Terasa Aneh

1053 Kata
Setelah mengetahui semua tentang kebenarannya, kini Meira berusaha untuk tetap berada di samping sahabatnya. Ia tidak menyangka Layra bisa melewati hal-hal yang sangat mengerikan di hidupnya dan sekarang sahabatnya malah hamil karena seorang laki-laki monster, ia tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk dan rupa wajah anak itu nanti yang Meira takutkan akan malah menjadi anak monster seperti yang di ceritakan oleh Layra barusan. "Layra, apa kau akan membuang anak itu? Jika, dia mirip ...." Meira pun berhenti berbicara karena ia merasa tidak enak jika mengatakan hal itu kepada Layra secara terang-terangan. "Maaf ... aku ... bukan bermaksud apa-apa, hanya saja—" ucap Meira terpotong. "Kamu tidak masalah menanyakan hal itu Meira, aku akan tetap mempertahankan anak ini walapun dia menyerupai monster itu," sahut Layra, entah kenapa ia tiba-tiba menjadi kepikiran tentang apa yang sedang monster itu lakukan saat ini. "Meira, bagaimana dengan kedua orantua ku selama ini?" tanya Layra. "Aku sudah lama tidak kesana, kenapa?" "Tidak apa-apa. Lalu bagaimana dengan laki-laki culun itu sekarang?" "Aku tidak pernah melihat nya sekalipun sejak kamu pergi dari pernikahan itu." "Mungkin dia sangat murka." "Apa yang harus kamu lakukan? Jika dia bersih keras untuk menikahi mu lagi?" "Aku tidak akan pernah mau!" "Jika dia menuntut mu atas kerugian itu, kamu harus melakukan apa?" Layra seketika terdiam, ia juga bingung harus mendapatkan uang begitu banyak untuk mengganti semua kerugian itu. "Meira, bisakah aku meminjam uang mu?" tanya Layra yang merasa tidak enak hati menanyakan hal itu. "Berapa?" Meira merasa tidak yakin dengan uang yang ia punya saat ini, bisa menutupi semua kerugian biaya pernikahan itu. Apa lagi dekorasi pernikahannya benar-benar sangat mewah dan serba mahal, membuat Meira sangat sulit untuk membantu sahabatnya. Terutama jika mengingat kembali gaun yang di pakai oleh Layra saat itu, harga nya jelas sangat mahal dan bahkan jika dirinya menjual mobilnya tentu saja tidak akan cukup untuk membayar nya. "Kau memiliki ... uang 1 miliar?" tanya Layra yang terasa berat untuk mengatakan nominalnya karena ia jelas tahu, sahabatnya tidak akan mungkin memiliki uang sebanyak itu. "Sebanyak itu?" Kedua bola mata Meira seketika melotot dengan tajam. Rasanya, ia hampir saja pingsan di tempat mendengar nominal yang di sebutkan oleh Layra barusan. "Hem," jawab Layra dengan singkat. "Ak—" ucap Meira terpotong. "Kalian berdua sebaiknya segeralah makan," ucap Dion yang tiba-tiba saja membuka pintu. "Kenapa lama sekali, Dion?" Meira pun dengan segera mengambil makanan itu. "Maaf, antrian." "Pantas saja." Meira pun membuka kotak makan itu, supaya Layra segera menikmati makanannya selagi masih hangat. "Kalian berdua ... seakrab ini?" tanya Layra yang sedikit terkejut, ia baru saja tersadar akan kehadiran Dion. "Hem. Kenapa?" Meira menatap aneh ke arah sahabatnya. "Sejak kapan?" Layra pun malah balik bertanya. Sedangkan Dion hanya sebagai penyimak perbincangan kedua gadis itu tentang dirinya, sambil diam-diam tersenyum menatap ke arah Meira yang terlihat begitu manis menurutnya. Walapun ia tahu, Meira sosok gadis yang cukup polos tapi Dion cukup menyukainya. "Sungguh konyol! Bahkan kedua gadis ini terang-terangan membicarakan aku," gumam Dion sambil bersandar di sofa. *** Tidak terasa hari sudah pagi, Layra yang sudah merasa tubuhnya tidak lagi lemas seperti hari sebelumnya. Langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang terasa berminyak, belum lagi mulutnya terasa bau akibat tidak menyikat giginya dengan waktu yang begitu lama. Namun, ketika dirinya melihat ke arah cermin. Ia tiba-tiba melihat sosok yang mengerikan sedang berdiri di belakangnya, tapi Layra tampak tidak takut sama sekali justru dirinya berusaha untuk mengapai monster akar itu. "Tidak! Tidak! Kenapa aku bisa sampai seperti ini?" gumam Layra, ia berusaha untuk menyadarkan dirinya supaya tidak berpikir terlalu berlebihan. Layra merasa lega, ia tidak lagi melihat bayangan yang berada di cermin di depan matanya. Ia pun segera pergi keluar dari kamar mandi dan ia merasa terkejut ketika melihat kehadiran Raksa yang sedang berbincang dengan Dion saat ini. Layra melihat kehadiran Raksa merasa tidak nyaman sama sekali, sehingga ia terus menunduk tanpa berani menatap ke arah laki-laki itu yang sedang menatap dirinya. "Bagaimana keadaan nya?" tanya Raksa kepada Dion dan Layra tentu saja masih mendengar apa yang sedang di bicarakan oleh kedua laki-laki itu. "Kenapa dia berada disini?" bisik Layra kepada Meirs yang sedang duduk di samping nya. "Tentu saja menjenguk mu." Layra mengernyitkan keningnya bingung. "Dari mana dia tahu, aku disini?" Meira pun menjelaskannya kepada Layra, hingga sahabatnya mengerti. "Layra, aku ingin kamu kembali bekerja!" ucap Raksa yang tiba-tiba saja mengejutkan gadis itu. "Bekerja?" tanya Layra. "Hem, kau tidak ingin?" Layra berpikir sebentar karena saat ini dirinya tidak memiliki uang sepersen pun dan ia tidak mungkin kembali ke rumah karena ia tahu, kedua orangtua nya tidak akan pernah mau menerima dirinya sama sekali. Layra menjadi bingung, entah kenapa Raksa dengan begitu mudah untuk menyuruh dirinya kembali bekerja, padahal sebelum nya ia sudah mengundurkan diri dari perusahaan itu. "Aku merasa tidak nyaman dengan orang-orang di perusahaan itu, jika kembali bekerja," gumam Layra dalam hatinya. "Tenang saja, aku sudah menganggap pengunduran diri mu waktu itu hanya sebagai cuti panjang mu," jelas Raksa yang seolah-olah tahu tentang apa yang sedang dipikirkan oleh Layra saat ini. "Kenapa dia berbicara tiba-tiba non formal begitu dengan ku? Rasanya sedikit aneh!" Layra terus bergumam di dalam hatinya. Ia merasa bos nya itu terlalu sok akrab dengannya, padahal sebelumnya Raksa selalu bersikap dingin kepada nya dan bahkan hubungan mereka berdua tidak sedekat itu. "Segera lah membaik dan kamu akan kembali bekerja setelah 1 minggu lamanya, saat ini aku akan membiarkan mu beristirahat yang cukup di rumah," jelas Raksa, lagi-lagi Layra merasa sangat aneh dengan sikap bos nya yang tiba-tiba berbicara lembut kepada dirinya. "Baik, Pak," ucap Layra dengan singkat, ia bukanya tidak senang mendengar ucapan bos nya itu. Hanya saja ia merasa itu benar-benar sangat aneh untuk dirinya, apa lagi selama dirinya bekerja di perusahaan itu ia dan bos nya sangat jarang untuk saling menyapa. "Layra, ini ambilah!" Layra mengernyitkan kening nya bingung melihat Raksa memberikan sebuah kartu ATM untuk dirinya. "Untuk?" tanya Layra. "Tentu saja untuk mu, anggap saja ini sebagai hadiah ucapan selamat atas kehamilan mu," jelas Raksa. "Kenapa kalian berdua mengatakan untuk dirinya?!" bisik Layra kesal. "Bukan salahku, tapi salahkan dia saja!" tunjuk Meira ke arah Dion. Layra sedikit merasa lega ketika Raksa mau menerima dirinya kembali, tapi ia bingung kenapa bos nya itu terlalu bersikap berlebihan kepada dirinya. Termasuk memberikan ATM yang entah ia tidak tahu berapa isi saldonya yang jelas Layra tidak akan menerima nya sama sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN