"Berani sekali kamu menampar tamu kita? Enak saja kamu ya. Apa kamu pikir menerima gaji itu dari keluargamu? Dari hotel ini dan tamu yang datang. Kalau tak ada tamu yang datang, kamu tak akan mendapatkan gaji." Kemarahan sang kepala divisi memukul meja begitu keras membuat Aruna yang berdiri tak jauh dari meja hanya bisa menundukkan kepala. Ia tak bisa diam saja, ia cenderung selalu membela diri, tak perduli siapa yang ia lawan dan siapa yang ia temui, harga diri itu penting, jika seseorang berbuat semena-mena memang harus di berikan pelajaran.
"Pak, dia duluan yang memegang b****g saya, saya tentu saja tak terima diperlakukan seperti itu," kata Aruna membuat kepala divisinya itu menggeleng dan bersedekap didepannya.
"Kamu pikir saya akan percaya? Tamu kita tak mengakui perbuatannya itu. Kamu saja yang merasa seperti itu. Kan banyak tamu yang lalu lalang, Siapatahu saja bokongmu ke sentuh."
"Itu tak masuk akal, Pak."
"DIAM!" bentak sang atasan membuat Aruna berhenti membela diri.
Sesaat kemudian terdengar suara ketukan pintu ruangan kepala divisi, lalu masuk dan memberikan ponselnya kepada kepala divisi.
"Ada apa?" tanya Burhan—kepala divisi khusus SDM.
Burhan lalu menonton apa yang sudah di tunjukkan salah satu karyawannya dan itu video tentang perbuatan Sigit pada Aruna, Sigit terbukti memegang b****g Aruna lebih dulu, karena itu Aruna bereaksi demikian dan menampar mantan suaminya itu.
Bagaimana ia mau bersikap sopan jika tamu saja tak sopan kepadanya. Ia hanya karyawan bantuan di divisi front liner, tapi ia malah di permalukan seperti itu, meskipun balasannya setimpal, ia juga cukup mempermalukan Sigit.
Sigit mendongak dan menghela napas halus, ia melihat Aruna yang masih berdiri dihadapannya.
"Aruna, kamu berhasil membuktikan perbuatan tamu kita itu salah." Burhan mendesah napas.
Aruna mendongak dan menoleh melihat Sista, salah satu temannya di kantor. Sista adalah adik dari Santi—sahabatnya selain Rosa.
Sista lah yang memperkerjakannya dan merekomendasikannya agar ia bisa bekerja di sini. Sista adalah karyawan lama di sini, posisi Sista lebih tinggi darinya.
"Kan pak? Saya tak mungkin bohon, Pak."
"Ya sudah. Kembali bekerja. Saya akan memberikan sansi kepada tamu yang sudah duluan menyentuh bokongmu itu," kata Burhan.
Aruna dan Sista lalu keluar dari ruangan Burhan, Aruna memeluk Sista dan tersenyum.
"Sis, terima kasih ya, kamu memang kawan yang baik," kata Aruna membuat Sista tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Jangan salah sangka dulu, kali ini bukan aku yang menolongmu," tutur Sista membuat Aruna menautkan alisnya.
"Lalu siapa kalau bukan kamu? Kamu juga yang menunjukkan video itu pada Pak Burhan." Alis Aruna nyaris bertaut karena heran.
"Memang aku yang menunjukkan video itu pada Pak Burhan, tapi video itu sudah ada di laman website hotel sebelum saya masuk ke ruangan Pak Burhan, jadi saya hanya memperlihatkan atau menunjukkan kepada Pak Burhan agar beliau tahu kebenarannya tapi bukan saya yang mengupload video itu," jawab Sista menjelaskan.
"Kalau bukan kamu lalu siapa, aku nggak dekat sama siapa pun di hotel ini."
"Kamu mau minta kode akunnya?"
"Boleh deh. Boleh ya aku minta. Kamu kasih aku dan aku akan melacaknya. Dia pasti salah satu orang yang bekerja di hotel ini, aku mau berterima kasih kepadanya dan aku bakal seneng banget kalau ketemu dia. Tapi, aku masih penasaran siapa dia. Dan, kenapa dia menolongku?"
"Mungkin dia pengagum rahasiamu," jawab Sista.
"Ah kamu ada-ada aja, mana ada jaman sekarang pengagum rahasia, lagian aku ini siapa? Aku ini bukan siapa-siapa loh, aku juga seorang janda yang ditinggal nikah sama suaminya dan kemungkinan semua orang mengira bahwa ada yang salah dariku, makanya suamiku pergi ninggalin aku," kekeh Aruna menggelengkan kepala lagi.
"Mantan suamimu saja yang nggak bersyukur memiliki kamu, jadi ngapain memikirkan laki-laki yang nggak pernah bersyukur itu? Karena laki-laki seperti itu tak akan pernah puas dengan satu wanita dan sulit untuk berubah," kata Sista.
"Benar kata kamu. Makanya aku malas banget dan marah banget pas dia megang b****g aku, kayak pengen aku tumbuk mukanya."
"Haha. Bener tuh, emang wajib. Siapa suruh jadi lakik gatal banget." Sista tertawa ikut Aruna.
"Meskipun bukan kamu yang mengupload video itu tapi aku senang banget kamu datang di saat waktu yang tepat dan menunjukkan ke Pak Burhan tentang apa yang terjadi sebenarnya dan buat orang yang sudah membantuku kali ini, ku ucapkan terima kasih, andai nanti aku bertemu dengannya aku pasti akan mentraktirnya makan selama satu bulan," seru Aruna terbebas dari tuduhan dan itu menyenangkan sekali.
Sista tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan sahabat dari kakaknya itu
"Aruna, kamu dipanggil asisten GM," kata salah satu temannya lagi yang bernama Mirna.
"Kok aku jadi dipanggil asisten GM sih? Aku jadi takut. Dimana aku harus pergi menemui asisten GM, Mir?" tanya Aruna.
"Di ruang rapat B," jawab Mirna. "Cepetan gih. Tadi aku lihat dia marah-marah entah deh marah karena siapa."
"Yang pasti marah ke aku lah." Aruna lalu melangkah keluar ruangan divisi SDM dan langsung menuju ruang rapat yang ada di lantai yang sama.
Dihotel ini ada dua tempat rapat, satunya ruang rapat A, satunya ruang rapat B dan terakhir ruang rapat C. Jadi, jika itu berkaitan semua staf, pasti akan ke ruang rapat B. Jika berkaitan dengan pemegang saham, dan seluruh anggota dewan perusahan akan dilakukan di ruang rapat A, karena tempatnya lebih besar dan lebih luas. Sementara ruang rapat C khusus team masing-masing divisi.
Hotel ini juga ada fasilitas ruang rapat yang paling besar, yaitu ada di lantai 3. Dan, itu disewakan juga pada perusahaan lain jika ingin mengadakan rapat di tempat ini.
Aruna mengetuk pintu ruang rapat dan masuk secara bersamaan. Aruna lalu menghadap asisten GM yang sudah duduk di salah satu kursi yang ada di ruang rapat ini. Aruna menggaruk leher belakangnya yang tak gatal dan berdiri dengan kepala menunduk.
Lalu tanpa ia sadari ada Sigit juga duduk disalah satu kursi yang ada di depannya. Aruna menautkan alisnya. Ia akan memberitahu semuanya dan menunjukkan video dari laman website hotel ketika Sigit merasa dirugikan atas apa yang ia lakukan.
Bagi Aruna itu setimpal, tapi Sigit malah merasa paling dirugikan atas apa yang terjadi. Pasti karena tak bisa menahan malu.
"Maafkan aku, Aruna," lirih Sigit membuat Aruna mengangkat wajahnya dan menatap wajah Sigit. "Aku salah. Aku akui, aku sudah melecehkanmu dengan memegang bokongmu. Tapi, aku benar-benar merasa antusias ketika melihatmu berjalan di depanku."
"Apa? Kamu antusias?"
"Sekali lagi aku minta maaf, aku akan menerima semua hukuman yang kamu layangkan. Aku tak akan menghentikan atau kecewa, atau merasa dirugikan. Karena semua ini salahku."
Sigit adalah orang yang egois namun dengan mudahnya meminta maaf, apa karena video yang sudah ia tonton? Ada bukti bahwa ia telah melecehkan Aruna lebih dulu, sebelum Aruna menamparnya.
Aruna mengelus leher belakangnya, ia tersenyum akhirnya mendapatkan maaf dari Sigit. Itulah yang ia inginkan agar Sigit tak semena-mena lagi kepadanya.
"Kamu maafkan aku, 'kan?" tanya Sigit.
"Kalau kamu udah minta maaf ya aku pasti maafin kamu, sebagai hukumannya aku mau kamu pergi dari sini."
"Aku memang sudah cek-out."
Aruna mengangguk.