OTW

1670 Kata
Billy telah selesai membereskan urusan dapur. Saat melihat keadaan teman-temannya, ia terkejut melihat ruang tamu yang tadinya berantakan sekarang sudah rapi. Billy berfikir mungkin Aurora yang membersihkan ruangan itu. Billy melihat Azka dan Jessica yang terlelap sambil berpegangan tangan meski dibatasi dengan guling di karpet berbulu tebal, Kezie yang masih diposisi awalnya tidur tadi dan Aurora juga tertidur pulas di sofa panjang dengan tangkai sapu yang masih menggantung di tangannya. Billy yang melihat itu mencoba mengambilnya dengan hati-hati tanpa mengganggu tidur Aurora. "Capek banget, ya?" Entah sadar atau tidak Billy merapikan helaian rambut Aurora. Ia memandang lekat Aurora. Ada sesuatu yang mengganggunya, dia bingung rasa apa yang kini ia rasakan. "Apa apaan barusan?" Billy menjauhkan tangannya saat Aurora menggeliat. Ia beranjak menuju kamar tamu dan mengambil beberapa selimut. Billy menyelimuti Jessica dan Azka, Kezie dan terakhir Aurora. "Aku gak tau apa rasa ini benar seperti apa yang aku pikir. Aku harap kedepannya semua bakalan baik-baik aja," ujar Billy tersenyum melihat Aurora sedikit menaikan selimutnya. “Selamat tidur, Aurora.” *** Aurora dan Kezie sedang berada di taman belakang kampus. Keduanya telah selesai dengan mata kuliah terakhir pada hari ini. Kezie tengah fokus dengan laptopnya, mengerjakan tugas yang deadline besok. Sedangkan Aurora sibuk menyedot Pop Ici rasa Permen Karet yang tadi ia beli di kantin kampus. “Apa gue beneran suka, ya?" Tanya Aurora tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka. Untuk sesaat jari-jari Kezie berhenti menekan keyboard laptopnya. "Siapa? Abang ganteng lo?" "Siapa lagi coba yang mau gue bahas," ujar Aurora sambil tertawa kecil. Sebelah tangannya menopang dagu mengingat momen-momen kecil bersama Billy. "Apa yang buat lo yakin?" Tanya Kezie menekan tombol Ctrl+S lalu meletakan laptopnya di atas meja di depan mereka. "Gue gak tau gimana jelasinnya, Zie. Dia ganteng tapi kadang keliatan imut, baik juga, berkarisma, tatapan tajamnya, tingkah lucu dia, teruss... dia juga sexy,” ujar Aurora lalu menggigit pipi bagian dalamnya. Kezie menaikan sebelah alisnya mendengar kata terakhir yang diucapkan Aurora. “Gue gak yakin juga sih, tapi yang jelas untuk sekarang gue seneng banget. Jantung gue rasannya mau meledak kalau ketemu dia, Gila gak sih?” Kezie tersenyum gemas melihat Aurora kini menggigit bibir bawahnya. Bahkan hanya menceritakan tentang Billy bisa menimbulkan reaksi yang belum pernah Kezie lihat sebelumnya. “Padahal baru kenal beberapa minggu," ujar Aurora pelan lalu senyum mengembang di wajahnya. Kezie ikut senang melihat Aurora yang tampaknya memang mulai jatuh akan sosok Billy. Tapi ada sesuatu yang ia khawatirkan, Joshep. Bagaimana jika Joshep tahu? Aneh, bukankah seharusnya ia senang akan ada kesempatan untuknya memenangkan hati Joshep? Kezie tahu Aurora tidak akan terhapus begitu saja dari hati Joshep. Tapi, setidaknya dia mendapatkan ruang lain dan itu lebih besar dari ruang yang dimiliki Aurora di hati Joshep. Tapi sekarang ia mengakhawatirkan Joshep. ‘Dia akan terluka.’ "Hui! Lagi pada ngomongin apaan, nih? Kok enggak bilang-bilang kalau udah selesai?" Cerocos Joshep yang sudah mengambil tempat duduk di samping Kezie. "Kenapa sih lo sukanya datang tiba-tiba? Kayak jelangkung aja lo!" Kesal Aurora karena Joshep selalu saja mengagetinya dengan datang tiba-tiba. "Hehe peace love and gaul. Jangan marah-marah dong cantik. Ntar suka loh," ujar Joshep tersenyum lalu meraih minuman Kezie yang berada di depannya. "Suka? Suka sama lo? Yang bener aja. Gue udah punya calon kali," ujar Aurora dengan seringainya. Kezie melirik Joshep dengan tatapan yang tak bisa di jelaskan. "Calon? Calon mana? Orang gue tau yang deketinlo mah gak lebih ganteng dari gue," ujar Joshep menutupi kegelisahan yang dirasakannya dengan senyum kecil. Senyum yang membuat Kezie menggigit bibir bawahnya melihat itu. Wajah Joshep yang tadinya ceria berubah menjadi serius. Ia menatap Aurora yang di depannya. Joshep gelisah dengan jawaban yang akan keluar dari mulut gadis itu. Sedangkan Kezie sesekali juga menatap khawatir Joshep, ini yang ia takutkan. "Yee bukan anak sini lah. Gak level gue," jawab Aurora dengan senyum yang tidak hilang dari wajahnya. Ia sangat senang jika mengingat pria yang lebih tua 9 tahun darinya itu. Aurora ingat bagaimana lembutnya pria itu berbicara padanya, ia ingat bagaimana pria itu tersenyum padanya, ia ingat bagaimana pria itu cemberut, ia ingat bagaimana kelakuan pria imut itu... dia Billy. “Trus?” Tanya Joshep yang tak bisa menyembunyikan keingintahuannya. “Temennya Kak Jessie. Itu loh, yang gak sengaja gue tabrak di mall,” ujar Aurora tersenyum hingga matanya juga ikut tersenyum. Mata yang dulu seakan menghinoptis Joshep itu kini malah menorehkan luka di hatinya. "Lo suka gitu? Secepet itu?" Tanya Joshep dengan tawa kecil menatap lekat Aurora. Tawa yang tidak terdengar seperti sedang bahagia oleh Kezie. "Gue juga gak tau sih pastinya gimana, yang jelas gue seneng banget kalau deket dia. Adem aja gitu. Alay, ya? Sekarang kayak dia jadi salah satu alasan gue gak sabar nunggu hari besok. Kali aja ketemu lagi.” Joshep menarik salah satu sudut bibirnya melihat bagaimana Aurora dengan semangat bercerita pria lain padanya. “Gue rasa gue suka semua yang ada sama dia. Kagum juga gak, ya? Gue inget gimana polos senyumnya dia, ketawanya dia bikin gue gemes sendiri, dahi berkerut sama bibir dia yang manyun pas lagi bete. Aaaa pokoknya gue sukaa!” “Deket dia perasaan gue jadi campur aduk, tenang, bahagia, gugup, gelisah. Kayak ada sesuatu yang maksa buat keluar di d**a gue. Menurut lo, gue suka dia gak sih?" Tanya Aurora dengan wajah malu-malu menatap Joshep. Sedangkan yang ditanya kedua tangannya terkepal kuat di bawah meja. Ini yang Joshep takutkan. Haruskah melepaskan Aurora? Bahkan ia belum mengungkapkan perasaannya pada Aurora. "Josh?" "H-hm ya? G-gue juga gak yakin sih, Ra. Lo sama dia kan juga baru kenal. Bisa aja cuma kagum doang. Dulu pas sama Melvin kan lo juga bilangnya gitu," ujar Joshep setelah menenangkan dirinya. Ia berharap apa yang ia katakan barusan adalah kenyataannya. "Gitu ya? Tapi kali ini kayaknya beda deh." "H-haha. Bisa ajakan? Gue tau lo, Ra. Gak mungkin lo suka dia," ujar Joshep lagi membuat Kezie menatapnya iba. 'Ya, itu gak cinta Ara. Gue kenal lo lebih baik dari diri lo sendiri. Gue tau, Ara.’ "Gimana kalau bener?" Tanya Aurora yang kini menatap serius Joshep. "G-gue gak tau," ujar Joshep lirih. Joshep tidak tahu harus bagaimana jika itu benar. Ia hanya berharap jika itu tidak lebih dari sekedar kekaguman Aurora pada pria itu. Apa Joshep egois jika ia mengharapkan itu? *** Drt Drt Aurora yang sedang menikmati makannya dengan tergesa mengosongkan makanan yang ada di dalam mulutnya dan meminum air putih beberapa teguk. Nama 'Cepupuh Jess' tertera di layar ponselnya. "Hallo. Ya, Kak?" "...." "Seriusan!? Ok deh, Kak. Ntar aku ajak yang lain." Wajahnya tampak bersemangat dengan apa yang dikatakan Jessica. "...." "Ok, Kak. Rebes deh." Dengan senyum mengembang Aurora kembali meletakan ponselnya di tempat semula. Kedua makluk yang tengah menyantap makanan di hadapannya bergindik ngeri melihat senyum itu. Kini mereka sedang berada di apartemen Kezie. Semalam Aurora menginap di sana. Sedangkan Josh? Pagi-pagi ia sudah berada di sana dengan alasan lapar dan ingin sarapan di sana. "Masih dalam rangka ngerayain anniversary Kak Jessie sama Bang Azka, Bang Azka ngajak kita liburan ke villa. Gue udah pernah ke sana sekali. Gila! Pemandangan di sana keren banget, gimana kalian ikut kan?" Tanya Aurora semangat. "Dia dateng, gak?" Tanya Joshep dengan senyum tipis. "Siapa?" Tanya Aurora dengan dahi berkerut. "Cowok yang lo taksir." Aurora yang mengerti siapa yang dimaksud Joshep mendadak salah tingkah membuat Joshep menatapnya jengah. "Ooh mm... Gue gak tau sih. Tapi gue maunya dia ikut, pasti seronok!" ujarnya semangat menirukan suara karekter film Upin & Ipin. "Gue gak bisa ikut," sela Joshep. "Iih kenapaaa?" Tanya Aurora kali ini dengan bibir yang melengkung ke bawah. Ia tentu sangat menginginkan jika kedua sahabatnya bisa ikut. Andai saja suasana hati Joshep sedang baik, mungkin ia akan melenyot melihat Aurora yang sekarang tampak menggemaskan. Namun kali ini tidak. Melihat Aurora begitu semangat menceritakan pria itu membuat mood nya jelek. "Gue ada tanding futsal. Kelas gue udah mau mulai nih. Gue jalan ya," ujar Joshep beranjak dari tempat duduknya dan melangkah dengan tergesa. Kezie menghela nafas menatap punggung Joshep yang menjauh. "Tuh anak kenapa sih, mood naik turun kayak ibu-ibu hamil. Kemaren enggak ikut, besok juga enggak ikut," gerutu Aurora lalu melanjutkan makannya. Menyendok, memasukan, dan mengunyak dengan kesal, tak terlihat anggun sedikitpun. "Zie, lo gak punya alasan buat gak ikutan ya. Lo harus ikut pokoknya, titik." Bukan hanya ingin bertemu Billy, namun Aurora juga ingin sekalian liburan bersama Kezie dan Joshep. Selain itu ia tidak ingin canggung berdua dengan Billy karena menjadi obat nyamuk Azka dan Jessica. Kembali Kezie menghela nafasnya. Pikiran Kezie masih pada Joshep. Apakah dia baik-baik saja? "Iya, ikut." *** Aurora dan Kezie sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Azka. Azka memang mengatakan untuk berkumpul dulu di rumahnya agar bisa pergi bersama-sama. Masing-masing dari mereka membawa satu koper besar dan pasti itu... pink. Yap, keduanya maniak warna yang membuat mata sakit bagi para pria itu. "Udah, Ra?" Tanya Kezie sambil memperbaiki pita yang ada pada bajunya. "Udah. Yuk, berangkat. Ntar telat." Baru saja keluar rumah, keduanya dikejutkan dengan kehadiran seseorang. Seorang pria yang untuk ukuran fisik sudah tidak diragukan lagi sedang bersandar di badan mobilnya. Meskipun terkejut, untuk kesekian kalinya Kezie meleleh melihat tatapan Joshep. "Loh.. Josh?" "Asep?" ujar kedua gadis itu bersamaan. "Siniin koper kalian gue masukin. Cepet masuk ntar telat," ujar Joshep dengan nada memerintah. Ia segera mengambil alih koper Aurora dan Kezie yang menatap aneh Joshep namun tetap melakukan apa yang disuruh pria itu. "Bener gue bilang, kan? Kayaknya Joshep hamil," bisik Aurora pada Kezie yang hanya menggelang kepala dengan ketidakwarasan sahabatnya. Setelah memikirkannya semalaman Joshep mengubah keputusannya untuk ikut. Ia tidak bisa tenang jika belum bertemu dengan orang itu. Orang yang membuat Aurora begitu bahagia menceritakan sosoknya. Orang yang merebut hati Aurora-nya. "Bagus deh lo berubah fikiran. Kan asik kalau rame," ujar Aurora setelah joshep duduk di kursi pengemudi. Ia menepuk pundak Joshep beberapa kali, namun Joshep segera menampiknya. Bukannya marah Aurora hanya mencibir. Sebenarnya ia senang Joshep berubah pikiran dan mau ikut. "Yuk berangkat. Ntar telat," ujar Kezie yang duduk di kursi belakang. "Iya iya. Bawel nih nenek-nenek lampir," ujar Joshep yang tentu memelankan suaranya di kalimat terakhirnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN