4. Namanya Siapa?

1448 Kata
Arjuna melirik jam tangan hitam yang ada di pergelangan kanannya sebelum memasuki halaman rumahnya. Jarum jam itu menunjukkan angka setengah tujuh malam. Laki-laki itu langsung keluar dari mobil dan masuk kedalam rumah sambil mengucap salam. "Kamu dari mana aja, Sayang? Kok baru pulang jam segini." Athena menyambutnya dengan raut wajah khawatir. Ia mencium punggung tangan Athena. "Maaf, Bun, tadi Aa main ke rumah Malik. Aa bawain bakso nih." Athena mengusap rambut putra sulungnya. "Kalo pulang telat itu bilang dulu. Telepon Bunda. Untung Ayah belum pulang, kalo udah kamu bisa di marahin." Arjuna tersenyum. "Iya maaf, Bunda." "Fika mungguin kamu dari tadi. Dia di halaman belakang sama Eve." Senyumnya sedikit melebar. "Iya. Arjuna ke kamar sebentar taruh tas ya." Athena mengangguk. Ia menatap putranya sebentar sebelum akhirnya pergi ke dapur untuk menyiapkan bakso yang dibawa Arjuna. Arjuna pergi ke kamarnya untuk menaruh tas. Setelah itu ia pergi ke halaman depan untuk menemui Fika. "Juna." Fika tersenyum sumringah saat Arjuna datang. Perempuan itu turun dari ayunan. "Hai." sapa Arjuna. "Eve, Aa bawain bakso. Tuh lagi disiapin sama Bunda." "Beneran?" mata Eve terlihat berbinar. Gadis itu langsung berlari ke dapur saat mendapat anggukan dari Arjuna. Eve sangat menyukai bakso. "Kenapa disini? Kalo tau kesini tadi bareng aja." ujar Arjuna. Fika duduk lagi di ayunan itu dan Arjuna mengambil posisi dibelakang Fika untuk mendorong pelan ayunan itu. "Papa sama Mama tadi gak ada di rumah. Aku gak mau sendirian, yaudah kesini aja." ujar Fika. "Kamu dari mana? Kok baru pulang." Arjuna bergumam. "Main di rumah Malik." jawabnya. "Mau bakso gak?" Fika menoleh dan mengangguk cepat. Arjuna terkekeh. Ia mengelus puncak kepala Fika lalu pergi ke dapur untuk mengambil bakso. Setelah itu, ia kembali lagi. "Kamu nggak makan baksonya?" tanya Fika saat Arjuna hanya membawa satu mangkuk saja. "Udah abis." "Yaudah kamu makan aja yang ini." katanya lalu mengulurkannya lagi pada Arjuna. Laki-laki itu menggeleng. "Gak usah. Kamu makan aja." Arjuna tersenyum. Beberapa saat hening terjadi diantara mereka. Hanya ada suara angin dan dentingan sendok yang diciptakan oleh Fika. Arjuna berdehem. Ia beralih pada ayunan disamping Fika. "Kamu tadi pulang dianterin siapa?" "Yang aku ceritain itu. Kamu tau gak, Jun, dia bilang suka sama aku." katanya dengan antusias. "Aku belum jawab sih. Soalnya bingung." "Kamu suka juga sama dia?" "Dia baik sama aku, perhatian juga, siapa sih yang gak suka?" Fika terkekeh. "Termasuk kamu?" Fika hanya tersenyum. "Apa aku kurang baik? Kurang perhatian sama kamu sampe kamu gak suka sama aku?" ujarnya tiba-tiba. Senyum Fika perlahan luntur. Ia diam untuk sesaat. Membiarkan suasana canggung menyelimuti mereka. "Juna, nggak kaya gitu. Kamu baik, banget malah. Kamu juga sangat perhatian sama aku. Saking baiknya kamu, kamu itu gak pantes buat aku yang gak bisa ngebales perasaan kamu." "Iya kenapa? Apa yang bikin kamu gak bisa bales perasaan aku?" suara Arjuna berubah lirih. Fika diam. Ia menatap Arjuna lekat-lekat sebelum ia menjawab. "Juna, kamu tau aku cuma nganggep kamu sebagai adik aku. Sama kaya Eve, Chelsea sama Dasha. Kalian adik aku." Arjuna terkekeh datar. "Bibir kamu emang bilang begitu. Tapi mata kamu? Mata kamu berucap lain, Fik." ujarnya. Ia menghela nafasnya. "Aku gak tau alasan kamu yang sebenernya apa, tapi yang jelas perasaan aku gak berubah buat kamu. Sampai kapanpun." Tatapan Fika berubah sendu. "Juna.." Arjuna menatap keatas, menghirup nafasnya panjang. Laki-laki itu beralih lagi ke belakang Fika. "Ah, aku harus dorong lagi. Makan baksonya, nanti keburu dingin. Eh, maksudnya, nanti keburu aku makan." Arjuna mencoba untuk melupakan kejadian beberapa saat yang lalu. Ia ingin suasana seperti biasa. Bukan canggung seperti ini. Laki-laki itu mendorong ayunannya agak kencang, membuat Fika mengomel. "Juna, pelan-pelan nanti kuahnya tumpah ih!" ?? "Assalamualaikum." ucap Arjuna sambil menekan bel beberapa kali. Beberapa menit kemudian, seseorang membukakan pintu untuknya. "Waalaikumsalam. Arjuna, pagi-pagi udah kesini. Mau jemput Fika ya?" ujar Ajeng dengan ramah. "Iya Tante. Kak Fika-nya udah siap?" "Dia masih di kamar, palingan sebentar lagi selesai. Kamu mau masuk? Ikut sarapan di dalem, Sayang." Laki-laki itu menggeleng. "Nggak usah, Tante. Arjuna nunggu di luar aja." Ajeng terkekeh pelan. "Ya sudah. Tante panggilin Fika sebentar ya. Kamu duduk dulu aja." Arjuna mengangguk. Ia lalu duduk di kursi yang ada di teras. Laki-laki itu melirik jam tangannya. Sudah hampir setengah tujuh, gerbang sekolah akan di tutup jam setengah delapan. Sedangkan jarak tempuh dari sini ke kampus dan balik ke sekolahnya akan memakan waktu lebih. Arjuna tidak mungkin ngebut saat bersama Fika. "Ayo berangkat." Fika menepuk pundaknya membuat Arjuna menoleh. "Gak pamit dulu? Om sama Tante mana?" "Gak usah. Mama sama Papa lagi sarapan. Tadi aku udah pamit kok. Sekarang ayo berangkat nanti kamu telat." Arjuna terkekeh. "Kan aku mau nganterin kamu, kok jadi aku yang telat." katanya sambil membuka pintu mobil. Fika masuk. "Iya kan kampus sama sekolah lawan arah. Jauh pasti, nanti kamu telat." ujarnya saat Arjuna telah masuk kedalam mobil dan menyalakan mesin. "Kamu udah sarapan?" "Kan sarapan aku ada di kamu." Arjuna tersenyum. Ia mengambil kotak bekal yang biasa ia gunakan di jok belakang lalu menyerahkannya kepada Fika. Laki-laki itu langsung saja tancap gas. "Kamu udah sarapan?" tanya Fika. "Udah." "Curang. Masa aku makan sendirian, sedangkan kamu nggak." Arjuna tersenyum. "Gak papa. Kamu abisin aja." Butuh waktu dua puluh lima menit untuk Arjuna sampai di kampus Galaxy. Mungkin jika ia ngebut, durasinya akan lebih kecil dari itu. "Mau aku jemput gak?" tanya Arjuna. "Lihat nanti ya. Aku duluan ya ada kelas. Kamu hati-hati di jalan, jangan ngebut dan jangan telat." ujar Fika. Arjuna mengangguk. Ia tidak langsung pergi saat Fika keluar dari mobilnya, Arjuna menatap kepergian Fika sampai Fika hilang dari pandangannya. Setelah itu, barulah ia melajukan mobilnya secepat mungkin ia sampai ke sekolah. Jika Arjuna telat, maka Dean dan Athena akan mengomel dan mengancam melarangnya untuk mengantarkan Fika ke kampus lagi. Kejadian seperti itu pernah terjadi sampai tiga kali. Hingga laporan Arjuna telat dari guru BP sampai ke telinga orang tuanya. Saat itu Dean marah walau tidak sampai membentak atau memukulnya, hanya saja Ayahnya itu memotong uang jajan dan menyita mobilnya selama satu minggu. Sehingga Arjuna tidak bisa mengantar-jemput Fika lagi. Memikirkannya saja membuat Arjuna ngeri. ?? "Aa tadi hampir telat lagi. Pasti nganterin Kak Fika ya?" Arjuna hanya bergumam menjawab pertanyaan Eve. "Lo gimana sih, kemarin lo nganterin cewek voli itu balik, sekarang lo nganterin Fika. Gimana sih, gue kira lo beneran mau move on." omel Malik. Arjuna menghela nafasnya pelan. Semua terasa susah. Melupakan seseorang yang telah disukai sepanjang hidup kita. "Tadinya iya. Gue coba dengerin saran kalian buat cari cewek lain dan move on. Tapi terlalu susah." "Pasti susah kalo Aa gak niat." cibir Eve. "Ya gimana dong." "Liat, cewek voli itu disana sama temennya. Lo samperin sana." suruh Zoe. Eve mengikuti arah pandang Zoe, melihat cewek voli yang mereka bicarakan itu. "Ngapain?" tanya Arjuna. Zoe berdecak sebal. "Heh biji ketapang, lo bilang kan mau coba cara kita, cari cewek lain dan move on. Kemarin lo udah nganterin dia balik, sekarang lo lanjutin acara pendekatan lo." "Ih iya cantik. Aku tau dia. Andalannya anak voli tuh. Setuju aku." ujar Eve sambil bertepuk tangan senang. "Siapa namanya, Eve?" tanya Arjuna. "Aa gak tau namanya? Kalian juga? Udah nganterin balik tapi namanya gak tau?" Eve mengerjapkan matanya, terlampau terkejut. "Kemarin dia sempet nyebutin namanya. A siapa gitu." Arjuna nyengir. "Udah samperin aja sana. Ajak basa basi." ucap Malik. "Males ah." "Ish Aa. Sana! Atau mau aku bilangin Ayah kalo Aa udah dua hari hampir telat masuk?!" ancam Eve. Arjuna mendengus. Ia sudah tidak bisa menolak lagi. Laki-laki itu beranjak dan menghampiri meja Aulia dan teman-temannya yang berada di pojok. "Kok bisa sih Aa nganterin dia?" tanya Eve. "Jadi kemarin dia diganggu sama si Bumi. Terus Arjuna tolongin dan nganterin pulang deh." ujar Zoe menjelaskan. "Kak Bumi?" Kedua laki-laki itu mengangguk serempak. Eve diam. Matanya tak sengaja menangkap sosok Bumi yang duduk bersama kedua temannya di pojokan dekat penjual siomay. Eve menatapnya lama. Menatap Bumi yang sedang tertawa lepas bersama teman-temannya. Lalu tanpa sadar, satu sudut bibirnya terangkat. Hal itu tertangkap pengawasan Malik. "Lo suka Bumi ya, Eve?" tanya Malik membuat Eve langsung menoleh dan melotot. Gadis itu tampak gugup saat ditanya seperti itu. "Kebetulan atau nggak, gue selalu lihat lo lagi merhatiin Bumi. Entah dia lagi makan di kantin, lagi nongkrong deket tangga atau lagi main basket." ujarnya. "Jangan kasih tau Aa." ucap Eve cepat. "Jadi beneran suka nih?" goda Zoe. "Ish." wajah Eve memerah. Selama ini Eve memang sering memperhatikan Bumi. Entah ia sadar atau tidak. Eve merasa ia tertarik saja. Bumi menarik walau cowok itu nakal. "Jangan kasih tau Aa. Kalian tau Aa sama Kak Bumi gak akur." ujar Eve sambil menunduk. "Hmm." Malik bergumam. "Kenapa lo suka Bumi?" "Nggak tau. Seneng aja." Malik menyunggingkan senyumnya. "Mending jangan suka Bumi. Lo tau Bumi kaya gimana orangnya." ??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN