Rania semalaman suntuk mengerjakan tugasnya dengan kilat dan juga antara mengantuk juga mau tidur. Persetanlah tugasnya kebanyakan salah, pokoknya sudah siap dan terkirim ke email Arga sebelum tengah malam.
"Hoam!!" Rania menguap dan langsung mencoba bangkit dari tidurnya.
Sekali mencoba anehnya tidak bisa, dua kali mencoba Rania baru sadar sepertinya dia ketindihan, dan ketiga kalinya dia berusaha lagi tanpa putus asa.
"Aaarrrggghhh!!"
Rania membulatkan matanya dan langsung berteriak begitu tersadar. Pasalnya dia ternyata bukan ketindihan biasa. Bukan jin yang sekedar membuatnya merinding, tapi ternyata Arga yang membuatnya meremang.
"Aaarrrg--"
"Yaampun, Ran. Pagi-pagi kenapa sih, kamu udah heboh aja?" tanya Arga yang terpaksa terbangun karena terkejut.
Pria itu mengucek matanya, tapi masih tak sadar dengan posisinya dan enggan bangkit. Sebenarnya dia tidak sepenuhnya menindih Rania, tapi menyamping dan memeluk Rania. Lebih tepatnya dia tidur sambil mengungkung tubuh Rania dalam dekapannya dan sedikit menindihnya.
"Mas, menyingkir!!" seru Rania dengan nada suara yang masih naik beberapa oktaf, sambil mendorong dan memberontak.
Arga yang merasa didorong langsung merasa tak nyaman, dan dia yang masih antara sadar dan tidak itu, karena merasa terganggu langsung mengunci pergerakan Rania. Secara spontan dan reflek masih dalam keadaan belum sadarkan diri.
"Mas lepas! Tolong jangan seperti ini, terlepas dari kita sudah suami istri, aku belum terbiasa!" peringkat Rania membuat Arga menoleh untuk sesaat, tapi kemudian malah menempelkan pipinya pada pipi Rania dengan gemas.
Entah apa maksud Arga melakukan hal seperti itu, tapi sepertinya dia belum sadarkan diri atau mengira kalau dirinya masih bermimpi.
"Mas Ar-Arga ...."
Kini bukan hanya tak nyaman, atau merasa gugup, tapi Rania merasa tertekan, dan juga berada dalam dilemanya. Satu sisi alam bawah sadarnya jujur saja Rania sepertinya suka dan ketagihan menempelkan pipinya dengan pipi suaminya, tapi dalam alam sadarnya Rania yang gugup menepis itu dan terus-terusan memberontak.
"Lepas, Mas Arga bangun, aku sesak tolong lepaskan aku!!"
"Mas argghhh ... jangan begini!"
"Badan kamu gede loh Mas, aku ke gencet tahu!"
"Mas Arga!!"
Rania terus menggerutu tiada hentinya, membuat Arga lama-lama kesal juga dan akhirnya tersadar juga. "Yaampun, Rania. Kamu bawel sekali sih jadi perempuan. Rewel!" omel Arga begitu dia terbangun dengan kesadaran yang hampir memenuhi dirinya.
Kemudian dengan menjengkelkan pria itu bangkit dari tempat tidur, dan meluncur pergi ke kamar mandi tanpa mau repot menunggu balasan dari Rania.
Blam!!
Arga bahkan membanting pintu kamar mandi sangking kesalnya, tapi jangan salah walaupun dia sudah di dalam pria itu sama sekali tak mau repot mengunci pintunya. Bagaimana Rania bisa tahu pintu tak dikunci dari dalam, ialah karena ketikan dibanting pintunya memantul dan berhenti dengan menyisahkan celah seperempat bagian.
Bunyi air segera terdengar dan cipratannya langsung keluar karena pintunya tak tertutup rapat.
"Mas!!" teriak Rania memanggil lalu terdengar deheman yang hampir tersamarkan suara air. "Airnya udah kemana-mana, tutup pintunya!" seru Rania menyarankan.
Namun bukannya mendengarkan atau melakukan, Arga malah semakin melebarkan pintunya. Membuat Rania kesal dan mengusap wajahnya kesal. Dia pun bangkit dan bermaksud melakukan hal sebaliknya, rapi naas hal itu justru dimanfaatkan Arga dan menariknya masuk ke dalam.
"Aaargghhh, tidak!!"
"Diam bawel!"
*****
"Sial. Ini sudah beberapa hari sejak Tuan Arga dibawa pergi oleh istrinya yang jala-ng itu. Huhh, kami jadi tak bisa bertemu karena hal itu!" gerutu Laura sambil memegang kepalanya yang kini berdenyut nyeri.
"Apalagi yang harus aku perbuat. Jangankan ke sana, tahu di mana mereka berada aku tak tahu!" ringis Laura kesal pada dirinya sendiri. "Apa aku cari tahu saja lewat nyonya ya?! Ah, tapi bagaimana caranya supaya dia mau buka mulut?!" kesal Laura pada akhirnya.
"Apa aku pancing saja. Melakukan apa gitu supaya si tua yang bau tanah itu membuka mulutnya. Hm, sepertinya itu ide bagus!" lanjutnya sambil kemudian tersenyum miring.
"Hahaha. Nyonya Rania ... ckckck, sebentar lagi aku akan mengakhiri mimpi indahmu dan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku!"
*****
Sementara itu di kamarnya ada Viona yang nampak kacau dengan mata pandanya. Sepertinya gadis yang kegeraman pada kakak iparnya sendiri itu, tak bisa tidur semalaman. Apalagi tampak jelas dalam ingatannya bagaimana akhirnya setelah Rania pergi dan Arga sangat mencemaskannya.
Viona tak terima karena tak pernah bisa suka dengan Rania, dan maunya Salsalah yang pantas jadi kakak iparnya.
"Apa hal ini aku bicarakan pada Mom dan Daddy, ya? Ah, tapi jangan deh, yang ada nanti aku malah kena omel. Lebih baik aku buat saja rencana untuk memisahkan mereka, lalu menyatukan mas Arga dan kak Salsa. Aku pikiran saja caranya.
Mungkin pertama-tama aku harus cari tahu kebusukan Rania dan membongkarnya. Dengan begitu aku pikir mas Arga dengan sendirinya pasti akan meninggalkan Rania. Hm, ide bagus Viona!" serunya kemudian bersemangat. Sudah seperti menemukan air di gurun saja.
Gadis itu bangkit dan terduduk sambil tersenyum miring memikirkan rencananya. "Aku tidak akan membiarkan perempuan perebut yang tak punya harga diri bersanding dengan kakakku, apalagi setelah semalam dia berani sekali menamparku.
Sial. Aku pasti akan membalasnya dan membuatnya menyesal. Kalau perlu sampai bersembah sujud menjilat tapak kakiku!" seru Viona begitu bernaf-su untuk menjatuhkan Rania.
*****
Sementara di rumahnya, ada Salsabila yang terlihat begitu bersemangat pagi itu. Paginya cerah dan diselimuti oleh senyuman yang bertengger seakan tak mau pergi dari pipinya.
"Dari tadi senyum-senyum terus, ada apa sih Sal?" tanya Ibunya Renita.
Salsa segera menggelengkan kepalanya dan lebih tersenyum lebar lagi melihat Ibunya. "Tidak ada yang begitu spesial Bu, cuma kemarin kerjaan Salsa sangat lancar dan hari ini kelihatan cerah sekali. Salsa jadi senang dan sangat bersemangat."
"Bagus, Nak. Ibu suka mendengarnya dan senang melihat kamu yang ceria begini. Asal jangan tersenyum sendiri saja nanti," canda Ibunya Renita diakhir kalimatnya.
"Ah, Ibu. Nanti Salsa disangkain orang gila dong?!" jawab Salsa.
'Tapi maaf Bu, kebahagiaan Salsa ini sebenarnya adalah karena sebentar lagi Salsa akan membalas perbuatan keji anak kesayangannya Ibu, Rania. Aku akan mengambil milikku lalu memastikannya kapok atas perbuatan buruknya!' batin Salsa melanjutkan.
'Tidak akan adil bukan pelakor bahagia apalagi setelah merampas milik kakaknya sendiri. Rania sudah tak pantas bahagia, harusnya dia menderita dan juga menerima pembalasanku atas segala luka yang dia buat. Mas Arga juga, aku akan membuatnya kembali menerimaku dan aku takkan melepaskan ATM berjalan sepertinya!' lanjut Salsa membatin serius dan picik.
*****