Aruna adalah salah satu staf HRD di hotel Bagaskara, namun hari ini ia di beri kepercayaan untuk membantu staf lainnya untuk mengurus tamu hotel yang mengadakan acara kantor hari ini.
Semua tamu-tamu undangan kantor sudah datang, Sigit dan Hasfina adalah salah satu tamu undangan yang sudah hadir di aula hotel, mereka semua terlihat tampan dan cantik, mengenakan setelan jas dan gaun yang cantik, di berikan sedikit polesan wajah dan warna kemerahan di pipi wanita-wanita cantik yang datang. Mereka semua berpasang-pasangan, meskipun belum menikah mereka datang menggandeng kekasih mereka.
Suara deheman terdengar membuat Aruna menoleh dan melihat pria itu datang lagi. Selalu saja datang menghampirinya, Aruna juga tak tahu mengapa pria itu terus ada di sekitarnya.
"Lumayan ramai," kata Seno.
"Kamu sebenarnya siapa? Kenapa selalu datang menemui saya? Kamu tamu di sini?" tanya Aruna mulai merasa tak suka dengan kehadiran Seno yang selalu datang secara tiba-tiba dan mengejutkannya.
"Saya? Saya—"
"Siapa? Kenapa tidak menjawab?"
"Saya baru akan menjawab," kata Seno.
"Lalu siapa? Katakan. Kenapa selalu ada di sekitar saya? Setiap saya sendiri, kamu selalu datang. Memangnya ada apa? Apa yang kamu inginkan dari saya?"
"Saya salah satu tamu undangan di sini," jawab Seno berbohong. Ia tak mungkin memberitahu Aruna bahwa dia adalah GM di hotel ini, apa jadinya kalau Aruna tahu? Mungkin sikap Aruna tak akan ceplas-ceplos seperti saat ini. Pasti akan ada yang berubah. Sementara Seno suka Aruna yang ceplas-ceplos.
"Kamu salah satu undangan di sini? Pantas saja. Kamu terus ada di hotel ini."
"Tapi, saya akan selalu ada di hotel ini, meskipun acara berakhir," sergah Seno membuat Aruna menautkan alisnya.
"Kamu kerja di sini?"
"Saya tinggal di sini," jawab Seno lagi.
"Kamu tinggal di sini? Di lantai berapa?"
"Kenapa kamu mau tahu? Apa itu membuatmu penasaran?"
Aruna menautkan alisnya. Jika Seno tinggal di sini, artinya Seno bukan orang sembarangan, apalagi hotel ini adalah hotel bintang lima yang memberikan banyak fasilitas di dalamnya. Bahkan yang datang menginap di sini, bisa request apa pun yang mereka inginkan, dan hotel akan menyediakannya.
Hotel ini terkenal hotel termahal di kota besar ini, bahkan harga permalamnya mencapai puluhan juta. Jadi, jika masuk di hotel ini harus benar-benar menyediakan uang yang banyak.
Jika, Seno tinggal di sini artinya Seno adalah orang kaya.
Semenjak kakaknya meninggal, Seno memilih tinggal di sini, karena tak mau serumah dengan kedua orangtuanya yang begitu tak menyukainya. Dulu, semuanya baik-baik saja, namun ketika Santos pergi untuk selamanya, semuanya jadi berubah, Seno merasa rumah yang biasanya menjadi tempatnya pulang, tak lagi senyaman itu.
Pernah sekali ia bertengkar hebat dengan ayahnya, hanya karena ayahnya tak suka ia bercerita tentang Santos, apalagi ketika kakaknya itu meninggal, semua yang Santos miliki menjadi milik Seno satu-satunya. Jadi, Seno di anggap mengambil untung dari kepergian kakaknya.
Seno lalu berbaur dengan semua tamu undangan, banyak yang datang menyalaminya dan menyambutnya, sebagai GM hotel, sesekali Seno memang harus datang dan turun langsung ketika ada acara besar di hotelnya. Dan, acara yang berlangsung bukan acara lain, melainkan acara perusahaannya juga. Jadi, ia diwajibkan hadir untuk mewakili kedua orangtuanya. Yang tak mau datang.
Sejak tadi, Sigit memperhatikan Aruna yang tadinya mengobrol dengan Seno, pria tampan yang memiliki karisma yang kuat, bahkan banyak wanita yang menatap Seno dengan wajah bahagia. Bagi sebagian wanita, menjadi simpanan mereka sudah sangat beruntung.
"Mas kenapa?" tanya Hasfina tahu sumber penglihatan suaminya.
"Aku nggak apw-apa, Sayang."
"Semenjak Mas ketemu sama Mbak Una, Mas jadi kayak nggak fokus gitu ya? Apa mas masih ada rasa sama Mbak Una? Kenapa mas nggak ngomong aja ke Fina, Mas? Kan Fina akan ngerti. Daripada diam-diam melihat Mbak Una kayak gitu. Membuat Fina jadi nggak enak sama mas." Hasfina mulai berbicara panjang lebar.
"Selamat malam, Pak Sigit," ucap salah satu petinggi di perusahaan tempatnya bekerja.
"Selamat malam, Pak," ucap Sigit menyambut uluran tangan pria yang kini berdiri dihadapannya.
"Bapak sama istri? Bukannya istri bapak tak berhijab?"
"Dia istri baru saya. Perkenalkan namanya Hasfina."
Hasfina tak menyalami pria itu dan hanya bersalaman dengan cara tak saling menyentuh.
"Jadi, Pak Sigit sama Bu Aruna sudah pisah?"
"Iya, Pak. Sudah cukup lama sih."
Pria itu mengangguk paham. "Kalau begitu, saya permisi ya."
Sigit dan Hasfina tersenyum. Mereka di salami terus menerus, seolah-olah mereka sang pemilik acara.
Sigit lalu menoleh melihat Aruna lagi, yang saat ini sedang memberi intruksi pada pelayan. Semuanya terlihat sibuk menambah makanan yang sedikit kurang, tak ada putus-putusnya makanan yang datang dan jamuan yang tersedia.
Ketika Aruna hendak melintasi Sigit, Sigit malah menyergap Aruna dengan menggenggam lengan mantan istrinya itu. Aruna menoleh dan menautkan alisnya. Sigit menggenggam Luvina didepan istri barunya.
"Lepaskan saya." Aruna berusaha melepaskan genggaman tangan mantan suaminya.
Sigit menoleh dan melihat Hasfina yang saat ini menatapnya heran dan melihat genggaman tangannya di lengan Aruna. Hasfina pasti cemburu kepada Aruna.
"Lepaskan saya!" Aruna akhirnya berhasil melepaskan genggaman tangan mantan suaminya.
Seno menoleh melihat Aruna dan pasangan suami istri yang terlihat saling menatap. Ia juga melihat genggaman Sigit di lengan Aruna yang sudah terlepas.
"Bersikaplah layaknya suami didepan istrimu. Jangan menggenggam wanita lain didepan istrimu. Karena itu akan menyakiti hatinya. Pura-pura saja tak melihat saya. Sudah saya katakan agar tak lagi menyapa saya, anggap saja kita tak saling mengenal. Itu yang kamu inginkan dulu. Jadi jangan bersikap seperti ini." Aruna menggeleng.
Sigit lalu mendekati Aruna lalu berbisik pada Aruna. "Apa kamu gak merindukanku?" tanya Sigit.
"Apa maksudmu?"
Sigit lalu memegang p****t Aruna membuat Aruna spontan menampar wajah Sigit, membuat semua tamu undangan yang datang melihat aksi Aruna.
Semuanya jadi menonton mereka.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sigit.
"Kamu jangan kurang ajar ya," kata Aruna.
"Saya akan melaporkan ini ke bosmu, enak saja menampar tamu," kata Sigit memegang pipinya yang sudah merah akibat tertampar oleh mantan istrinya.
"Mas nggak apa-apa?" tanya Hasfina menyentuh pipi suaminya.
"Sakit, Sayang. Dia menamparku," tunjuk Sigit pada Aruna.
Aruna melihat sekitar dan semua orang sedang berbisik tentangnya, ini pasti tentang kesopanan yang tak ia tunjukkan. Ia sudah berusaha sopan pada Sigit dan Hasfina, namun Sigit menyentuh pantatnya dan spontan ia menampar Sigit yang kurang ajar.
Aruna juga punya hak untuk menjaga dirinya dari hal yang tidak-tidak. Ketika ia membela dirinya, ia malah harus berurusan dengan mantan suaminya itu yang datang sebagai tamu.
Hotel sudah mengajarkan apa yang harus semua karyawan lakukan, yang utama adalah menjaga sopan santun dan jangan mencari masalah dengan tamu. Namun, Aruna malah melakukannya itu didepan semua orang. Ia pasti akan dipecat.