"Tadi Morgan datang ke mari dan menyusul kamu ke taman setelah Bunda bilang mau joging di sana. Kalian sudah bertemu?" tanya Regina saat Darren memasuki ruang tamu.
"Sudah dan kami membicarakan beberapa hal penting saat kami bertemu di taman tadi," jawab Darren yang langsung menghabiskan segelas air putih hangat yang di ulurkan oleh sang bunda.
"Tumben sekali kalian berdua akur seperti itu. Biasanya dari dulu Morgan itu yang paling iseng meledek kamu sampai menangis," kata Regina yang mulai mempersiapkan sarapan.
"Mungkin karena kami sudah dewasa makanya Morgan berubah sifatnya," ujar Darren yang segera langkah menuju kamar menghindari pertanyaan Regina selanjutnya. Dia merasa bersalah karena sudah membohongi Regina.
"Yang cepat mandinya, Ayah sekarang sudah tidak boleh telat makan lambungnya gampang kena," Darren berhenti sejenak untuk menyahut ucapan dari sang bunda.
10 menit kemudian pria itu sudah siap di meja makan, lagi-lagi Intan tidak terlihat di Minggu pagi ini terlihat dari kursinya yang kosong.
"Kakakmu pergi jam 4 pagi ke bandara dia ngejar penerbangan pagi ke Surabaya," ucap Giovani yang seakan mengerti kebingungan Darren.
"Rasanya koq Kak Intan jadi semakin sibuk akhir-akhir ini? Ada proyek penting?" Darren menyuarakan apa yang ada dipikirannya beberapa waktu ini mengenai Intan.
"Dia sedang ada misi penting dalam waktu 2 tahun ini untuk memperkuat posisinya agar tidak seorang pun yang dapat mengusiknya," celetuk Regina dengan ketus.
"Bunda, kita hanya perlu percaya saja sama Intan, jika dia bilang tidak mau mengalah dengan keluarga Adinata maka anak itu akan melakukannya dengan cara apapun," ucap Giovani dengan lembut setelah menghela nafas berkali-kali.
Darren mengernyit saat sang ayah menyebutkan nama Adinata, salah satu keluarga yang juga merupakan pesaing keluarga Sanjaya sejak 3 generasi lalu.
"Ada yang bisa menjelaskan kepada aku apa yang terjadi antara Kak Intan dengan keluarga Adinata?" Darren langsung menyambar saat melihat Regina yang akan menyahuti Giovani.
"Bunda, maafkan Ayah yang sepertinya terlalu serius berbicara saat di meja makan. Sekarang lebih baik kita sarapan dulu baru setelah itu kita harus bicara juga dengan Darren akan apa yang terjadi terhadap Intan," Regina mengangguk paham dan segera meminta salah satu art untuk membantu membawakan sarapan ke meja makan.
Sarapan yang seharusnya enak ini malah tidak dapat Darren nikmati karena percakapan kedua orang tuanya mengenai Intan. Sang kakak adalah seseorang yang kuat dan tidak mudah diintimidasi oleh siapapun. Jika memang benar keluarga Adinata memiliki niat buruk kepad Intan, maka dapat dipastikan akan ada pertempuran tak kasat mata diantara keluarga Sanjaya dan Adinata.
"Darren, ayo ke ruang kerja ayah terlebih dahulu biar Bunda akan menyiapkan teh dan kopi selagi kita bicara, tadi." ucap Regina saat Darren akan mengikuti langkah kaki sang ayah.
"Jadi jelaskan apa yang terjadi antara Kak Intan dan keluarga Adinata?" desak Darren setelah berdua duduk di sofa yang ada di ruangan kerja Giovani.
"Keluarga Adinata ternyata bertindak licik, dia menginginkan anak bungsunya Melvin untuk menikah dengan Intan. Kita semua sudah tahu bagaimana skandal dia dengan para gadis," ucap Giovani dengan gigi bergemeletuk menahan emosi.
"Bahkan ada seorang gadis yang menuntut pertanggungjawaban Melvin karena sudah menghamilinya. Tapi yang terjadi malahan gadis itu yang dianggap menggoda Melvin. Bunda tidak rela jika Intan harus menikah dengan pria seperti itu." Sambar Regina yang tengah membawa sebuah baki berisi 2 cangkir.
"Bagaimana dengan Kak Intan sendiri?" tanya Darren dengan tak sabaran.
"Dia masih berusaha untuk menolak lamaran Melvin dengan mengambil beberapa proyek yang nilai tendernya cukup besar. Jadi tidak ada istilah keluarga Adinata dapat menanamkan modal dengan embel-embel pernikahan keduanya," jelas Giovani sambil menyeruput secangkir teh hangat yang langsung membuat tubuhnya nyaman.
Darren mengamati lekat raut wajah Giovani yang keriput semakin mempertegas usianya yang sudah senja ini. Apakah hanya perasaannya saja ataukah sang ayah yang memang cepat bertambah tua semenjak dia pulang?
"Apakah itu yang membuat Kak Intan menjadi lebih uring-uringan beberapa waktu ini?" tanya Darren dengan lebih mendetail.
"Iya karena ternyata Melvin itu kakak kelasnya sewaktu SMA yang memang terkenal playboy dan suka mempermainkan hati para gadis yang menyukainya. Teman baik Intan pernah menjadi korbannya dan sampai sekarang tidak diketahui kabarnya sama sekali," Darren melebarkan mata saat mendengar betapa brengseknya pria yang melamar sang kakak.
"Pantas saja Kak Intan bekerja tidak kenal lelah seperti itu, ternyata untuk menghindari pernikahan paksaan ini," sahut Darren yang mulai mengerti akar permasalahan yang dihadapi Intan.
"Jadi kamu sudah mengerti mengapa kami memanggil kamu pulang setelah wisuda? Biar bagaimanapun Intan tidak bisa sepenuhnya menghandle kerjaan Ayah karena dia sibuk dengan bisnisnya," Darren merinding saat sang ayah mengucapkan hal itu. Seakan pria senja itu sudah sepenuhnya memintanya untuk bertanggungjawab atas kelangsungan Sanjaya Group.
"Tapi Kak Intan kan bisa masuk ke posisi manajerial di Sanjaya Group?" tanya Darren yang merasa heran.
"Dewan direksi dan pemegang saham tidak menyetujui jika Intan memegang posisi penting di Sanjaya Group," ucap Giovani dengan helaan nafas panjang.
"Kenapa?" tanya Darren masih mendesak sang ayah.
"Jawaban itu akan kamu ketahui sebentar lagi. Darren, Ayah mau pergi berjalan-jalan dengan Bunda hanya berdua saja, kita sudahi saja pembicaraan sampai sini," ucap Giovani yang menatap sang istri dengan pandangan memuja dan menunjukkan penghargaan seorang pria kepada wanitanya.
Perasaan yang tidak pernah pudar diantara keduanya membuat Darren dan kedua kakaknya menjadikan mereka contoh bagaimana harus memperlakukan pasangan dengan sebaik-baiknya. Giovani yang tidak pernah membentak ataupun meremehkan saat Regina melakukan kesalahan, justru dengan sabar pria itu memberitahukan sang istri apa yang harus dilakukan.
Begitu pula dengan Regina yang adalah putri tunggal dari keluarga Abimanyu dan memiliki kekayaan lebih besar daripada keluarga Sanjaya tidak pernah meremehkan sang suami. Bahkan wanita itu menghormati Giovani sebagai seorang suami dan kepala keluarga.
"Darren, kenapa kamu seringkali melamun akhir-akhir ini? Ada masalah apa sampai mengganggu pikiran kamu?" teguran Regina membuat Darren terkesiap dan mengalihkan pandangan ke arah wanita yang sudah melahirkannya dengan bertarung nyawa.
"Aku hanya memikirkan tentang masa depan, semoga saja nanti pernikahanku dapat seperti Ayah dan Bunda yang langgeng sampai saat ini." Dengan cepat Darren menyuarakan apa yang ada dalam pikirannya.
"Kalau begitu kamu bisa mulai dari mencari orang yang tepat untuk mendampingi hidup kamu seumur hidup. Oh iya, kapan kamu mau bawa pacar kamu ke sini untuk ketemu Bunda?" mendengar pertanyaan itu membuat Darren teringat jika harus memutuskan hubungan dengan Kathleen secepatnya.
"Sepertinya aku tidak akan melanjutkan hubungan ini dengan Kathleen," ucap Darren sambil menatap lekat mata sang bunda.
Regina hanya memandang Darren sejenak sebelum akhirnya berbicara, "Kalau itu sudah jadi keputusan kamu, Bunda tidak masalah. Cuma satu nasihat Bunda, selalu minta tuntunan Tuhan akan apa yang akan kamu kerjakan setiap saat. Oh iya, Bunda keluar dulu Ayah pasti sudah menunggu lama."
Baru saja Darren membuka pintu kamar, iPhonenya berbunyi nyaring dan terlihat nama seorang teman pria satu sekolah dengannya yang lama tidak bertukar pesan. Teman lama yang kini tinggal di Surabaya dan seketika saja pikiran Darren langsung tertuju pada Intan. Apakah ini suatu pertanda ataukah hanya kebetulan. Pikirnya sebelum mengusap ikon telepon berwarna hijau itu.
"Hey Darren, apa kabar? Aku baca di grup sekolah katanya kau sudah pulang ke Jakarta. Jadi sekarang kau yang mengurus Sanjaya Group pantas saja aku baru saja melihat Kak Intan mendarat di bandara Juanda," tanya sang melalui sambungan telepon.
"Aku baru pulang sekitar 3 bulan ini dan iya memang benar jika aku sekarang menjadi wakil CEO di Sanjaya Group," jelas Darren sambil menerka ada kepentingan apa temannya menelepom.
"Ah, apa karena itu Kak Intan berusaha mati-matian untuk memperkuat bisnisnya. Perusahaan tempat aku bekerja sering bersaing dengan perusahaan kak Intan dan kami selalu kalah olehnya," ucap sang teman dengan tawa geli.
"Apa maksudmu berkata seperti itu?" tanya Darren dengan nada agak meninggi.
"Ternyata sifat pemarahmu tidak berubah banyak meskipun sudah di negara orang selama 8 tahun," sahutnya disertai decakan heran.
"Karena kau ini bicaranya tidak langsung pada tujuan seperti obat nyamuk bakar yang melingkar saja," sindir Darren pada sang teman yang dibalas gelak tawa.
"Baiklah, aku mendengar kabar jika Melvin Adinata sedang gencar-gencarnya mengejar kakakmu itu. Bahkan ada teman kuliahku yang sekarang tinggal di Perth pernah memergoki kak Intan yang sedang menolak Melvin dengan sinis tapi pria itu bertekad akan terus mengejar Kak Intan sampai dia menerima lamarannya."
Dengan lancar sang teman mengatakan apa yang tidak dikatakan oleh Intan kepada keluarganya.
"Apa yang temanmu katakan itu benar ataukah hanya persepsi dia semata," jawab Darren yang tidak mau percaya begitu saja dengan yang temannya katakan.
"Tentu saja ini benar dan jika kau tidak percaya aku akan mengirimkan rekaman video yang temanku ambil secara diam-diam. Oh iya untuk yang satu ini aku mau minta maaf atas nama temanku ini. Maka dari itu aku menelpon kau untuk mengatakan kabar yang aku dengar mengenai Kak Intan. Aku tutup dulu teleponnya dan kalau sempat mampirlah ke Surabaya akan aku jamu secara istimewa."
Panggilan pun ditutup dan tak lama bunyi pesan terdengar. Darren segera mengklik salah satu dari 3 video yang temannya kirimkan itu dan matanya tak lama terbelalak.
'"Dasar Melvin b******k! Aku akan membuat perhitungan dengan pria itu secepatnya," umpatnya saat selesai menonton 3 video itu.