lega saat mobil mulai memasuki pelataran parkir dari penginapan yang cukup untuk menampung 30 mobil ini. Setidaknya dia dan Cecilia sudah aman di penginapan sembari menunggu hujan turun. Bli Nyoman pun sudah Darren perintahkan untuk segera pulang dengan mobil kantor ke rumahnya. Biarlah mobil kantor itu menginap selama semalam di kediaman pria itu.
Saat akan melangkah menuju lobi, sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Jackie Chan dan Kim Hee Sun pun terdengar, membuat Darren mengalihkan perhatian. Siapa yang memutar lagu yang cukup lawas itu? Rasa penasarannya langsung terjawab saat Cecilia membuka tas selempangnya yang berwarna coklat s**u dan mengambil ponselnya. Raut wajahnya sempat terlihat tegang walaupun hanya sesaat dan dengan cepat menjawab panggilan itu.
"Ada apa Pak Gio?"
Ah, pantas saja Cecilia terlihat resah seperti itu. Ternyata sang ayah yang menelepon. Setengah penasaran dengan apa yang dibicarakan keduanya, Darren mengikuti langkah Cecilia dengan tidak terlalu kentara. Semoga saja gadis angkuh itu tidak mencurigai gelagatnya yang aneh ini.
"Maafkan jika saya harus menentang perintah Pak Gio, keadaan di lokasi pertemuan sangat genting sebab pembicaraan tidak berjalan dengan baik. Para pendemo itu terus memaksakan keinginannya agar Sanjaya Group membayar uang kompensasi yang sebenarnya tidak ada," suara Cecilia yang tenang terdengar di telinga Darren.
Sayup-sayup Darren mendengar suara sang ayah yang murka karena Cecilia tidak menghiraukan perintah yang Giovani berikan agar gadis ini beristirahat total selama dua minggu. Sementara terlihat juga d**a Cecilia yang mengembang kempis, dia pun lantas mengusap wajahnya dengan kasar sebelum melontarkan perkataan kepada Giovani.
"Jika saya tidak di sana maka para pendemo itu akan melakukan hal anarkis lagi. Dan tidak menutup kemungkinan jika suatu saat mereka akan membawa kasus ini ke media sosial dan akan membuat citra Sanjaya group di masyarakat menjadi lebih buruk," ucap Cecilia yang dengan tenang meskipun raut wajahnya sudah masam.
"Cecilia, jangan melakukan hal yang berbahaya. Tugas kamu yang utama sekarang adalah membimbing Darren untuk mempelajari selak beluk Sanjaya Group. Itu saja!"
"Tapi bagaimana jika orang yang bersangkutan tidak mau mendengarkan saya?" tanya Cecilia dengan nada tajam yang membuat Darren merinding.
Rupanya Cecilia masih memiliki kesan yang buruk terhadap dirinya. Jadi itu yang membuat gadis itu sering sekali menyulut amarah yang berujung dengan perdebatan mereka berdua.
"Cecilia... Dengarkan ini, Saya tidak akan mentolerir lagi jika kamu mengabaikan perintah saya. Kamu tidak mau bukan, jika harus dimutasi keluar pulau." Suara ancaman Giovani yang terdengar membuat Cecilia bungkam, meskipun raut wajahnya masih menunjukkan ketidaksukaan akan kalimat yang dikatakan oleh sang CEO.
Mendengar nada khawatir dari mulut sang ayah, mau tak mau membuat Darren berfikir jika Cecilia adalah sekretaris yang paling Giovani istimewakan dibandingkan sekretaris-sekretaris yang pernah dia miliki sebelumnya.
"Segera periksakan kaki kamu ke dokter ortopedi dan lakukan fisioterapi sesuai dengan jadwal yang telah diberikan oleh rumah sakit. Jangan sampai, cedera di kaki kamu bertambah parah dan itu akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari kamu," ucap Giovani setelah terdiam beberapa saat.
"Baik, lusa saya akan ke rumah sakit dan melakukan fisioterapi." Putus Cecilia setelah terdiam dan memejamkan mata.
Mendengar sang ayah murka seperti itu semakin membuatnya yakin jika luka yang berada di kedua kaki dan retak di punggung Cecilia adalah sesuatu yang parah. Rasa marah dan kesal yang sempat muncul kepada gadis itu, kini berganti menjadi rasa simpati karena Cecilia juga memiliki satu kekurangan, yaitu insecure terhadap tinggi tubuhnya dan lebih memilih memakai sepatu hak tinggi untuk menutupinya. Namun sayang sekali, reaksi tubuhnya menolak dan gadis itu kerap mendapatkan cedera.
"Apa yang Bapak lakukan di sana? Jangan-jangan Bapak mendengar percakapan saya di telepon!" Tuding Cecilia dengan suara keras yang membuat Darren terkejut sebab ketahuan jika sedang mengikutinya.
Ah, Darren. Kau sungguh bodoh! Bisa-bisanya melamun dan berakhir dengan ketahuan oleh Cecilia. Maki Darren dalam hati.
"Siapa yang menguping? Kamu saja yang berpikiran negatif."
Sial! Niat hati ingin berdalih, namun intonasi suaranya yang tinggi membuat Cecilia semakin menyipitkan mata saat menatapnya. Gadis itu bahkan berjalan dengan terseok-seok. Ah, kenapa dia melupakan fakta jika cedera di kedua kakinya pasti masih meninggalkan rasa sakit.
Itu berarti tadi saat berjalan dengan tenang menghadapi para pendemo, gadis itu memaksakan agar berjalan dengan biasa? Sekarang dia mengerti mengapa Giovani dan Intan sampai murka dengan gadis yang sedang berdiri di hadapannya ini. Cecilia sungguh memiliki watak yang keras kepala dan mengabaikan kesehatannya jika itu menyangkut urusan pekerjaan.
"Lebih baik kita segera menuju kamar masing-masing dan tidak melanjutkan perdebatan ini. Jika kamu masih tidak mau mendengarkan saya, maka akan saya gendong saat ini juga." Cecilia menghentikan langkahnya dan menatap Darren tidak percaya.
Akan tetapi, beberapa saat kemudian dia menyeret langkah kakinya menuju lift dan Darren menyusul di belakangnya. Sepertinya sedikit demi sedikit dia tahu cara menaklukkan Cecelia agar dia mau mendengarkan perkataannya.
"Saya yang akan menemani kamu ke rumah sakit mulai besok. Jadi jangan pernah berpikir untuk mangkir dari terapi ini." Ancam Darren yang kembali menerbitkan helaan kasar di mulut Cecilia.
"Bapak tidak punya hak untuk melakukan itu!" jerit Cecilia saat keduanya sudah memasuki lift yang ternyata kosong ini.
"Saya ini atasan kamu jadi berhak melakukannya. Ini perintah dan kamu harus melakukannya,' ucap Darren sambil menyunggingkan senyum kemenangan kepada Cecilia yang semakin terlihat meradang di tempatnya berdiri.
"Ini perintah dan peringatan untuk kamu." Titah Darren.
‘Oh Cecilia, jika sejak awal aku tahu jika cara untuk menaklukkan kamu adalah menerapkan cara yang sama seperti ayah. Maka aku tidak akan banyak menghabiskan energi untuk berdebat denganmu’. Ucap Darren di dalam hati dengan tersenyum lebar.