Mas Aiman sungguh meresahkan. Sudah lebih dari satu jam tidak mau melepaskan ku. Padahal sebentar lagi film akan selesai dan pastinya lampu bioskop akan menyala kembali. Untungnya Mas Afif tidak bangun dan melihatku tengah berada di pangkuan pilot gila yang lagi gabut. Ah, aku benar-benar merasa bersalah karena pergi dengan Mas Afif malah pangku-pangkuan dengan pria lain. “Dedeknya udah bobok lagi?” “Hmmm.” “Kok bisa berubah bentuk sih, Mas?” “Gak usah dibahas.” “Oh, harus! Aku penasaran sama bentuknya yang bisa membesar dan tegak begitu ...” “Dek,” saut Mas Aiman. “Apa perlu membahas soal itu sekarang?” “Memangnya Mas mau bahas kapan?” “Tidak perlu dibahas!” Aku menangkup kedua pipi Mas Aiman, menatap matanya lekat, menempelkan keningku dengan keningnya. “Jelaskan siapa Pria ya