Mau tak mau Rindu harus melepas kepergian Gavin. Semua surat-surat dan biaya administrasi telah di selesaikan. Rindu menoleh sekali lagi menatap wajah kekasihnya, namun Gavin tampak biasa saja.
Mereka langsung menuju ke bandara, Gavin dan Rindu satu mobil, bersama keluarganya.
"Rindu iklhas, kan. Kalau tante bawa Gavin sementara waktu?" tanya Nagita.
Rindu mengangguk lemah.
"Ikhlas, Tante. Semoga saja Gavin cepet pulih."
"Terimakasih, Sayang."
Rindu menatap Gavin yang diam sedari tadi, dia berpikir untuk memberikan lelaki itu sesuatu sebelum pergi. Namun bingung ingin memberikan apa.
Rindu lalu menyentuh kalungnya, kalung yang telah menemaninya sekian lama. Di perjalanan ini, dia memberanikan diri menggenggam tangan lelaki itu. Gavin reflek menoleh menatapnya saat itu. Pandangan mereka bertemu, Rindu mendekat, menyandarkan kepalanya di bahu sang kekasih. Karena hari ini hari perpisahan. Gavin membiarkannya.
Dua puluh lima menit kemudian, mobil tiba di bandara. Keluarga Gavin sibuk mengeluarkan barang-barang yang akan di bawah pergi.
"Gavin tunggu di dalam sebentar, ya, mama bantu papa dna Devon dulu," ucap Nagita.
"Baik, Ma."
Kesempatan itu di gunakan Rindu untuk bicara.
"Em, Vin. Aku tahu kau tidak ingat aku sekarang, tidak masalah."
Gavin menatapnya lekat, mereka kini saling berhadapan.
"Kalung ini telah bersamaku sejak lama, aku tahu kau mungkin akan menetap di sana dan menyelesaikan sekolahmu."
"Lalu, untuk apa memberikan itu?" ucapnya kritis.
"Untuk melindungimu." Rindu mengenakannya tanpa meminta izin terlebih dahulu.
"Gavin, maafkan aku karena tak bisa ikut mendampingimu," ucapnya sedih.
Gavin menatapnya seksama, hatinya terluka melihat Rindu menangis.
"Tidak apa-apa. Jaga dirimu baik-baik."
Gavin terpikat dengan tatapannya. Rindu segera menyembunyikan kalung itu di balik kaus Gavin sebelum keluarganya datang.
"Bro, gua bantu ya," ucap Andra datang membukakan pintu.
Gavin terkesiap, dan memandangi semuanya satu per satu. Gavin di bopong turun dari mobil menuju ke kursi roda.
"Thank you,"
"Sama-sama," ucap Andra.
Rindu mendekat meraih kursi Gavin dan membawanya masuk. Andra membantu Devon sedang Erika da Agatha mengawal Rindu. Tiba di ruang pemeriksaan tiket, Rindu menunggu, keluarga Gavin selesai mengurus segalanya.
Gavin diam sepanjang jalan, melihat betapa orang-oramg yang dia anggap menyebalkan begitu perhatian.
"Vin, ingat minum obat tepat waktu, makan teratur dan angkat ponselmu jika kami menelpon."
Gavin mengangguk ringan. Rindu menggapai tangannya dan memegangnya erat.
"Aku akan menunggumu, jadi ingatlah untuk kembali."
Gavin lagi-lagi mengangguk.
"Bro, lu tahu. Sebelum semua ini menimpa lo. Lo selalu berusaha agar nggak ada LDR an antara elu dan Rindu, setelah pengobatan lo sebaiknya cepatlah kembali."
"Jangan kecewakan kami, Vin. Cepatlah sembuh," ucap Erika.
"Gua akan nyusul setelah lulus, semoga saat kita bertemu nanti lo udah berdiri."
Agatha menyalaminya.
"Thank you, gua minta maaf karena sampai saat ini gua masih ngga ingat siapa kalian."
Semuanya ikut berpelukan penuh haru.
Beberapa menit kemudian, keluarga Gavin selesai dan menjemput putranya.
"Gavin katakan bye pada semua orang," ucap Nagita.
"Baik, Ma."
"Bye guys,"
"Bye."
Erika melambaikan tangan, Rindu teringat dengan apa yang dilakukan Zean dan Devon, saat mereka berpisah di bandara.
Nagita dan suaminya melangkah duluan dan Devon bertugas mendampingi sang adik.
Saat Gavin benar-benar harus pergi, Rindu menahan kursi rodanya.
Semua orang berhenti untuk menatapnya.
"Ndu, apa yang kau lakukan?" ucap Erika memperingatkan.
Rindu berdiri di hadapan Gavin, menatapnya lama lalu mencium keningnya kekasihnya, Gavin terpejam mendapatkan perlakuan itu.
"Kau pasti akan baik-baik saja, aku percaya itu." Rindu mencium bibir lelaki itu. Gavin menegang, namun tidak menolak. Teman-temannya terkejut melihat apa yang dilakukan si gadis pendiam mereka. Gavin hanyut dalam ciuman perpisahan, merasakan bibir Rindu adalah hal pertama baginya setelah kehilangan ingatan. Agatha menatap cemburu, Andra dan Erika tersenyum melihat apa yang terjadi. Hingga Rindu memutuskan melepas pangutannya saat merasakan Gavin membalas ciumannya.
Cup.
"Sampai jumpa, Gavin." Rindu melambaikan tangan.
"Dah." Devon tersenyum dan membawa adiknya pergi.
Ada tatapan tak rela saat mereka benar-benar berpisah. Rindu berusaha tegar sekuat yang dia mampu.
Gavin menyentuh bibirnya, untuk pertama kalinya dia merasakan sensasi ciuman seperti itu.
"Gimana rasanya, Vin? Goda Devon.
"Apa-apaan sih."
"Kau belum ingat siapa dia? Sepertinya kalian sudah berciuman sebelumnya."
"Berciuman."
Gavin sekali lagi menoleh dan mendapati Rindu masih berdiri menungguinya.
"Dia akan setia menunggumu, jadi cepatlah kembali untuknya. Kasihan dia,"
"Sok tahu!"
**
Pesawat mengudara di angkasa, Rindu dan yang lainnya menyaksikan semua itu di luar bandara.
"Lo, baik-baik aja kan, Ndu?" tanya Erika.
Rindu mengangguk lemah namun matanya tak dapat berbohong. Airmata jatuh tak terbendung.
"Ndu,"
Tangis gadis itu pecah di hadapan Erika, Agatha yang melihatnya juga ikut prihatin.
"Hush, hush, tenanglah." Erika memeluknya lembut.
"Dia pasti akan kembali, jika ingatannya pulih dia takkan bisa tinggal lebih jauh dari lo. Percaya deh."
Rindu mengangguk dan masuk ke mobil. Agatha dan Erika mengusap punggungnya.
"Libur sekolah akan berakhir, semuanya akan berbeda nanti. Lo mungkin akan kehilangan, tapi satu yang pasti kita selalu bersama lo Rindu."
"Thank you ya guys, andai nggak ada kalian mungkin aku sudah menangis sendirian di pinggir jalan."
"Jangan dong, Ndu. Nggak akan ada yang ngasih recehan entar," seru Andra bercanda.
Erika dan Rindu terkejut mendengarnya.
"Dasar nyebelin."
Agatha dan Andra tertawa.
"Andra memang ngeselin, lu pada baru tahu."
Erika yang mendengarnya mencebik.
"Diam lo Tha, nambah-nambahin beban gua aja lo, lo nggak lihat Erika melotot gitu," canda kecil yang membuat Erika kesal, dan berakhir saling melepar jokes.
Rindu tau mereka hanya berniat ingin menghibur, namun hatinya begitu terluka saat ini.
Tiba di depan rumah Rindu, Erika tampak tak tega meninggalkannya sendirian.
"Ndu, lo yakin nunggu bokap ma nyokap lo di sini?"
"Yakin, mereka hanya sebentar kok, bentar lagi juga pulang."
Rindu turun dari mobil, Erika dan Agatha melambaikan tangan kepadanya.
"Ya udah, entar telepon gue aja kalau lo kesepian. Gue pasti langsung dateng."
Rindu meggangguk antusias.
"Bye, guys. Thank you udah anterin pulang."
"Bye."
Rindu masuk ke rumah dan langsung menuju ke lantai dua, berusaha keras menyembunyikan perasaannya namun dia tak bisa." Tangisnya luruh saat tiba di kamar. Rindu masuk ke dalam selimut, dan bersembunyi di sana.
"Apa kau akan kembali? Apa aku bisa rela?"
**
Pikiran Gavin berpusat pada Rindu, lelaki itu mengeluarkan kalung yang dia pakai dan menatapnya.
"Widih, kalung baru. Di kasih siapa?" goda Devon.
Gavin menyimpannya kembali, ogah menjawab segala pertanyaannya.
"Kau harus sering membalas pesannya, atau mengirimi dia pesan lebih dulu. Rindu akan selalu menunggu dan khawatir, kau jangan sampai egois."
"Bawel!"
"Di ajarin malah ngeyel. Kamu mau dia pindah ke lain hati? Abang aja belum satu tahun udah pulang jenguk Zean."
"Berisik lo, Bang."
Gavin terdiam sejenak, melihat kakinya yang cidera, dia tak yakin untuk terus menahan gadis sebaik Rindu untuk tetap di sisinya.