Arisan

1102 Kata
"Pergi lagi? Nggak makan di rumah?" Vanno mengerutkan kening ketika melihat istrinya sedang memoleskan pewarna bibir. "Iya. Meeting mendadak. Big boss lagi datang," jawab Renata cepat lalu merapikan rambut dan gaun merah marunnya. "Bajumu nggak terlalu terbuka, ya kalau untuk meeting?" selidik Vanno menunjuk pada potongan A line baju terusan tanpa lengan istrinya. "Kan pake blazer." "Apa nggak sebaiknya pake celana panjang saja?" "Kamu kenapa, sih, Sayang? Kayak nggak biasanya aja aku keluar malam mendadak. Kamu tahu sendiri, kan sifat Big Boss? Harus cepat, no toleransi!" Renata tersenyum pada suaminya, mengambil blazer di tempat tidur, clutch dan kunci mobil di meja rias lalu bergegas keluar kamar. "Ini sudah ketiga kali dalam seminggu, Ren. Nggak biasanya." "Mega proyek, Sayang. Ekspansi ke luar negeri. Kamu ingin istrimu maju, kan? Kalau bisa sampai duduk di top manajemen. Mumpung kita belum punya anak." Deg! Ucapan Renata mengiris sisi hati Revanno. Dia tak berkutik jika Renata sudah menyinggung soal anak. Renata mengecup singkat pipi suaminya dan setengah berlari dia menyambar heels di depan pintu keluar lalu bergegas menuju garasi. Tak berapa lama, Vanno mendengar klakson dibunyikan, pertanda Renata berlalu meninggalkan rumah. Ia menutup pintu dan berjalan lunglai ke kamar. Tadi sore ia pulang cepat, belanja ke supermarket dan berencana memasak makanan kesukaan Renata. Beef teriyaki. Namun makanan hasil kreasinya tidak disentuh sedikit pun. Ia pun malas makan sendirian. Makanan sudah dingin, suasana meja makan pun dingin. Lebih baik ia masuk kamar dan menonton film di HBO. Ia masih berharap Renata pulang cepat dan mereka masih punya waktu untuk bercerita. *** Renata memacu mobilnya di jalanan Kota Batam yang luas dan lengang. Big Boss memang datang ke Batam, tapi sudah pulang lagi ke Singapura menggunakan ferry sore tadi. Meeting dengan Big Boss hanya alasan Renata saja supaya bisa keluar malam lagi. Ia tahu Vanno sudah memasak untuknya dan ia merasa sedikit bersalah. Namun, ia tak ingin melewatkan pertemuan pada malam ini. Pertemuan ibu-ibu sosialita yang tanpa sengaja ia temukan di media sosial. Dalam pencariannya untuk melampiaskan hasrat, Renata berselancar di medsos dan menemukan kelompok arisan sosialita dengan agenda pertemuan yang lumayan padat. Ada beberapa jenis arisan yang ditawarkan. Dimulai dari arisan berlian, dollar, saham hingga arisan pop corn. Yang terakhir yang menarik perhatian Renata. Setelah menyetor sejumlah uang melalui salah satu rekening admin, Renata pun melakukan pertemuan pertama untuk melakukan kocokan pertama. Ternyata peminat arisan pop corn ini lumayan banyak. Sekitar dua puluh orang. Jika arisan dilakukan seminggu sekali, waktu tunggu menikmati pop corn cukup lama. Keburu gairah mendidih dan meletup tidak pada tempatnya. Maka disepakati jika arisan dikocok seminggu tiga kali. Ada satu berondong pilihan untuk satu kali pertemuan. Dan yang namanya keluar dari kocokan berhak menikmati one night stand di dalam president suite sebuah resort di Batam. Waktu dan harinya sesuai kesepakatan antara pemenang arisan dan pop corn yang dipilih. "Miss Rain." Renata menyebutkan ID nya pada penjaga meeting room sebuah hotel. Demi menjaga kerahasiaan identitas peserta arisan, tiap peserta diharuskan memakai topeng dan punya ID samaran. Penjaga pintu mengecek namanya pada daftar nama yang tertera di tablet lalu mengangguk dan membukakan pintu untuk Renata. Lorong gelap menyambutnya, ia bergegas mengenakan topeng dan berjalan cepat. Jarak waktu kedatangan tiap peserta sudah ditentukan sehingga tidak akan bentrok. Setelah melewati lorong gelap sepanjang kurang lebih lima meter, Renata tiba di depan sebuah tirai hitam. Ada cahaya di baliknya. Ia sibakkan tirai itu dan mendapati dirinya berada di dalam ruangan yang tidak terlalu luas. Beberapa peserta sudah datang dan mereka sibuk masing-masing. Tidak ada aktivitas sosial kecuali dengan panitia dan ponsel masing-masing. Renata berjalan ke tempat minuman dan mengambil segelas red wine untuk mengurangi gugup. "Miss Rain?" Seseorang menepuk pundaknya. Renata menoleh. Perempuan dengan topeng merak yang cantik. "Silakan transfer dulu ke rekening ini." Perempuan itu menunjukkan sederetan angka pada tabletnya. Renata paham. Ia harus menyetor uang arisan pada nomer rekening yang baru diberikan pada saat pertemuan. "Sudah." Renata menunjukkan catatan pada M-Bankingnya. Perempuan merak itu mengangguk dan mempersilakan Renata menunggu, sementara ia mendatangi satu per satu tamu di ruangan itu. Setelah urusan p********n selesai. Acara arisan pun di mulai. Tiga orang pemuda pop corn memasuki ruangan. Tubuh mereka diselimuti jubah mandi. Di balik jubah itu, para pemuda hanya mengenakan cawat yang sangat ketat yang memperlihatkan tonjolan kelamin mereka. Renata b*******h membayangkannya. Panitia arisan membacakan biodata masing-masing pop corn, sementara para pop corn berjoget erotiss diiringi musik. Tubuh pop corn yang dilumuri minyak terlihat menggoda dan beberapa peserta arisan berteriak histeris saat pop corn tersebut meliukkan tubuhnya. Setelah ketiga pop corn manis tersebut diperkenalkan, saat yang menegangkan pun tiba. Pengundian arisan. Panitia sengaja berlama-lama ketika mengocok dan menjatuhkan gulungan kertas berisi sebuah nama. Lagi-lagi para peserta histeris dan menyebut nama mereka masing-masing. Panitia semakin sengaja membuat suasana tegang. Gulungan kertas arisan dibuka perlahan. Sebuah nama dibacakan. "Miss Rain!" Renata maju ke depan dengan muka tegang dan d**a berdebar. Dia harus memilih. Dia akan memilih. Satu orang pop corn akan dibawanya jalan ke bar. Mereka akan berbincang untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk berkencan dan menggunakan voucher resort yang sudah disiapkan panitia. "Silakan, Miss. Satu, dua atau tiga?" tanya panitia sambil menunjuk pada para pop corn yang berdiri berjajar. Ketiganya tersenyum pada Renata. Renata bingung. Bukankah ini yang dia inginkan? Jadi kenapa bingung? Yang manapun pilihannya tidak jadi masalah, kan? Toh, mereka tidak saling kenal. Dan ini hanya kencan semalam dengan biaya fantastis. Namun para pemuda bayaran ini sudah melewati serangkaian seleksi yang membuat mereka layak diperebutkan. Bahkan mereka juga sudah mengantongi surat keterangan bebas AIDS dan penyakit kelamin. Peserta arisan yang lain melihat kebingungannya. Mereka menyerukan pilihan mereka dan menghasut Renata agar memilih pilihan mereka. Renata makin bimbang. Sayang bajunya tanpa kancing, jika iya, dia akan melakukan cara kuno untuk menentukan pilihan. "Ayo, Miss! Nomer satu saja. Menuh-menuhin bungkusnya. Ugh! Sesak! Pasti big size!" "Nomer dua ulala, Miss. Six packnya sempurna. Pasti staminanya yahud. Bisa bikin kita multiorgsm!" "Lihat nomer tiga, Miss. Bibirnya seksi. Pasti kecupannya nikmat. Bukan di bibir, Miss! Tapi di nggg ... !" Renata sudah sering melakukan itu dengan Vanno. Dia tidak perlu kecupan nikmat di miss v. Dia juga tidak perlu seseorang yang bisa membuatnya merasakan kenikmatan bertingkat, terlalu melelahkan. Dia hanya perlu seseorang untuk menuntaskan dahaganya dan menyesaki kewanitaannya. "Nomer satu," sahutnya mantap. Pemuda pop corn nomer satu meraih tangan Renata dan mengecup ujung jemarinya. Malam baru naik ke singgasana, dia pun berjanji bertemu pemuda pilihannya di bar hotel. Renata menandatangani surat perjanjian arisan. Karena setelah ini dia tidak perlu datang lagi ke pertemuan. Dia hanya harus menyetor sejumlah uang ke nomer rekening yang akan diberitahukan nanti. Setelah menerima voucher resort, Renata pun meninggalkan ruangan. Teman kencannya sudah menunggu dan dia sedikit berdebar.©
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN