Chapter 18 Foto kenangan

1033 Kata
Butuh waktu lama untuk mengembalikan mood Rindu. Erika dan Andra menghiburnya habis-habisan. Bahkan mengalihkan perhatian gadis itu. "Soal Gavin jangan di pikirin, Ndu. Tuh anak emang ngeselin. Lihat aja tampangnya, sok keren," Gavin mengernyit. "Lah, emang keren. Mau ape lo?" Andra terus bicara dan menjelek-jelekan Gavin, Rindu yang mendengarnya kadang tertawa, kadang juga termenung. "Eh, tuh disana ada foto box, kesana, yuk?" ajak Erika. Semuanya menoleh ke arah telunjuk wanita itu. "Ngapain? Kayak anak smp aja," sahut Gavin santai. Andra dan Erika spontan melotot ke arah pemuda itu. "Apa? Kenapa ngelihatinnya begitu banget?" "Huh, kacau!" Andra menggeleng sembari memijit kepalanya. Pemuda itu memang tidak tertolong. Dia terbiasa jujur dan apa adanya. "Buat foto-foto lah, Vin. Buat mengabadikan kenangan kita. Kalau lo nggak mau, ya nggak usah ikut." Erika menatap judes, gadis itu membawa Rindu pergi dari sana. "Maksud gua nggak gitu," Gavin akan mengejar namun di tahan oleh Andra. Pemuda itu tidak mengerti kenapa mereka begitu sensi. "Erika kenapa sih? Kok ikutan bete kayak Rindu, emang gua salah apa?" Andra menatapnya prihatin. "Wah, kacau lu, Vin. Wajar lah mereka kesel. Omongannya di bantai terus. Lo sebaiknya diem aja. Nggak usah ngomong. Jangan buat mereka makin bete. Lo mau Rindu balik dalam keadaan nangis?" "Segitunya?" ucap Gavin tak mengerti. "Iya, lu kalau di bilangin tuh dengerin," Andra terlihat gemas. "Iya, iya. Gua diem, puas lo." Mereka berjalan menyusul kedua gadis itu. "Gila, gua nggak nyangka lu kaku banget," gumam Andra yang masih bisa di dengar Gavin. "Sialan lo." Gedebuk. Gavin memukul lengan Andra kuat. "Ah, sakit tahu." "Ya biarin, siapa suruh ngeledekin gua." Mereka tiba di tempat foto Box. Rindu dan Erika tampak berbincang kepada penjaganya. Mereka memutuskan akan mengambil foto dan ukuran berapa. "Vin, dengerin gua. Gua ada saran nih, kalau nanti kita udah di dalam. Lo jangan aneh-aneh ya. Meski pose mereka terlihat ngeselin, nyebelin. Jangan berkomentar." "Kenapa?" "Duh, diem aja pokoknya oke." Gavin mengangguk seperti anak kecil. "Oke." Rindu dan Erika selesai memesan. "Hey, kalian bayar!" seru Erika membuyarkan pembicaraan mereka. "Oke, Beb. Bentar," sahut Andra. Pemuda itu menoleh pada Gavin. "Ngapain lo ngelihatin gua?" Andra tersenyum bodoh. "Bayarin lah, kan lo yang teraktir. Gimana sih?" "Suek lo emang." Gavin membayar ongkosnya. Mereka lalu masuk ke ruangan kecil yang tersedia dan saling berdempetan. Rindu melirik tajam saat melihat Gavin yang mengambil posisi di belakangnya. "Masih marah? Maafin deh," ucap pemuda itu menjewer kuping sendiri. Momen itu di abadikan Erika dengan cepat. "Nggak akan mengulang lagi, sumpah." Tangan Gavin menangkup memohon di maafkan." "Meminta maaf tapi nggak ngerasa salah bakalan percuma, Vin." Rindu mendelik dan berbalik. Dia menemukan foto-foto telah di abadikan oleh Erika. "Ah, aku kan belum siap! Erika gimana sih. Bisa di ulang nggak? Ini hapus aja." Gavin melihat foto-foto mereka, semuanya terlihat lucu. "Bisa sih, di hapus. Tunggu dulu gue bilang sama penjaganya." Rindu mengangguk, dia setia menunggu sambil memperbaiki penampilannya di depan layar. Gavin diam-diam keluar meminta sang penjaga stand untuk mencuci fotonya. Dia membayar lebih untuk membuat foto yang baru. "Mba, nanti foto yang pertama jangan kasih mereka, kasih ke saya aja. Yang terakhir baru kasih mereka." "Baik, Dek." "Nanti saya balik, saya ambil ya." Penjaga stand itu mengangguk. Gavin tersenyum konyol membayangkan kelakuannya. "Vin, lo kemana? Buruan!" seru Andra mencarinya. "Gua datang," Mereka semua berpose dengan manis. Mood Rindu telah kembali dan mereka bersenang-senang. "Katakan cheese!" "Cheese!" Gavin merangkul Rindu, dia juga berpose dengan menunjuk lesung pipi gadis itu. Erika dan Andra berpose romantis. Rindu merasa minder berdampingan dengan mereka. "Cheese!" Gavin mencubit pipinya membuat Rindu meringis. "Ah, Gavin sakit." "Sorry, habis lo ngegemesin." Gavin menertawai ekspresi sahabatnya itu. "Rindu, sini kita tunggu fotonya," ucap Erika. Rindu menyambutnya antusias. Butuh beberapa waktu bagi mereka untuk menunggu. Rindu tampak antusias saat foto mulai tercetak. "Ini akan menjadi kenangan yang menyenangkan, terimakasih Erika," ucap Rindu tersenyum. "Sama-sama," Masing-masing dari mereka menyimpan satu sebagai kenangan. "Wah, hasilnya cantik banget." Rindu sangat menyukainya. Ada dimana saat Gavin berpose begitu dekat dengannya. "Pada simpan gih, buat kalian aja." Erika dan Andra kompak menatap Gavin. "Lo yakin? Kenangan seperti ini bakal ngangenin loh. Kita akan ingat hari ini sebagai hari dimana Gavin buat Rindu menangis." "Eh, kok gitu, kan gua udah minta maaf," ucap Gavin protes. "Bener kata Erika. Foto ini akan di kenang seperti itu," ucapan Rindu membuat Gavin garuk-garuk kepala. "Udah-udah sekarang waktunya makan-makan. Yeeh! Kita mau makan dimana nih?" tanya Andra. "Di Mall kan mahal, gimana kalau kita nyari makanan dipinggir jalan aja," ucap Rindu. Gavin menoleh. "Kalian kira gua nggak mampu bayar makanan di resto? Sampai mau nyari makanan di luar." Rindu menggeleng. "Bukan gitu, Vin. Kan akan lebih baik jika kita ngirit. Kamu tuh boros banget kalau punya duit," Rindu coba mengingatkan. "Ini, baru yang namanya calon istri idaman, pintar ngingetin untuk berhemat. Kuylah nyari warung tenda," Andra segera menggandeng Erika pergi. "Ets, kalian ma oke, gua yang nggak oke. Di sini juga ada resto lalapan kalau kalian mau makan lalapan, nggak perlu keluar lagi." Erika dan Andra tak berkutik. "Kita mah terserah." "Gua nggak mau ngasoh di luar, ayo cari makan di food court. Denger-denger Mall ini terkenal dengan makanan sehat dan murah." "Wuh, lo kayak penjual makanan. Jago banget promosinya." Gavin menoel Andra yang terus menggodanya dari tadi. "Kamu yakin, Vin?" bisik Rindu cemas. Takut uang jajan pemuda itu tidak cukup. "Iya, yakin. Yuk lo mau makan apa?" "Terserah." Mereka berkeliling dan makan siang bersama, hari itu begitu melelahkan, Gavin juga mengajak Rindu untuk masuk ke wahana bermain. Mereka seperti anak kecil yang lupa akan waktu. Di tengah keseruan yang terjadi. Erika dan Andra tiba-tiba pamit untuk pulang. "Bro, kami duluan ya, bentar lagi gelap. Gua bisa-bisa nggak dapat izin lagi bawa Erika keluar kalau pulangnya kemaleman." Gavin menatap jam tangannya. "Eh, kok udah jam 6 aja, gua juga harus pulang dong." "Kalau elu mah terserah. Telat juga nggak ada hubungannya dengan gua," seloroh Andra. "Sialan lu, gua baru ketemu nyokab Rindu tadi siang. Kalau buat kecewa di hari pertama yang ada kami nggak boleh temenan." Rindu hanya diam mendengarkan. "Ya udah bareng aja keluarnya." Gavin menggapai tangan Rindu dan cabut dari sana. Tiba di parkiran. Mereka berpencar. "Hati-hati ya, lain kali traktirin lagi," seru Andra. "Idih ogah, lo ngeselin." Kedua pemuda itu tertawa bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN