Chapter 3

1406 Kata
Happy Reading ***** "Arghhhhh." Bitna menjerit keras tepat saat tangannya di gigit salah satu dari mereka. __ Tapi tiba-tiba, "Kak Bitna." "Kakak, bangun." Samar-samar Bitna malah mendengar ada suara seseorang yang terus memanggil-manggil namanya. "Kak." Lagi, suara itu makin lama makin terdengar jelas di telinganya. Dan tepat saat Bitna membuka mata lebar, semua kejadian dan orang-orang mengerikan itu langsung lenyap begitu saja. Nafas Bitna masih memburu, dengan keringat yang bercucuran di dahi dan pelipisnya. Ia juga masih berbaring lemas di atas ranjang. Tunggu? Berbaring? "Kakak. Aku panggil dari tadi, tapi kak Bitna nggak mau bangun." Itu suara Bayu, yang saat ini tengah duduk _simpuh_ di samping Bitna. "Maaf ya kak, tangannya tadi Bayu gigit. Soalnya kakak teriak terus, tapi nggak bangun-bangun. Bayu jadi takut." Bitna langsung mengangkat tangan kanannya yang terasa berdenyut nyeri, benar saja terdapat sebuah lekukan bekas deretan gigi tepat di kulitnya. What the__ Si*lan. Jadi kejadian mengerikan itu hanya mimpi? Bitna memejamkan matanya, antara bersyukur dan merasa terbohongi. Sumpah demi apapun semua kejadian tadi seperti nyata adanya. "Kak Bitna. Kakak marah ya aku gigit?" Mendengar itu Bitna hanya mendesah pelan, seraya memijat pelipisnya pelan. "Nggak. Lo pergi aja." Sejujurnya ia sangat bersyukur, karena kalau Bayu tak melakukan itu ia tak akan segera bangun dari kejadian mengerikan itu. Melihat Bayu berjalan pergi, dengan wajah suram tak membuat Bitna perduli. Setelah itu Bayu benar-benar pergi. Sedangkan Bitna terdiam di tempatnya, masih memikirkan tentang mimpinya. Shh, kenapa orang-orang itu sangat mengerikan? ***** Bitna, mahasiswa semester 4 yang mengambil jurusan Teknik Informatika. Bitna adalah anak yang cerdas dengan segala talenta yang di miliki, salah satunya di bidang olahraga dan bela diri taekwondo maupun lainnya. Sedangkan Raden, teman seangkatan Bitna tapi berbeda jurusan, yaitu jurusan jurusan teknik otomotif. Mereka dekat karena Bitna pernah menyelamatkan Raden ketika hampir terserempet motor saat masih maba. Dan ternyata mereka satu fakultas, setelah itu mereka pun menjadi dekat. Pagi ini Bitna memutuskan untuk pergi ke Apartement Raden. Ia merasa harus menceritakan mimpinya pada temannya itu. Karena jujur saja ia masih sangat kepikiran. Di tengah perjalanan, ia mampir dulu ke supermarket, hendak membeli camilan untuk di makan di Apartement Raden. Bitna memang sering ke tempat Raden, malah pernah menginap juga di sana. Dan hari ini ia berencana akan di sana sampai malam. Ia keluar dari Supermarket dengan menenteng 2 kantong plastik besar berisi macam-macam camilan. Tapi saat hendak pergi, matanya teralihkan pada kerumunan di depan Supermarket. Bitna yang pada dasarnya sangat Kepo pun, langsung melangkah mendekat. Bisikan-bisikan orang-orang yang berkerumun menambah rasa penasaran Bitna. Dan tiba lah saat Bitna berhasil mengintip tontonan yang menarik bayak orang itu. Jelas ia shock bukan main. Matanya bahkan sampai melotot lebar, karena ternyata yang menjadi tontonan orang-orang ini adalah mahasiswa di kampusnya kemaren, juga orang yang sempat ia lihat di televisi. Yang anehnya mata pria itu memutih, Bitna jadi ingat sesuatu, tapi ia mencoba mengenyahkan pikirannya itu. Lagi pria itu seperti hendak mengamuk, meski kedua tangannya di borgol, dan mulutnya di sumpal gulungan kain. Bitna juga mencuri dengar dari orang-orang berkerumun ini, kalau pria itu sempat menggigit beberapa petugas polisi yang hendak mengamankan. Ck, sudah jelas sepertinya pria itu benar-benar pemakai narkoba atau mungkin gila. Tidak mau lebih lama membuang waktu di sini, Bitna pun melangkah pergi dari sana. Tapi sesaat setelah ia masuk mobilnya, ia malah dibuat berdecak heran melihat kerumunan di belakang mulai berlarian panik. Ck, Pasti pria tadi kembali mengamuk, harusnya polisi lebih tegas dan langsung menyeret pergi, bukan malah menjadikan tontonan seperti itu. Ah, sudahlah. Bitna pun segera menancap gas pergi, tidak perduli jika orang-orang di belakang makin terlihat rusuh saja. Dua puluh menit perjalanan, Bitna pun sampai di Apartemen Raden. Ia memarkirkan mobil di basement. Saat hendak memasuki lift, Bitna di buat melotot melihat adanya sepasang kekasih yang melakukan hal tak senonoh di tempat umum. Pria itu nampak menghimpit sang wanita, dan sepertinya tengah mencium leher wanita kasar. 'Ck, masih pagi mata gue udah liat beginian aja.' Gerutu Bitna dalam hati. Setelah itu, Bitna buru-buru memasuki Lift dan naik menuju lantai 8, di mana unit apartemen Raden berada. Awalnya Bitna bersiul santai _di lorong_ menuju tempat Raden, tapi lagi-lagi matanya harus ternodai, ketika harus melihat seorang wanita yang tengah menghimpit kekasih prianya di lorong. Sampai-sampai sang pria sangat gelisah di tempatnya, dilihat dari tubuhnya yang bergerak-gerak itu bukti bahwa dia tengah menikmati. Padahal di lihat secara seksama, sang pria malah mirip seperti kejang-kejang dari pada menikmati. Bitna berdecak kagum dengan pasangan-pasangan sekarang, sangat berani. Ck, dan rekor untuk matanya sendiri yang terus-menerus melihat hal-hal seperti ini. 'Kayaknya hari ini hari bercinta sedunia ya?' Gelengan kepala Bitna jelas mengekspresikan bahwa ia heran dengan orang-orang jaman sekarang yang tanpa malu melakukan hal tabu di tempat-tempat terbuka. Cepat-cepat Bitna pun menekan bel setelah sampai di depan unit apartemen Raden. Dan beberapa detik menunggu, seseorang membuka pintu untuknya. Itu Raden. "Den tau nggak, tadi____ Eh." Padahal Bitna hendak bercerita berbagai kejadian yang ia lihat selama perjalanan kemari, tapi Raden malah menarik tubuhnya masuk _cepat_, lalu menelitinya dari atas sampai bawah _panik. Heh, ada apa ini? Kenapa Raden aneh sekali? Padahal tak ada yang salah kan dengan Bitna? Bitna tak membawa barang berbahaya ataupun menginjak kotoran loh. Raden mengecek setiap inci tubuh Bitna mulai depan, belakang, samping kanan, samping kiri, hingga kedua sisi lehernya pun ia di periksa. "Apaan sih Den?" Bitna menyentak tangan Raden kasar. Melihat temannya itu berteriak kesal, membuat Raden mau tak mau menghentikan aktivitasnya meneliti Bitna. Raden menghembuskan nafas lega. "Nggak papa." "Ck, aneh lo." Dengan perasaan jengkel, Bitna berjalan masuk meninggal Raden. Tapi ia langsung terhenti melihat rumah Raden benar-benar berantakan. Ya seberantakan itu hingga lantai nya saja tidak terlihat. "Raden! Apa-apaan sih lo, rumah lo udah kayak kapal pecah. Dan ini, kenapa lo beli makanan banyak banget? mau jualan lo heh ..." Baru saja hendak berhenti mengomel, mata Bitna malah menangkap sebuah benda berbahaya yang tidak mungkin di miliki orang biasa terlebih mahasiswa seperti Raden. "Terus itu-itu, pistol? Gilak sih Den buat apa ini semua." Omelan panjang lebar Bitna sepertinya sama sekali tak di dengar Raden, terbukti dari Raden yang terus bungkam dan malah fokus pada pekerjaan merapikan tas. "Raden!" Bitna berkacak pinggang kesal dengan sikap Raden. "Gue jelasin pun lo juga nggak bakal percaya." Heh, bisa-bisa nya Raden berkat seperti itu. "Apaan sih, belom juga lo ngomong udah PD banget lo." "Ada zombie Na." Ucap Raden pasrah, karena temannya itu pasti akan terus memaksa nya untuk berbicara. Tapi Raden sudah yakin sih kalau Bitna tidak akan percaya semudah itu. Dan benar saja, Bitna sontak tertawa keras mendengar penjelasan Raden. Bitna bahkan terus tertawa hingga perutnya terasa keram,"Haha, ngaco banget lo. Plis lah Den. Jangan jadi gila hanya karena Zombie." "Apa gue bilang." Gerutu Raden tetapi masih dapat didengar Bitna. "Terserah elo deh, terserah." Bitna yang sudah jengah pun tak mau menambah beban pusingnya. "Gue mau nonton tv, kalo sampe gue pulang tempat ini belom bersih. Gue kepret lo Den." Ia berjalan pelan menuju sofa, mengingat perutnya terasa sakit setelah tertawa terbahak-bahak seperti itu. Lagian, ada-ada saja Raden itu. Zombie? haha jelas-jelas zombie itu tidak ada. Raden pikir Bitna anak kecil yang mudah di bohongi apa. "Hm." Raden pun bergumam malas tanpa memperdulikan Bitna. Meski sebenarnya Bitna masih sangat kesal pada Raden, ia memilih duduk menyalakan televisi, dan memakan camilan yang ia bawa. Percuma saja bukan mengomel tanpa henti, karena pasti Raden tidak akan mendengarnya. Bitna meringis melihat makanan yang bersepah di lantai, "Ck, tau gini gue nggak beli makanan Den. Rumah lo aja udah persis warung." ___ Satu jam berlalu, Raden masih berkutat dengan aktifitasnya, begitupun Bitna yang asik menonton tv. Bahkan Bitna sampai lupa tujuannya yang hendak bercerita tentang mimpinya semalam. Dan tiba-tiba, suara dentuman keras diiringi tembakan pistol terdengar dari luar Apartement. Dorr.. Dorr.. Belum cukup, suara keras yang sepertinya sebuah tabrakan beruntun terdengar beberapa kali. Brakk.. Brakk.. Bitna dan Raden saling menatap beberapa detik, sebelum berlari untuk membuka jendela apartemen. Benar saja, Bitna shock melihat keadaan di bawah yang sangat ricuh, ada tabrakan beruntun yang mungkin melibatkan sampai 30 kendaraan, baik mobil kecil dan truck. Semua orang juga berlarian tanpa arah. 'Ada apa ini?' Sungguh Bitna sangat bingung. Sedangkan Raden sendiri malah nampak makin panik melihatnya. "Ini kenapa Den?" Bitna terus bertanya-tanya dengan hati gusar. "Mereka udah nyebar." Kerutan di dahi Bitna muncul saat mendengar celutukkan Raden di sampingnya. "Apa yang nyebar Den?" Raden menoleh dan menatap Bitna lurus, terlihat jelas dari raut wajahnya kalau dia sedang tidak baik-baik saja. "Zombie." ***** Tbc . . . Kim Taeya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN