Semalam tadi, setelah mentraktir adiknya makan malam, Maura langsung tidur. Meskipun dia menjadi kepikiran dengan apa yang adiknya katakan. Bukan! Bukan tentang adiknya yang memperbolehkan dia bersama Ardana. Namun ucapan adiknya tentang Ardana yang menemui sang ibu sesaat sebelum ibunya terkena serangan darah tinggi.
Elvan baru tahu bahwa ibunya memang bertemu pria tinggi di hari itu, dia bertanya pada tetangga yang mengabari tentang ibunya perihal siapa yang menemui sang ibu? Dan mereka menyebutkan ciri-ciri Ardana. Elvan yakin pasti lah Ardana yang menemui ibunya.
Maura tidak mau membahas dengan Ardana saat ini, memang dia terlihat egois namun dia harus mengesampingkan ego nya demi kesuksesan acara. Setelahnya mungkin dia akan mengirim sumpah serapah atau jika perlu mantra jahat untuk Ardana yang tega mengusik hidupnya, mengusik hidup keluarganya dan yang paling penting mengusik hatinya.
Maura mengacak rambutnya kasar, sesekali menggeram sebal. Mengapa dia sangat ingin melihat pesan dari Ardana sekarang?
“Ok, hanya lihat pesannya saja, lagi pula dia pasti sudah tidur, ini sudah tengah malam,” ucap Maura meyakinkan dirinya sendiri.
Diambil ponselnya lalu dia membuka kolom pesan Ardana, dia menajamkan penglihatan, meyakinkan diri bahwa Ardana mengenakan foto profil di aplikasi chatting online tersebut. Maura membuka fotonya dan melihat logo Loona Corp. Maura bersungut, mengapa dia harus memakai logo itu, yang mengingatkan akan cita-cita masa lalu mereka. Kini hanya Ardana yang mewujudkannya. Maura melihat gelembung chat Ardana yang menunjukkan bahwa pria tersebut online atau sedang melihat aplikasi itu juga.
“Siapa yang dia kirimi pesan tengah malam seperti ini? Apa kekasihnya? Atau dia sedang menelepon seseorang? Sleep call maybe?” Maura bertanya-tanya. “Ah sudahlah! Kenapa jadi bodoh seperti ini?” geram Maura. Meletakkan dengan kasar ponselnya di atas nakas. Lalu dia mematikan lampu utama dan berbaring menatap langit-langit kamar kostnya.
“Dia sedang apa ya? Maura!! Stop it!” ujarnya sendiri. Memang dia seperti orang yang kurang waras saat ini, dan dia tahu tersangka utama yang membuatnya seperti ini. Pria yang menciumnya tanpa meminta izinnya dan berlalu begitu saja.
Maura mempraktekkan cara tidur cepat, dia harus tidur karena besok akan bekerja lagi, semakin mendekati hari acara, semakin banyak yang harus dipersiapkan, dan dia benar-benar tidak mau semuanya menjadi rumit.
***
Maura melihat satu nama tim ahli yang akan diundang juga dalam acara talk show tersebut. Profesor Darius, dia adalah seorang ahli dari tenaga kesehatan. Usianya mungkin sudah di atas enam puluh tahun, namun dia masih tampak gagah saat ini dia menjabat sebagai direktur operasional rumah sakit swasta milik keluarga Wisam.
“Apakah ini profesor yang dulu?” tanya Maura dalam hatinya. Dia mencoba menghubungi secara pribadi, beberapa kali dering panggilannya diterima.
“Selamat siang, Profesor, saya Maura dari RunTv,” salam Maura.
“Maura. Ardana sudah bercerita ke pada saya,” ucap pria tua dari seberang sana.
“Ini Profesor Darius yang waktu itu pernah menjuarai olimpiade biologi?” tanya Maura seraya menutup mulutnya sendiri.
“Iya, bagaimana kabar kamu? Dulu saya sempat kehilangan kontak kamu, kamu sehat?”
“Sehat profesor, ya memang saya sempat terkena masalah di masa lalu. Profesor sendiri bagaimana kabarnya?”
“Ya sudah lebih baik, meski jantung saya sekarang dipasang ring,” kelakarnya membuat Maura bingung antara tertawa atau bersedih.
“Prof,” ujar Maura.
“Tidak apa-apa Maura, saya baru tahu kamu bekerja di televisi, seandainya dulu kamu menerima beasiswa dari kami, kamu pasti sudah menjadi dokter yang hebat. Tapi ... kami menghargai keputusanmu, di mana pun kamu berada, saya yakin kamu akan tetap bersinar,” ucap profesor itu membuat hati Maura menghangat.
“Terima kasih dokter, oiya saya mau membicarakan penawaran yang sudah saya kirimkan via email sebelumnya,” tutur Maura, lalu mereka membahas pekerjaan tentang talk show tersebut. Profesor itu menyetujui ajakan untuk menjadi pembicara di talkshow tersebut, dan memang dia dan Bambang Raharja termasuk berkawan dekat dulu. Dia sudah mengosongkan jadwalnya karena secara langsung Ardana yang memintanya sebelum Maura menghubunginya.
Dulu Maura dan Ardana ikut olimpiade Biologi mewakili sekolah mereka dan Maura keluar sebagai juara pertama yang mendapat hadiah uang tunai serta tawaran beasiswa, karena selama olimpiade diadakan, baru dia lah yang mendapat nilai sempurna membuat semua juri termasuk profesor Darius kala itu kagum.
Setelah menelepon Profesor Darius, Maura pun mengajak teman-temannya untuk segera ke ruang meeting. Banyak hal yang harus mereka bahas mengenai progress acara tersebut. Ya kesibukan membuat Maura melupakan beberapa hal yang menyesakkan.
“Tim promo sudah mengirim beberapa sample promosi untuk acara kita, kita bisa pilih sekarang mau yang mana? Karena malam nanti harus segera disiarkan iklan ini,” ujar Yosephine. Maura dan beberapa teman memperhatikan video yang diputar melalui proyektor. Beberapa contoh video promosi diputar dan mereka sepakat memakai video kedua untuk durasi tiga puluh detik, dan video B untuk durasi lima belas detik.
Sama seperti tim kreatif, tim promosi pun sedang bekerja keras karena siaran tanpa promosi tidak akan lengkap. Bisa jadi tidak banyak yang tahu jadwal penayangannya. Terlebih Rachel juga yang meminta secara langsung acara ini yang akan menjadi siaran masterpiece RunTV kala ini. Itu sebabnya promo haruslah gencar.
***
Tanpa terasa waktu berputar begitu cepat, malam ini merupakan hari yang ditunggu. Maura dan tim berkumpul di backstage, mereka sudah memakai seragam perusahaan khusus. Maura pun memegang handy talky.
“Yok tos dulu,” ajak Maura sebagai ketua tim hari ini.
“Semoga acara kita lancar,” ujar Yosephine yang ikut terlibat, dia tahu ini adalah acara yang sangat penting. Dia mengulurkan tangannya dan Maura meletakkan tangan di atas tangan Yosephine.
“Demi kelangsungan tim kreatif,” ujar Maura.
“Demi bonus tahunan,” ucap temannya seraya meletakkan tangan.
“Demi kenaikan gaji,” timpal teman lainnya.
“Demi uang banyak, semangat!!” timpal yang lain membuat mereka tertawa, lalu mereka menurunkan tangan ke bawah dan mengangkat tinggi.
“Yeesss!!!” ujar mereka semua. Lalu berpencar menuju pos masing-masing.
Maura menemui para bintang yang terlibat di acara, dia melihat profesor Darius dari kejauhan dan berlari menyongsongnya.
“Profesor Darius,” sapa Maura, setelah dekat dia menghentikan larinya dan membungkuk hormat. Pria berkaca mata dengan rambut yang memutih itu tersenyum dan memeluk Maura.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya.
“Baik profesor, maaf saya baru tahu kalau profesor mengalami sakit jantung,” ucap Maura bersimpati.
“Tidak apa-apa, faktor usia juga.”
“Siap untuk malam ini, Prof?” tanya Maura.
“Tentu siap, oiya Maura, jika suatu saat nanti kamu butuh bantuan apa pun itu, kamu bisa hubungi saya ya, saya ada di rumah sakit,” ucap profesor itu.
“Siap profesor, terima kasih banyak.”
“Jangan segan ya, saya akan berusaha membantu kamu,” ucap profesor Darius yang memang ahli di bidang neurologi.
“Iya, Prof,” ucap Maura dengan senyumnya. Profesor mengusap kepalanya lembut, seandainya dulu Maura mengambil beasiswa darinya, ingin dia menjadikan Maura anak angkatnya namun wanita itu tidak bisa dihubungi, lalu terdengar kabar bahwa dia menolak beasiswa tersebut dengan alasan pribadi membuat profesor Darius sedikit sedih. Namun melihat Maura baik-baik saja kini dia berhak lega.
Acara akan segera dimulai, rombongan Bambang Raharja sudah memasuki studio, Maura sendiri yang menghantarnya untuk duduk di set lokasi shooting. Seluruh kamera sudah standby pada tempatnya. Ada pria yang sedari tadi sudah datang namun sepertinya masih sibuk mengurusi beberapa hal.
Pria yang memakai setelan kemeja fit body dengan rambut yang tertata rapih, bahkan tim wardrobe dan make up tidak perlu bersusah payah mendandaninya karena wajah pria itu sudah sangat sempurna. Mereka justru khawatir, setelah ini tim produksi mendapat banyak telepon yang menanyakan pria tersebut.
Ardana melewati Maura dan menyentuh kepalanya sambil lalu, Maura berdecih sebal meskipun jantungnya semakin berdegup tak karuan. Lihatlah pria tampan itu, sekarang duduk sambil berbicara ringan dengan Bambang dan Darius di depan seolah dia memang sudah masuk circle pertemanan mereka.
Maura menjelaskan beberapa hal, lalu Hans yang menjadi pembawa acara pun bertanya beberapa hal tentang hal yang perlu dan tidak perlu ditanyakan saat acara berlangsung untuk membatasi pembicaraannya agar tidak melenceng jauh dan membuat semuanya tidak nyaman.
“Ready, five minutes to on air,” ujar pengarah acara.
Maura bergerak mundur dan menuju Yosephine.
“Hebat sekali kenalan kamu Maura, jika kamu kenal juga dengan bapak Bambang, kamu benar-benar enggak tertebak,” ujar Yosephine.
“Sepertinya aku harus tanya ke ibuku Mbak, apa dia pernah berhubungan dengan pak Bambang?” ucap Maura dengan wajah serius hingga Yosephine menepuk bahunya pelan lalu mereka tertawa. Kemudian datanglah Rachel dengan sekretarisnya, beberapa crew yang melihat membungkuk sopan. Rachel tersenyum lebar dan meminta mereka melanjutkan pekerjaan mereka.
Maura menghampiri Rachel dan menyapanya.
“Aman, Maura?” tanya Rachel.
“Aman bu, saya sudah memastikannya,” ucap Maura.
“Saya benar-benar berharap acara ini sukses dan rating televisi kita naik,” ucap Rachel yang diamini oleh Maura.
“Silakan kamu lanjut mengerjakan kerjaan kamu,” ucap Rachel seraya tersenyum, lalu dia menoleh ke stage, menatap Ardana dari kejauhan dengan mengirim sinyal cinta untuknya. Dia berharap sinyal itu tersambung dengan Ardana dan menyatukan cinta mereka.
***
Sementara itu, di sebuah tempat makan privat, hidangan mewah tersaji di meja makan sangat banyak sekali padahal hanya ada dua orang pria di sana. Televisi menyiarkan siaran RunTV.
Pria yang tengah bercakap-cakap itu menghentikan percakapannya ketika RunTv menyiarkan bumper atau video pembuka talk show malam ini.
“Anak kamu sudah dewasa ya,” ujar pria berwajah tampan yang sebagian rambutnya memutih. Dia adalah Veiro Adhitama. Pemilik perusahaan Adhitama group, perusahaan raksasa pembuat rokok khas Indonesia.
“Ya, sudah bertekad menyaingi ayahnya sendiri,” ujar Randu Abiputra, ayah dari Ardana seraya menyuap potongan udang yang ada dihadapannya.
“Ada yang dia inginkan?” kekeh Veiro, mereka berdua memang bersahabat cukup lama.
“Mau menikahi temannya. Kamu ingat Theana? Pasti ingat dong,” ucap Randu setengah menggoda Veiro.
“Ah gadis manis bintang televisi itu, ada apa dengannya? Lama tidak terdengar kabar,” ucap Veiro. Memang usia Veiro dan Randu terpaut hampir sepuluh tahun lebih tua Veiro.
“Bagaimana bisa masih menyebutnya gadis ketika dia sudah mempunyai anak gadis? Jadi Ardana ingin menikahi anaknya Theana, saya dan istri melarangnya tapi dia bertekad, dia akan melakukan apa saja untuk bisa bersama gadis itu,” ucap Randu santai.
“Theana sudah memiliki anak gadis?”
“Ya dua puluh enam tahun lalu dia mengandung seorang bayi perempuan hasil hubungan gelapnya,” jawab Randu.
“Bukan anak kamu kan?” tanya Veiro.
“Tidak. Ibunya Ardana langsung melakukan test DNA diam-diam ketika bayi itu lahir. Bodoh sekali padahal hubungan saya sama Theana tidak sejauh itu, mungkin dia masih terkena baby blues padahal Ardana sudah lepas ASI. Dan hasilnya DNA kami tidak cocok. Mungkin bayi itu anak kamu?” ujar Randu sambil tertawa. Namun dia tidak menyadari wajah Veiro yang sedikit memucat.
“Kamu kenapa?” tanya Randu kemudian.
“Jangan-jangan benar ... anak itu anak saya,” ucap Veiro seraya menatap kosong pada layar televisi di hadapan mereka.
***