Beruntungnya suasana yang cukup membingungkan ini berangsur-angsur menjadi biasa saja saat Jiddan mengusap-usap kepala Cahaya lembut sambil menenangkan gadis itu sebab tadi Jiddan sekilas sempat melihat jika wajah gadis cantik itu tadi terlihat menahan kesal dan Jiddan merasa kalau memang dirinya tidak seharusnya berkata demikian pada Cahaya.
“Udah gak usah cemberut begitu Cahaya, tadi aku cuma bercanda saja kok bukan bermaksud apa-apa jadi kamu tidak perlu terlalu memikirkan apa yang barusan aku katakan ya? Senyum dong! Aku biasa di lirik mereka hanya saja kamu yang aku perlakukan seperti ini kok,” ucap Jiddan lembut.
Ucapan dari Jiddan entah mengapa selalu berhasil mendinginkan hati Cahaya yang sebelumnya sempat merasa sebal dengan tingkah Jiddan yang kalau di pikir-pikir lagi memang seperti ini dan tak lama Cahaya menyahutinya dengan santai sebab menurut Cahaya hal seperti ini bukanlah hal yang harus ia permasalahkan.
“Iya deh sesuka kamu aja, lagipula kalau aku pikir-pikir kamu memang seperti ini kan ya? Jadi tak ada gunanya juga aku mempermasalahkan hal yang sebenarnya bukan apa-apa ini! Mana ada aku cemberut tadi kamu cuma salah lihat aja kali Jiddan,” sahut Cahaya santai.
Jiddan yang mendengar nada setenang ini dari sahabat baiknya membuat pemuda itu menahan perasaan baru yang tiba-tiba hadir di pikirannya sedangkan Cahaya yang sibuk memilih menu untuk makan siangnya malah semakin terlihat mempesona dimata Jiddan padahal gadis lain yang sering menggodanya tak jarang seperti ini dan tak sedikitpun Jiddan merasakan perasaan seperti bersama Cahaya.
“Di saat perempuan lain bisa saja memaki sikapku yang seperti ini, Cahaya malah dengan tenang dia bersikap seolah-olah ia tak masalah dengan segala sikap jailku yang entah mengapa hanya aku tunjukkan padanya dan buat apa juga sih aku seperti ini ya? Rasanya seperti ada perasaan baru yang sulit sekali aku ucapkan dan baru kali ini hatiku merasakan perasaan ini,” batin Jiddan terpesona.
“Siang-siang begini enaknya mah makan bakso pake kuah sama sambal yang banyak ya? Eh ada mie ayam juga? Siomay juga enak sih? Aduh jadi pengen semua cuma nanti tidak habis lagi ya? Udah deh aku makan bakso aja sama es teh manis kayaknya enak banget,” gumam Cahaya santai.
Dalam diam gadis itu merasa heran dengan sikap Jiddan yang hari ini lebih banyak diam tak seperti biasanya sedangkan Jiddan yang tiba-tiba di tanya seperti ini hanya menyahutinya dengan santai seolah-olah ia hanya sedang memikirkan keluarganya dan Cahaya yang ingat jika Jiddan memiliki keluarga yang kurang nyaman membuat gadis itu menanyakan apakah ada masalah lain.
“Loh? Kenapa kamu diam aja, Jiddan? Kamu gak mau pesan makan siang? Emangnya kamu gak lapar gitu? Tumben sekali hari ini kamu kayaknya lebih banyak diam, ada apa? Biasanya kalau aku makan pedas eh kamu udah bawel banget terus kenapa kamu melamun begini?” tanya Cahaya heran.
“Keliatan banget ya? Bukan apa-apa kok! Aku cuma kepikiran sama persoalan keluarga aja Cahaya bukan hal yang bagaimana kok oh iya aku belum pesan ya? Aku makan mie ayam aja es jeruk ya mba! Oh iya tolong yang bakso jangan terlalu banyak sambalnya ya mba,” sahut Jiddan santai.
“Begitu ya? Ada masalah apa lagi sekarang? Kamu masih aja di banding-bandingin sama kakak kamu itu? Kok kamu gak cerita sama aku? Kalau memang sekiranya ada masalah ya kamu bilang aja sama aku jangan di pendam sendirian begini Jiddan,” ucap Cahaya khawatir.
Sejenak Jiddan semakin terdiam saat mendengar nada khawatir sahabat baiknya dan memang hanya Cahaya yang mengerti dan menjadi kekuatan untuk Jiddan terus melanjutkan hari-harinya walaupun seringkali hidup Jiddan seakan membuat sebagian hatinya ingin menyerah saja, tetapi berkat hadirnya Cahaya semua hari sulit Jiddan terasa lebih ringan.
“Padahal aku tidak bermaksud membuatnya khawatir dan melihatnya seperti ini malah semakin membuat hatiku takjub sekalihus bersyukur atas kehadirannya yang kini menjadi kekuatanku untuk tetap melanjutkan hidupku yang kadang berjalan dengan menyakitkan dan karena Cahaya aku bisa merasa hari-hariku menjadi lebih ringan meskipun hatiku teriris begini,” batin Jiddan sendu.
Wajah pemuda itu mungkin terlihat biasa saja, tetapi Cahaya bisa merasakan jika Jiddan sedang tak baik-baik saja dan Cahaya juga merasa ini bukan saat yang tepat untuk membahas hal yang mungkin akan menyakiti perasaaan dari pemuda yang ia cintai jadi dalam diam Cahaya bisa memandang sendu Jiddan.
“Jiddan yang diam begini biasanya ada yang gak beres nih? Wajahnya mungkin terlihat biasa aja untuk orang lain cuma aku bisa merasakan kalau dia itu sedang tidak baik-baik saja dan aku juga cukup sadar kalau saat ini mungkin bukan saat yang tepat untuk aku membahas hal bisa saja semakin membuat hatinya sedih ya,” batin Cahaya sendu.
Pemuda itu sadar jika Cahaya sedang berusaha menjaga perasaan Jiddan untuk itu ia mulai berusaha untuk mengalihkan pembicaraan agar suasana perasaan sedih yang mereka rasakan bisa sedikit mencair dan Cahaya yang mengerti jika saat ini Jiddan sedang tak ingin membahas hal yang bisa saja mengganggu pikiran untuk itu Cahaya hanya menyahutinya seadanya.
“Udah tidak usah terlalu di pikirkan kok, toh hal seperti ini bukan masalah yang besar jadi lebih baik kita makan dulu, Cahaya! Nanti makanannya keburu dingin loh, kita bisa bahas sepulang kuliah jadi jangan terlalu di ambil pusing soal apa yang aku katakan barusan ini ya,” ucap Jiddan santai.
“Sepertinya ucapan kamu ini ada benarnya ya? Ya sudah ayok kita makan dulu Jiddan, apalagi sebentar lagi aku juga masih ada kelas karena hari ini jadwal kuliahku lumayan padat jadi nanti kalau mau lanjut mengobrol-ngobrol lagi kamu kabari aku lewat pesan dulu ya,” sahut Cahaya lembut.
Di tengah-tengah obrolan santai di antara Cahaya dan Jiddan tak lama hadir tiga orang kakak kelas Cahaya yang memang teman sekelas Jiddan seketika suasana yang sebelumnya santai berubah menjadi lebih serius membuat Jiddan menyahutinya dengan datar.
“Centil banget masih junior udah minta di kirim pesan, ponselnya yang gak punya teman atau mbanya yang gak laku sampai-sampai mengganggu kakak seniornya! Dasar cewek ganjen ya kamu itu,” ujar Cantika ketus.
“Bisa jadi dia kayak begini karena Jiddannya juga terlalu memanjakan dia tau, Cantika! Makanya Dan jangan terlalu mengampangkan banyak hal toh nanti kamu sendiri yang bisa kehilangan banyak gadis-gadis kampus yang siap jadi bala bantuan kamu tuh Dan,” ucap Defri santai.
“Aku tidak seperti yang kakak-kakak pikir kok, kak Jiddan itu memang sahabat lamaku jadinya kami terlihat cukup akrab dan dia tidak bermaksud memanjakan aku cuma memang kak Jiddan itu orang yang baik jadi tolong jangan salah paham pada sikapnya ya,” sahut Cahaya lembut.
“Tidak usah di pikirkan ucapan mereka de! Dua manusia ini memang terkadang julid kalau ada orang baik di sekitar Jiddan, oh iya Dan! Kamu di cariin tuh sama Cantika sama Clara apa kembarannya itu lah pokoknya! Berisik banget mereka nanya-nanya kamu mulu,” ujar Deon santai.
“Tutup mulut kalian deh, Defri! Cantika! Apapun sikap aku dan mau bagaimana aku perlakuin Cahaya ya itu urusan aku lagipula kalian itu ke kampus buat belajar bukan mengurusi hidup aku yang bukan urusan kalian! Udah kalau mereka menanyakan aku diamkan saja, Deon! Mereka begitu karena kurang kerjaan aja bukan apa-apa,” tutur Jiddan datar.
Sekilas Cahaya bisa melihat jika tatapan Cantika dan Defri memandang dirinya sinis sementara Jiddan juga membalas memandang kedua temannya dengan sangat tajam hingga Cahaya berusaha untuk menenangkan Jiddan dengan mengusap-usap lengan pemuda itu yang memang selalu akan bersikap seperti ini jika ada orang yang berani mengusik Cahaya apalagi terlihat jelas di depannya.