Chapter 2

1235 Kata
Happy Reading ***** Bitna Sarita. Gadis yang lahir 20 tahun lalu itu memiliki perawakan tinggi dan berbadan keras. Ia tidak feminim juga tidak tomboy, bisa di bilang biasa saja. Ia seperti wanita pada umumnya yang kadang memakai rok ataupun celana. Hanya saja karena hobinya yang lebih ke permainan laki-laki, tak jarang beberapa pria takut mendekati Bitna. Bitna memang seorang petarung handal, penembak jitu, dan gadis pintar. Semua itu memang ia tekuni sejak kecil, seperti ikut club taekwondo, boxing, dan club tembak. Dan karena ibunya sangat support jadi ia juga makin senang melakukannya. Pagi ini Bitna benar-benar merasa sangat sial. Pertama, ia bangun kesiangan, yang padahal ia ada kuis di jam 9 pagi. Lalu kedua, ia kebelet pup tepat saat hendak berangkat. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 8.30 WIB. Bitna memang memiliki kebiasaan buruk, yakni Pup di saat keadaan mepet-mepet seperti ini. Ditambah kebiasaan Pup-nya yang selalu lama, membuatnya mau tak mau harus mengumpat indah berkali-kali. Si*lan. Tapi ya mau bagaimana lagi, kalau ia tak mengeluarkan isi perutnya ia takut malah akan menjadi masalah ketika di kelas. Bitna berlari terbirit-b***t menuju mobilnya, seraya menguncir rambutnya asal. Setelah masuk mobil, tasnya ia lempar ke arah bangku penumpang sampingnya. Tanpa basa-basi, ia segera menancap gas mobil. Bitna mendesis panik, karena sisa waktu kurang dari 20 menit. Sedangkan perjalanan dari rumah menuju kampus kurang lebih 15 menit dengan berkendara normal. Jadi Bitna benar-benar harus mengebut, agar bisa sampai kelas tepat waktu. Saking cepatnya Bitna mengendarai mobil, ia sampai tak memperhatikan jalanan sekitar yang nampak rusuh itu. Beberapa mobil yang berlalu lalang berhenti di tengah jalan, membuat Bitna berkali-kali harus menghindarinya. "Ck, kenapa sih orang-orang, parkir kok pada di tengah jalan." Gerutunya kesal. Sebenarnya, tidak hanya mobil yang berhenti di jalanan. Tapi banyak sekali orang-orang yang berkerumun di tepi jalan, juga emperan gedung. Tapi nyatanya Bitna sama sekali tidak ngeh dengan itu semua. Karena jelas Bitna tak perduli, dan yang ia pikirkan sekarang hanya bagaimana cara sampai kampus tepat waktu. Itu saja. Boommm... Tiba-tiba bunyi ledakan terdengar begitu kerasnya. Hingga Bitna yang berkendara laju pun, masih dapat mendengarnya. Bitna mengintip dari kaca spion samping kanan mobilnya. Dapat ia lihat sebuah mobil pemadam kebakaran meledak, setelah menabrak dinding bangunan tinggi. Tapi yang membuat Bitna heran, banyak sekali orang yang mulai berkerumun mengelilingi mobil pemadam kebakaran itu. Padahal mobil itu jelas-jelas terbakar _berkobar api_. "Gimana sih. Padahal itu meledak, malah pada deket-deket. Ck." Bitna geram dengan tingkah orang-orang di sana. Tapi mau bagaimana lagi ia tidak bisa ikut mengurusi, ia mementingkan Kuisnya, jadi ia harus fokus untuk menyetir. Saat Bitna hendak memfokuskan kembali ke jalanan depan. Ia malah di kejutkan oleh seorang pria yang tiba-tiba menyebrang jalan sembarangan. Dan akhirnya, "Akhh..." Bitna membulatkan mata lebar, seraya menginjak pedal rem kuat-kuat. Cittt.... Brakkk.. Namun naasnya, adegan tabrakan pun tak terelakkan. Padahal Bitna sudah menginjak rem dalam-dalam loh, tapi karena mobilnya melaju kencang dan orang itu berjarak terlalu dekat, jadilah hal seperti ini. Bitna shock berat dengan mulut ternganga lebar, jantungnya berdegup kencang, sedangkan tangannya yang memegang roda kemudi kuat-kuat mulai mendingin. Bagaimana ini? Ia sudah menabrak orang dengan begitu kerasnya, sampai orang tersebut terpental jauh ke depan. "I-ini gimana." Suara Bitna terdengar parau, lantaran terlalu shock. Jujur saja, Bitna sangat takut untuk keluar, baru kali ini ia terlibat hal seperti ini. Ia bingung harus berbuat apa. Tapi akhirnya meski dengan keadaan masih sangat panik Bitna tetap akan turun, mengingat ini semua salahnya, dan ia harus bertanggung jawab. Baru saja ia membuka pintu mobil sedikit, ia malah di buat tercengang melihat orang yang ia tabrak malah hendak beranjak berdiri. What the hell!! Bagaimana mungkin? setelah tertabrak begitu keras, tapi orang itu masih bisa bangun. Padahal menurut Bitna kemungkinan-nya kecil orang itu bisa selamat. Bitna bergidik ngeri melihat kepala dan wajah orang itu bercucuran darah. Jangan lupakan mata tajamnya yang hampir memutih semua menatapnya lurus. Awalnya Bitna pikir orang itu buta karena seluruh matanya putih, tapi tatapan tajam itu sepertinya tak menunjukkan demikian. Karena hal itu, tanpa sadar Bitna malah kembali menutup pintu mobil rapat. Jujur saja ia sangat takut. Dan detik berikutnya, "Graaaa." Bitna membelalak terkejut, ketika orang itu berteriak keras seraya berlari ke arahnya, dan langsung menubruk kaca depan mobilnya. Takut. Sangat takut. Bitna menggigit jari kukunya sendiri antara bingung dan takut. "To-tolong." Cicitnya tanpa sadar. Padahal ia tak tau harus meminta bantuan pada siapa. Brakk... Brakk... Brakk... Apalagi orang itu nampak seperti orang gila, yang terus memukul-mukul kaca mobilnya keras. Dan jangan lupakan sikap anehnya yang seperti hendak menggigit. Disaat hal genting ini terjadi, harusnya Bitna segera menancap gas mobil dan pergi. Tapi entah kenapa ia masih merasa bersalah jika meninggalkan tanggung jawabnya atas luka orang di depan mobilnya itu. Eh, tunggu? Bitna tiba-tiba terdiam, ketika telinganya mendengar suara yang amat berisik dari luar. Seperti hujan atau mungkin seperti suara banjir? Tapi tidak mungkin karena langit nampak begitu cerah sekarang. Yang jelas, semakin lama suara itu semakin kencang saja. "Ini suara orang lari." Pekik Bitna tiba-tiba. Ya, tidak salah lagi, ini seperti suara orang yang lari berbondong-bondong. Dan tepat saat ia hendak mengintip lewat kaca mobil sampingnya. Ia malah di kejutkan akan adanya wajah mengerikan seseorang yang tiba-tiba menempel di kaca. "Aaaa.." Bitna membekap mulutnya, menahan jeritan. Si*l, orang itu benar-benar mengerikan, wajahnya pucat dan terdapat luka lebar nan dalam pada pipi kirinya, seolah baru saja di gigit bruntal. Tidak berhenti di sana. Bitna lagi-lagi dikejutkan dengan mobilnya yang seperti di tabrak dari belakang. Bahkan kepalanya sampai terkatuk ke depan saking kerasnya. "Graa.. Graa.. Graa.." Jeritan kencang keluar begitu saja dari bibir Bitna, ketika ratusan orang, ralat mungkin ribuan orang mengerikan mulai mengelilingi mobilnya. Semua sisi mobil, hingga bagian atas mobil di kelilingi mereka semua. Wajah mereka sangat-sangat mengerikan, banyak sekali luka terbuka di tubuh merek, mulai dari pipi, leher, tangan, dan lainnya. Ditambah mulut mereka juga penuh darah. Dengan keadaan sangat panik, Bitna mencoba menyalakan kembali mesin mobilnya, hendak pergi dari sana. Brumm.. Brumm.. Brumm.. Tapi nyatanya tidak semudah itu, mobilnya sama sekali tidak mau bergerak, meski ia sudah menancap gas dengan kekuatan penuh, mobilnya tetap di tempat. Bagaimana ini? Bitna ingin menangis. Tapi ia sadar tangisan bukan jalan keluar. Jadi ia harus meminta bantuan. Dan di kepalanya langsung terlintas nama Raden, teman satu-satunya yang ia punya. Ya, Raden bisa di andalan untuk memikirkan jalan keluar. Dengan tangan yang gemetar, ia meraih tasnya, dan mengambil ponsel dari dalam sana. Beberapa kali ia salah menekan layar ponsel karena saking paniknya. Dan setelah menemukan nama Raden di daftar kontak, ia segera menggeser tombol panggil. Tutttt.. tutttt.. Tutttt.. tuttt.. Rasa cemas makin menderai, ketika Raden tak kunjung menjawab. Apalagi orang-orang di luar seperti tak sabar ingin menyerangnya. Gagal, panggilannya pada Raden tak terjawab. Bitna hendak mencoba menghubungi lagi, tapi bunyi suara retakan dari kaca sampingnya membuat ia menjatuhkan ponsel tanpa sadar. Crakk.. Crakk.. Retakan kaca mobilnya makin lama makin melebar, di dorong sekali lagi, sudah di pastikan kaca itu akan langsung pecah. "Oh tuhan." Bitna menjerit makin panik. Tangannya terulur, menahan kaca itu agar tak terdorong ke dalam. Bitna sadar tidak ada cara untuknya menyelamatkan diri, yang ada hanya mengulur waktu sebelum ajal menjemputnya. Dan, Crankkk.. "Aaa..." Kaca itu benar-benar pecah, membuat kepala dan tangan-tangan orang mengerikan itu menerobos masuk lewat jendela. Ia buru-buru mengambil tasnya lalu memukul-mukul kepala dan tangan-tangan itu sebagai bentuk pertahanan diri. Tapi hal itu malah memudahkan orang-orang mengerikan meraih tangannya. "Arghhhhh." Bitna menjerit keras saat tangannya di gigit salah satu dari mereka. ***** Tbc . . . Kim Taeya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN