Love Is Sinta Bab 5 - Malam Pertama

1518 Kata
Malam ini seharusnya malam pertama untuk Agus, seusai dirinya sah menjadi suami Sinta. Namun, tidak bagi Agus, malam ini adalah malam yang penuh dengan kesengsaraan bagi Agus. Bukan sengsara kalau Sinta berlaku kasar pada Agus, tapi ucapan Sinta yang kasar membuat hati Agus sengasara. “Suatu saat, kamu akan berkata lembut padaku, Sinta. Aku akan buktikan, kalau kamu akan mencintaiku, seperti aku yang sudah menjatuhkan hatiku untukmu saat pertama kali aku bertemu denganmu,” gumam Agus yang melihat istrinya mondar-mandir tidak karuan dengan mulut yang terus mengumpat, mengatakan kata-kata kasar. Sinta melihat suaminya yang sedang duduk dengan bersandar sandaran tempat tidur. Agus dari tadi memerhatikan Sinta yang dari tadi mondar-mandir tidak ada lelahnya. “Apa kamu lihat-lihat?!” ucap Sinta dengan ketus. “Kamu tidak lelah?” tanya Agus. “Enggak, yang ada aku lelah lihat kamu di dalam kamar ini!” jawab Sinta dengan penuh amarah. “Ya sudah aku keluar, aku tidur di kamar tamu, atau di kamar Pak Hadi,” ucap Agus. “Silakan!” ucap Sinta yang hendak membukakan pintu kamar. “Tapi nanti pasti eyang kamu gak ngizinin, dan akan menyuruh aku kembali ke kamar ini,” ucap Agus dengan tersenyum. “Sialan! Hobi ngancem banget kamu!” tukas Sinta. Sinta yang merasa sudah lelah, akhirnya dia duduk di sisi Agus. Dia menaikan kakinya dan memijit kakinya yang mungkin sudah merasa lelah. “Lelah, Bu?” ucap Agus dengan senyuman setengah mengejek Sinta. “Enggak!” jawab Sinta dengan kasar. “Sini aku pijitin, kasihan istriku sampai kelelahan,” ucap Agus dengan menyentuh kaki Sinta. “Lepaskan! Aku tidak butuh ini! Aku hanya butuh kamu ngerti aku, kalau aku tidak rela menikah dengan kamu, karena aku hanya mencintai Rangga! Dan aku mau pernikahan ini hanya status saja, aku tidak akan melayani kamu, kita tidur terpisah setelah kita pindah ke rumah kita nanti, dan kamu jangan sekali-kali melarang aku untuk bertemu dengan Rangga!” Sinta mengeluarkan ultimatum yang menurut Agus adalah sebuah bencana bagi dirinya. Agus tidak masalah kalau hanya tidur terpisah saja, bahkan tidak menyentuh Sinta pun, dia tidak masalah. Yang menjadi masalahnya, kalau Sinta bertemu dengan Rangga. Dan, Agus pun tahu, pasti dia akan lebih dari sekedar bertemu. Walau bagaimana pun, kehormatan istri adalah kehormatan bagi suaminya juga. Agus tidak mau istrinya terjerumus ke dalam cinta palsu. Mungkin kalau Rangga laki-laki yang baik, Agus akan merelakan, dan bicara baik-baik dengan Rangga, tapi Rangga adalah anak seorang mafia, dia pemilik Bar, dia adalah laki-laki yang suka bergonta-ganti wanita. Wanita malam pun dia mau. Apalagi seorag Sinta yang seperti ini, cantik, pandai, dan sempurna sekali. “Bagaimana? Bebaskan aku, aku tidak mau laki-laki yang lain, aku hanya ingin Rangga. Aku mohon, Agus,” ucap Sinta dengan penuh permohonan pada Agus. Agus mengembuskan napasnya dengan kasar, mendengar permohonan Sinta, yang sepertinya Sinta benar-benar sangat mencintai Rangga dan tidak ingin kehilangan Rangga. Agus melihat Sinta yang wajahnya sangat memelas sekali di depan Agus. “Sin,” panggil Agus dengan suara lirih. “Iya, bagaimana?” sahut Sinta. “Kamu kenapa sampai secinta itu dengan Rangga, dan tidak bisa melihat keburukan Rangga yang jelas-jelas dia seperti itu?” tanya Agus. “Aku tidak peduli Rangga suka main wanita, Rangga suka judi, dan dia anak dari seorang mafia, yang semua itu hanya berdasarkan katanya. Tapi, semua orang tidak tahu sebenarnya. Aku tahu bagaimana dia, Agus. Aku sangat mencintainya,” jawab Sinta. Agus hanya mengusap kasar wajahnya mendengar jawaban Sinta yang tidak masuk akal itu. “Beginilah yang dinamakan cinta itu buta, seburuk apapun perbuatan orang tersebut, kalau sudah cinta ya cinta. Padahal aku tahu Rangga sebenarnya siapa. Sebelum aku mengenal Pak Hadi pun, aku sudah tahu Rangga,” gumam Agus. Siapa yang tidak tahu Rangga, anak seorang penipu yang dulu menjebak Agus saat dia bekerja di ssebuah perusahaan, sebelum bertemu dengan eyangnya Sinta. Hanya karena Agus namanya melejit, ayah Rangga memfitnah Agus, dan dia di suruh oleh rival Agus dalam kantor. “Agus! Kok diam, sih!” ucap Sinta dengan memukul lengan Agus. “Aku suami kamu, Sinta. Aku berhak atas kamu. Oke, kamu tidak mau aku sentuh, kamu tidak mau tidur bersama, aku tidak masalah itu. Tapi, kalau menemui Rangga, aku tidak mau!” jawab Agus dengan tegas. “Kamu jahat sekali, Gus!” ucap Sinta dengan memukul Agus. “Kamu yang jahat, pukul terus suamimu!” tegas Agus. “Kamu yang jahat!” teriak Sinta. “Aku mohon, Agus, izinkan aku bertemu dengan Rangga. Dan, kalaupun kamu tidak mengizinkan aku akan menemuinya,” ucap Sinta dengan memohon kembali pada Agus. “Ini namanya kamu tidak minta izin, yang namanya minta izin sama suami, kalau suami gak ngizinin ya sudah, kamu nurut,” ucap Agus. “Jahat banget kamu!” ucap Sinta dengan mendorong Agus kasar. Agus berdecak kesal dan melihat Sinta yang langsung tidur menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi, melihat Sinta yang seperti ini. Kalau mengizinkan Sinta menemui Rangga, pasti otak Sinta akan terus di doktrin Rangga dengan yang tidak baik. Kalau tidak mengizinkan, sama saja nanti dia main kabur. Apalagi semua kontrak pemotretan Sinta belum berakhir, karena itu syarat yang diajukan Sinta pada eyangnya untuk menikah denganku, agar dia masih aktif di dunia model. “Sin, Sinta,” panggil Agus dengan mengusap punggung Sinta. “Berisik, kamu! kalau tidak ngizinin ya sudah! Aku akan tetap menemui Rangga!” ucap Sinta dengan kesal. “Hei, jangan seperti anak kecil, buka selimutnya, kita sedang bicara, kamu sedang bicara sama suami jangan gini,” tutur Agus. “Apalagi sih, Gus!” Sinta membuka selimutnya dan kembali duduk menghadap Agus. “Aku mau tanya, tapi kamu jangan marah, ya? Ya, aku sekarang sudah menjadi suami kamu. Ehmm... Aku tanya ini, kamu jangan marah, ya? Ini agak menjurus ke hal pribadi kamu, sih. A--aku mau tanya, kamu... ehmm... ka--kamu....” Agus sedikit gugup mau bertanya soal seberapa dalam hubungan Sinta dan Rangga. “Agus! Mau tanya apa, sih! Lama banget, ih!” tukas Sinta. “Gini, Sin. Kamu kan sudah lama menjalin hubungan dengan Rangga, apa kamu sudah melakukan hal lebih dengan Rangga, sehingga kamu tidak bisa melepaskan dia, bahkan semua orang berkata kalau Rangga itu bukan laki-laki baik, kamu tetap menganggap Rangga itu laki-laki baik. Apa kamu sudah pernah melakukan suatu hal dengan Rangga yang selayaknya dilakukan setelah menikah?” tanya Agus. “Maksud kamu? ML? Hubungan badan gitu?!” tanya Sinta dengan sedikit menampakan wajah kesalnya. “Iya, seperti itu. Kalaupun sudah, jangan di teruskan, kamu sudah punya suami, jika ada sesuatu dengan kamu, entah kamu hamil atau apa, aku lah yang mempertanggung jawabkan semua, karena aku suamimu, padahal aku tidak melakukan apa-apa dengan kamu,” ujar Agus. “Eh, jaga ya omongan kamu?! aku memang arogan, aku memang seorang model, yang kadang di mata masyarakat adalah pekerjaan yang cela. Meski aku selalu berpakaian seksi, aku sama sekali tidak pernah melakukan apa yang seharusnya tidak aku lakukan. Kamu sama saja merendahkan aku, Gus!” ucap Sinta dengan penuh amarah. “Sin, aku tanya saja. Maaf kalau membuat kamu tersinggung aku tanya seperti ini. Karena aku hanya takut, kamu memberikan pada Rangga, dan ternyata Rangga tidak tanggung jawab setelah terjadi apa-apa dengan kamu. Karena kamu sudah memiliki suami,” jelas Agus. “Kamu nanya atau nuduh sih, Gus!” tukas Sinta. “Sudah, jangan marah, kamu istirahat, gih. Aku hanya pesan sama kamu, Sin. Kamu boleh menemui Rangga, tapi jangan sampai kamu menyerahkan apa yang seharusnya kamu serahkan pada suamimu. Bukan, aku ingin, tapi sebaik-baiknya seorang perempuan, adalah yang bisa menjaga harga dirinya. Aku bebaskan kamu mau seperti apa, tapi jaga mahkota kamu. Sebesar apapun cintamu pada Rangga, kalau kamu bisa menjaga mahkota kamu itu, kamu adalah wanita yang sempurna, dan wanita yang baik,” tutur Agus. “Oh, iya. Satu lagi, aku memperbolehkan kamu menemui Rangga, dan setelah kamu yakin, Rangga adalah orang baik dan terbaik untuk kamu, bicara dengan aku, temui aku bersama Rangga, aku akan lepaskan kamu, Sinta. Tapi, aku ingin pernikahan kita bertahan dulu, selama kurang lebih satu tahun,” ucap Rangga. “Oke, aku akan buktikan kalau Rangga adalah laki-laki yang baik, tidak seperti kamu, yang menyogok eyang. Mungkin sebenarnya kamu yang ingin mengincar harta eyang. Kamu kasih eyang guna-guna apa, hah? Sampai eyang menikahkan aku dengan seorang laki-laki yang hanya karyawan kantor, dan  tidak memiliki jabatan apapun?” ucap Sinta. “Aku tidak mau menjelaskan panjang kali lebar. Suatu saat kamu akan tahu alasannya. Sudah kamu tidur, ini sudah malam,” ucap Agus. Sinta kembali merebahkan tubuhnya di samping Agus. Agus hanya melihat istrinya yang sudah meringkuk membelakanginya. Malam yang seharusnya menjadi malam yang indah bagi pengantin baru, tapi malam ini adalah malam yang sangat menyengsarakan bagi Agus. Pasalnya istrinya masih bersih keras ingin berasama dengan kekasihnya. “Oke, aku terima ini, Sinta. Tapi, suatu saat kamu akan mengerti semuanya. Dan, aku tidak akan berhenti mencintaimu, Sinta. Sampai kapan pun, aku akan menunggu hatimu terbuka untuk mencintaiku. Karena cintaku hanya kamu, Sinta,” gumam Agus dengan melihat istinya yang mungkin sudah tertidur. Agus tidak mengerti apa yang ada di pikiran Sinta. Semua temannya juga sudah menasihatinya, tapi mata hatinya masih saja tertutup oleh cintanya pada Rangga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN