Kenapa dia jadi resah begitu? Matanya nanar menerawang ke langit langit ruangan. Seperti melihat hantu saja.
"Tuan Sky, apa Anda memikirkan sesuatu?"
"Aku tidak yakin, tapi setelah Paman Gio berkunjung ke rumahku satu minggu lalu, ada ular cobra di dalam ruang kerjaku."
"Apa? Ular kobra? Dari mana datangnya?"
"Aku tidak tahu, apa mungkin Paman Gio yang membawa ular itu?"
Oh tidak! Jangan hewan melata itu, aku takut! Tiba-tiba. Aku ingin memeriksa ruangan ini, jangan jangan dia meletakkan sesuatu yang berbahaya. Mataku liar memgawasi sekeliling, mencari barang mencurigakan walau sekecil apapun.
"Nona Aila, apa yang kau lakukan?"
"Tenanglah Tuan Sky, aku sedang memeriksa tempat ini!"
Hei, benda apa ini? Tanganku menyentuh sesuatu di bawah tempat tidur Tuan Sky. Aku menariknya.
"Apa itu?" tanya Tuan Sky memperhatikan benda pipih kecil dutanganku.
"Sepertinya penyadap suara."
"Ah, sial! Paman Gio, apa maumu?"
Aku segera mengijak benda pipih itu hingga hancur berkeping. Lalu membuangnya ke tong sampah di luar kamar. Setelah itu, aku kembali masuk dan duduk di samping tempat tidur Tuan Sky.
"Nona Aila, pergilah lindungi Ezi, aku tidak ingin tetjadi sesuatu padanya."
"Anda tidak perlu mengkhawatirkannya, dia akan baik baik saja. Sebaiknya Anda tinggalkan tempat ini, sebelum terlambat."
"Apa maksud Anda?"
"Tuan Sky, kau dalam bahaya. Mereka ingin menyingkirkanmu dengan cara yang halus."
Tuan Sky, menarik napas dalam, rahangnya mengeras. "Apa menurutmu mereka bekerja sama?"
"Sepertinya begitu. Tapi sebenarnya untuk apa mereka menyingkirkan Anda?"
"Aku tidak tahu. Tapi jika memang mereka merencanakan itu, akan kubalas mereka dengan caraku."
"Apa rencana Anda?"
"Nanti juga kau akan tahu! Sekarang, keluarkan aku dari tempat ini."
"Baiklah."
Aku menekan tombol memanggil prawat. Tidak lama menunggu seorang perawat datang menghampiri.
"Ada apa Nona? Ada yang bisa saya bantu?"
"Pasien ingin pulang, tolong diurus administrasinya."
"Maaf Nona, pasien masih dalam perawatan. Dokter belum mengizinkan Tuan Sky pulang,"
Aku mendekat, jarak kami hanya beberapa jengkal. "Lakukan saja! Atau bantu aku mengeluarkan pasien dari tempat ini." Ujarku mengancam.
"Jangan, Nona. Tuan Sky masih dalam perawatan. Dia belum boleh banyak bergerak!"
Sigap, tanganku mencabut pisau kecil di balik rokku dan mendekap tubuhnya, lalu menempelkan pisau di lehernya.
"Nona, jangan, maafkan saya. Baiklah. Saya akan keluarkan Tuan Sky dari sini."
"Bagus! Jangan coba coba bikin keributan. Ikuti saja printahku! Atau kau akan menyesal."
"Baik Nona. Saya akan mengurus administrasi untuk mengeluarkan Tuan Sky."
"Lakukan sekarang!"
Kulepaskan cengkramanku dan melepaskannya. Sebenarnya aku kasihan padanya, ia tampak gemetar. Tapi aku tidak tahu cara membujuknya dengan kata kata. Dengan wajah pucat dan keringat dingin dia pergi meninggalkan ruangan. Kulirik Tuan Sky yang sejak tadi memperhatikanku.
"Dasar preman!"
Apa? Dia bilang aku preman? Sembarangan, aku ini Agen profesional!
"Apa Anda tidak bisa membedakan Agen profesional dengan Preman jalanan?"
"Hem, sebelas dua belas."
"Katakan sekali lagi! Akan kutinggalkan kau di sini!"
"Hei, Aku ini bosmu! Jangan mengancamku!"
"Persetan! Urus dirimu sendiri, aku akan pergi. Hubungi Mossa untuk meminta penggantiku!"
"Nona Aila, jangan pergi!"
Aku menghentikan langkahku. Cengeng sekali dia! Apa ini yang dikatakan Mossa berbahaya? Berbahaya apanya? Flamboyan!
"Katakan, KUMOHON dengan sangat!"
aku bersedekap tangan menunggu kalimat itu keluar dari mulutnya.
"Ah, sial! Baiklah, untuk yang pertama dan terakhir, kumohon dengan sangat!" ujarnya sembari merapatkan gigi.
Sekerika tawaku pecah melihat wajahnya yang imut. Dia terlihat menggemaskan. Aku mengangkat kedua alisku, bibirku melengkung ke bawah. Mengejeknya.
"Baiklah kalau Anda memohon dengan sangat, Tuan Sky." ujarku tersenyum puas.
Wajah Tuan Sky merah padam, keningnya berdenyut. Aku tidak tahu, dia menahan marah atau menahan malu? Persetan dengan semua itu. Siapa yang peduli? Dia juga tidak peduli dengan perasaanku. Dia pikir aku robot? Seperti yang dikatakannya pada Nona Ezi beberapa hari lalu. Sialan!
"Permisi Tuan Sky, apa Anda yakin ingin pulang?" ujar seorang perawat yang datang ke ruangan. Sepertinya dia kepala ruangan di sini.
"Iya. Berapa lama lagi aku harus menunggu?"
"Maaf, Tuan, tapi Anda harus menjalani beberapa test terlebih dulu."
Tuan Sky melirikku, aku diam saja. Aku ingin lihat apa yang bisa dilakukannya.
"Kau masih ingin bekerja?"
"Ma-masih, Tuan!" tiba tiba suster itu gugup.
"Aku ingin keluar dari tempat ini, sekarang juga!"
"Ba-baik Tuan, saya akan segera mengurusnya."
Wanita berbaju putuh itu tidak kalah gemeter dengan suster yang tadi. Aneh. Kenapa dia gemetaran hanya di tanya masih ingin bekerja? Apa rumah sakit ini milik Tuan Sky?
Setelah suster itu pergi, aku menoleh Tuan Sky. Dia memandangku pongah. Bibirnya miring kesamping. Ibu jari dan jari telunjuknya menempel di dagu. Apa? Hebat? Halah, bisanya menggunakan kekuasaan!
"Ancaman macam apa itu?"
"Ahahaha.... Itu baru sedikit, Nona. Percayalah, mulai hari dan seterusnya, kau akan terpesona padaku."
"Anda bukan tipe lelaki idamaku, Tuan Sky! Jadi tidak usah bersusah payah membuatku terpesona!"
"Kalau hanya seperti Mossa lelaki idamanmu, percayalah, kau akan jatuh cinta berkali kali padaku."
"Kita lihat saja, nanti, ujarku sengaja duduk di kakinya yang masih dibalut perban.
Tentu saja dia teriak, mengaduh seperti anak kecil yang kena sentil.
"Maaf, apa aku melukai Anda, Tuan Sky?"
Matanya menatapku tajam, hidungnya kembang kempis, giginya merapat. Seperti orang kebelet saja! Apa perlu aku duduki kakinya sekali lagi? Aku tersenyum jahat padanya. Andai dia Mossa, aku pasti sudah menpertontonkan tarian kemenanganku.
Tuan Sky seketika diam saat pintu diketuk. Empat perawat segera masuk.
"Permisi Tuan, Mari silakan naik ke kursi ini, saya akan mengantar Anda pulang. Kami akan merawat Anda di rumah."
Tuan Sky tudak menyahut, ia hanya diam. Kemudian berusaha menggerakkan tubuhnya. Empat orang suster membantu Tuan Sky pindah ke kursi roda. Mereka menyerahkan obat obatan yang dibutuhkan untuk perawatan di rumah padaku. Sesaat mata Tuan Sky menatapku. Aku hanya diam, memangnya aku harus apa? Ikut memapahnya? Hah, itu bukan tugasku!
Aku mengikuti suster yang mendorong Tuan Sky menuju lift. Setelah sampai di lantai dasar, kami di sambut oleh satpat. Mari Tuan, mobil sudah menunggu Anda di lobi utama.
Lelaki itu diam saja, tidak menggubris sapaan satpam itu. Sesampainya di lobi, perawat ingin membantunya berdiri pindah ke dalam mobil. Sekali lagi, Tuan Sky, melirikku. Kali ini aku tahu, aku harus apa.
"Tunggu sebentar." ujarku,
Setengah berlari aku menuju parkiran. Kemudian melacu mibilku ke lobi utama. Tuan Sky dibantu beberapa perawat memapahnya mendekat. Kemudian duduk di sebelahku. Setelah memastikan obat dan barang barang Tuan Sky tidak ada yang tertinggal. Mobilku bergerak meninggalkan rumah sakit.
"Anda mau ke mana?"
"Ke suatu tempat dimana mereka tidak bisa menemukanku. Aku ingin memulihkan kesehatanku terlebih dulu. Setelah itu, aku akan membuat perhitungan dengan mereka!"
Tuan Sky mengarahkan jalan, sepertinya ini menuju ke Bogor. Dia memintaku mematikan semua alat komunikasi elektrikku. Satu jam perjalan yang cukup panjang, akhirnya kami sampai disebuah villa. Letaknya cukup jauh dari keramaian.
Terlihat dua orang lelaki dan perempuan paruh baya keluar dari rumah. Ah, wajah dua orang itu, terlihat tidak asing. Siapa mereka?