Mendengar suara serak Cahaya yang seperti ia sedang menahan tangisnya membuat Jiddan merasa menyesal karena tak bisa mengabarkan masalahnya pada teman barunya kemarin, lalu dengan lembut ia menceritakan jika ada hal mendadak kemarin jadi Jiddan tak bisa pergi main.
"Maaf, Cahaya! Aku sungguh tidak bermaksud membuatmu merasa kesepian apalagi membuatmu berpikir akan kehilanganku, maaf ya? Kemarin itu aku ada hal mendadak jadi tak bisa pergi main! Baiklah lain kali aku akan mengatakan urusanku sebelum kamu menjadi sedih begini! Cahaya mau memaafkan aku kan ya," tutur Jiddan lembut.
Penjelasan teman barunya entah mengapa membuat Cahaya sontak mendongakkan kepalanya dan Jiddan yang melihat tingkah reflek anak perempuan itu malah tanpa sadar ia terkekeh sedangkan Cahaya mengomeli Jiddan yang di rasa menyebalkan di matanya.
"Benarkah begitu? Kalau memang ternyata seperti itu harusnya kamu memberitahu aku dulu! Aku menunggumu di sini sampai langit menjadi mendung tau! Kamu tidak tau sih bagaimana sebalnya aku bolak-balik di tambah gak bisa berbuat banyak! Sepertinya kamu tak akan mengerti ya kan," ujar Cahaya tak percaya.
"Ahahahaha! Cahaya-Cahaya, lucu sekali ekspresimu itu! Aku juga di sana tak tenang kok cuma ya mau bagaimana lagi kan aku juga tidak bisa bersikap semau diriku jadi ya paling aku hanya bisa meminta maaf dan astagfirullah raut wajahmu itu lucu sekali tau! Aku jadi tak bisa menghentikan tawaku," kekeh Jiddan senang.
"Ih, Jiddan! Kenapa kamu malah tertawa begini?! Lucu darimana sih! Orang aku lagi sebal malah di tertawakan begitu! Otakmu terbentur apaan sih! Aku tuh tidak pernah nungguin orang sampai sesabar itu tau tidak! Sudah aku sabarin malah di tertawakan! Kesal sekali aku melihatmu yang menyebalkan ini Jiddan," omel Cahaya sebal.
Melihat pipi gembil Cahaya yang semakin bulat karena ia sedang marah membuat Jiddan mengusap-usap kepala anak perempuan itu lembut dan ia meminta maaf karena ia tidak bermaksud menertawakannya.
"Oke, oke! Aku salah dan tolong maafkan aku yang terlalu gemas memiliki teman baru sepertimu, Cahaya! Lagipula aku tidak bermaksud menertawakan kamu kok! Aku hanya belum terlalu bisa mengendalikan emosiku mungkin? Maafin aku ya," ucap Jiddan lembut.
Cahaya yang tak terlalu mengambil pusing soal tawa Jiddan membuat gadis itu teringat satu hal dan mungkin teman barunya belum tentu mengabulkan keinginannya, tetapi Cahaya berusaha menanyakan dan meminta pendapat Jiddan terlebih dahulu.
"Baiklah tak masalah untuk tawamu yang menyebalkan itu, tapi aku jadi teringat satu hal! Bagaimana jika kita bersekolah di tempat yang sama? Aku tak memiliki banyak teman di sekolah jadi kalau ada Jiddan setidaknya aku punya teman di sana," sahut Cahaya serius.
Mendengar ucapan Cahaya membuat Jiddan menaikkan alisnya bingung sedangkan di lain sisi Cahaya menatap Jiddan takut lalu tak lama Jiddan meminta satu alasan kenapa ia harus bersekolah di tempat yang sama dengan Cahaya.
"Kenapa aku harus bersekolah di tempat yang sama denganmu, Cahaya? Coba kamu kasih aku satu alasan kenapa aku harus mengikuti keinginanmu? Terlebih kita berbeda kelas dan waktu untuk bertemu pasti jarang! Coba jelaskan padaku," ujar Jiddan serius.
Dalam diam Cahaya memainkan jarinya tanda ia gugup dan ia hanya mengatakan hal ini agar Cahaya memiliki teman walaupun mereka berbeda kelas setidaknya waktu istirahat ada seseorang yang bisa di ajak bicara oleh Cahaya.
"Memang benar kita berbeda kelas, tapi setidaknya waktu istirahat ada seseorang yang bisa aku ajak bicara gitu? Rasanya semua teman seperti sibuk sendiri dan saat aku mau berusaha menjadi teman mereka seperti tidak mau berteman jadi serba salah cuma aku juga tak bisa berbuat apa-apa," ucap Cahaya sendu.
Sebenarnya bukan tanpa alasan Jiddan perlu pertimbangan perihal ucapan Cahaya sebab abahnya tak semudah itu pindah sekolah dan sekolah Jiddan lebih jauh kalau di banding sekolah Cahaya jadi kasihan pelanginya jika ia pindah ke sekolah Jiddan.
"Kasihan sekali teman baruku, sebenarnya aku juga tidak keberatan jika bersekolah di tempat yang sama dengannya! Hanya saja abah pasti agak sulit mengizinkan lalu kalau dia pindah ke sekolahku juga jauh dan kasihan dia harus beradaptasi juga! Ah iya! Aku ada ide, bagaimana kalau ia menunggu nanti ketika kami dewasa ya?" batin Jiddan sedih.
Setelah di pikir-pikir sepertinya Jiddan bisa menemani Cahaya jika dirinya membuat kesepakatan dengan abahnya jadi sampai hari itu tiba Jiddan meminta Cahaya untuk sabar menunggunya dan bertemanlah dengan banyak orang.
"Jadi begitu ya, Cahaya? Aku perlu membuat perjanjian dengan abahku dan sampai hari itu tiba aku harap kamu mau bersabar menunggu kita sekolah di SMA atau universitas yang sama ya? Pokoknya selama aku belum di dekatmu maka tetaplah berusaha untuk berteman dengan banyak orang ya," tutur Jiddan lembut.
Senyuman dan ucapan Jiddan membuat Cahaya mengulas senyumannya dengan riang dan ia meminta Jiddan untuk menepati ucapannya karena Cahaya tidak sabar berada di tempat yang sama dengan teman barunya itu.
"Benarkah! Jiddan berjanji akan satu sekolah dengan Cahaya? Wah! Baiklah Cahaya akan menunggu sampai hari itu tiba jadi ayok kita tepati ucapan ini suatu hari nanti ya, Jiddan? Aku tak sabar bisa berada di sekolah yang sama! Pasti luar biasa!" ujar Cahaya semangat.
Tentu saja Jiddan menautkan jari kelingkingnya pada pelangi barunya dan mereka fokus dengan belajar dan bermain bersama meskipun berbeda sekolah setidaknya hubungan pertemanan mereka berjalan baik hingga tanpa terasa Jiddan dan Cahaya melanjutkan pendidikannya di universitas yang sama, tetapi beda fakultas.
"Jiddan, perasaan aku cuma berdiri di samping kamu doang deh! Terus kenapa aku merasa ada beberapa teman kamu yang seperti menatapku agak sinis ya? Memang salah aku dimana? Gak boleh gitu aku ngobrol sama kamu ya?" gumam Cahaya khawatir.
"Biasa itu mah! Mana ada cewek yang gak ngelirik aku, Cahaya! Udah biarin aja selama mereka gak melakukan hal yang gak baik ke kamu ya tatap sinis balik aja mereka! Lagian ada aku di sini jadi mereka gak akan gangguin kok! Tenang aja ya," sahut Jiddan santai.
Ucapan teman baiknya memang ada benarnya, tetapi Cahaya merasa beberapa teman Jiddan menatapnya sinis dan ia tau bahwa pertemanan mereka tidaklah mudah terlebih mereka semakin dewasa dan perasaan lain juga mulai hadir bersama mereka.
Namun di saat keduanya mengerti jika perasaan lain mulai hadir dalam pertemanan ini, tetapi baik Cahaya maupun Jiddan berusaha terlihat biasa saja bahkan tak ingin kehilangan satu sama lain terlebih hanya pertemanan ini yang menguatkan mereka dikala sedih maupun merasa sendiri.
"Ada ya manusia modelannya kayak Jiddan ini! Iya sih paham dia pasti selalu dilirik cewek manapun karena wajahnya itu memang sukses menarik perhatian dan gak salah juga jadi pusat perhatian orang! Cuma tuh rasanya sebel aja kalau liat dia di tatap segitunya sama cewek lain," batin Cahaya sebal.
"Mungkin ucapanku terdengar agak menyakitkan atau tak perduli padanya ya? Maaf Cahaya! Aku hanya ingin menjaga pertemanan ini karena hanya kamu satu-satunya kekuatan dan alasanku tetap tegar jadi tolong tetaplah bersabar denganku meskipun aku tak pernah mengatakan ini padanya," batin Jiddan sendu.