8. Berita Terkutuk

1276 Kata
Arjuna meringis lalu nyengir saat Dean menatap tajam dan Athena menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Udah berapa kali Ayah bilang sama kamu. Boleh nganter-jemput Fika, tapi jangan pas kamu sekolah. Fika anak kuliah dan jadwalnya beda sama anak SMA, jangan pagi saat kamu harus berangkat sekolah tapi kamu malah mengantarkan Fika. Lagipula jarak kampus dan sekolah itu itu beda arah, jauh pula." Dean menatap anaknya jengkel. "Ayah, lagipula Aa masih bisa masuk. Gak telat masuk kelas, cuma telat masuk sekolah aja." kata Arjuna. "Tetap saja. Aturannya semua siswa paling telat jam 8 harus sudah ada disekolah. Lah kamu?" Dean melepaskan kacamata yang bertengger dihidungnya. "Mobil kamu Ayah sita selama satu minggu. Uang jajan juga bakalan Ayah potong. Kamu berangkat dan pulang sekolah diantara Pak Parman bareng sama adik-adik kamu." Arjuna sudah tau jika akhirnya akan seperti ini. Ia menatap Athena memelas meminta pertolongan. "Bunda.." Athena hanya tersenyum tipis lalu mengangkat bahunya, tidak bisa menolong Arjuna jika suaminya sudah seperti ini. "Ayah, jangan disita dong mobilnya.." Arjuna menunjukkan wajah memelas. "Nggak. Akan tetap Ayah sita!" "Yaudah, aku bawa motor ya?" Dean tetap menggeleng. Tidak mengizinkan Arjuna menggunakan alat transportasi apapun sendirian. "Makanya Aa jangan ngelanggar, kan jadinya gini." ujar Athena sambil mengelus lengan Arjuna. "Nanti Ayah bakal nelepon Om Taufik supaya Fika berangkat gak dianter kamu terus." ujar Dean. "Bukan Kak Fika yang minta, Arjuna sendiri yang mau, Yah." kata Arjuna, ia tidak ingin jika Dean menyalahkan Fika. "Maka dari itu, karena kamu yang mau, Fika harus nolak." Arjuna mencebikkan bibirnya. ?? "Kakak!! Ih yaampun aku kangen banget. Gilaaaaa! Makin keren aja pake seragam pilot!" ujar Aulia dengan keras, kepada seseorang yang sedang video call dengannya. Abraham, cowok itu terkekeh melihat ekspresi adiknya. "Kakak juga kangen. Sedih deh gak pada jenguk kesini." "Astogeng, Bandung ke Qatar bukan dari rumah ke pasar." Wanita yang ada disamping Aulia terkekeh melihat putrinya itu. "Kamu apa kabar disana?" Kakak Aulia itu tersenyum. "Baik. Mama gimana kabarnya? Papa pulang belum?" "Mama baik, Sayang. Kalo Papa kamu, dia gak pulang. Paling pulang kalo nanti Aulia wisuda aja." ujar Amani, Mamanya Aulia. "Kaya bakalan lulus aja." ledeknya. "Ish." Aulia mengerucutkan bibirnya. "Aku kan pinter, pasti luluslah." Abraham terkekeh. "Kamu habis terbang darimana? Itu lagi di Doha atau dimana?" tanya Amani. "Terbang ke Ceko, Ma. Ini sekarang lagi di Ceko, selesai landing satu jam yang lalu, sekarang aku udah di hotel." "Kamu pasti cape ya? Kamu istirahat gih." "Nggak kok, Ma." Abraham tersenyum disana. "Kakak gak ada jadwal terbang ke Indonesia gitu?" tanya Aulia. "Kangen banget aku. Kangen dijajanin." katanya lalu cengengesan. Abraham memutar bola matanya lalu tertawa. "Bulan ini sih gak ada. Gak tau bulan depan, jadwalnya belum keluar, baru keluar minggu depan." ujarnya. Abraham pun sama, ia merindukan adiknya yang selalu manja kepadanya itu. "Emang kalo Kakak terbang kesana, kamu mau nemuin Kakak?" "Nggak juga sih." katanya lalu Aulia tertawa, disusul tawa kecil Amani. "Lia, kamu yakin mau ikut Kakak kesini kalo udah lulus?" tanya Abraham. "Ya tergantung. Kalo Kakak bisa ngejamin bikin aku masuk kesana, aku bakalan ikut Kakak." katanya lalu Aulia tertawa lagi. Abraham ikut tertawa walau sejujurnya ia kesal karena jawaban Aulia tidak serius. Padahal ia bertanya serius. "Serius, Lia. Kakak gak bisa jamin, Kakak juga gak bisa masukin kamu secara cuma-cuma karena Kakak kan cuma pilot, bukan staff recruitment." Aulia tersenyum lebar. "Tenang aja, Kak. Aku udah belajar banyak dari Mama gimana nanti pas recruitment. Aku udah punya jawabannya. Tenang aja." Abraham terkekeh. "Iya deh percaya. Pokoknya jangan ngecewain ya. Harus lulus pokoknya." "Iya. Aulia janji!" Abraham tersenyum. "Iya. Yaudah ya Lia, Mama, aku mau mandi dulu. Udah lengket nih, 10 jam terbang bikin kegantenganku sedikit luntur." Amani tertawa pelan, sedangkan Aulia menunjukkan ekspresi seakan ingin muntah. Selanjutnya, video call itu terputus, Aulia pun menutup laptopnya dan meminta izin kepada Amani untuk pergi ke kamarnya karena akan mengerjakan tugas. Aulia membaringkan tubuhnya diatas kasur setelah menyimpan laptop di meja belajarnya. Ia ingin rebahan sebentar sebelum mengerjakan tugas. Lalu ponselnya berbunyi, sebuah pemberitahuan dari Line-nya yang katanya Arjuna menambahkan dirinya sebagai teman. Disusul dengan sebuah pesan. Darimana Arjuna tau ID Line-nya? Arjuna Galaksi : Hai Lia. Ini Dilan. Aulia tidak dapat menahan tawanya saat membaca pesan dari Arjuna. Receh tapi lucu juga. Dilan? Menurutnya Arjuna bahkan lebih ganteng dari Dilan. Aulia Horison : Iya Dilan? :p Aulia melanjutkan bercandaan receh Arjuna. Tidak lama Arjuna langsung membalas lagi. Arjuna Galaksi : Wkwk. Lagi ngapain? Aulia Horison : Nggak lagi ngapa-ngapain. Dapet ID gue dari mana? Arjuna Galaksi : Soal itu sih kecil. Jangan kepo, nanti lo sayang. Kalo udah gitu kan, nanti gue disuruh tanggung jawab lagi. Aulia tanpa sadar tersenyum. Aulia Horison : Dih. Lama Arjuna tidak membalas lagi pesannya. Bahkan setelah sepuluh menit setelahnya. Apa karena ia membalasnya terlalu singkat jadi Arjuna tidak membalas pesannya lagi? Atau, karena memang tidak ada pembahasan? Mungkin saja kan. Karena Arjuna tak kunjung membalas lagi, Aulia akhirnya membiarkan ponselnya tergeletak diatas ranjang lalu dia beranjak menuju meja belajar untuk mengerjakan tugas. Lagipula, kenapa juga Aulia harus menunggu pesan dari Arjuna? ?? "Junaaaa!!" "Kenapa? Keliatannya seneng banget?" tanya Arjuna. Barusan Fika meneleponnya saat Arjuna hendak membalas pesan Aulia. "Iya, aku lagi seneng banget." kata Fika sambil memekik senang. "Seneng kenapa?" tanya Arjuna lagi, ia merubah posisinya menjadi terlentang. "Ohiya, maaf besok gak bisa bawain makanan sama nganterin kamu ke kampus ya. Mobil aku disita Ayah." "Iya, tadi Om Dean telepon Papa katanya kamu udah gak bisa lagi anter-jemput aku. Nggak papa kok, Jun. Lagipula, mulai besok aku dijemput Sakha." "Sakha?" Fika bergumam. "Iya. Tadi siang kita jadian. Dia ngajak makan siang gitu terus nagih jawaban." Fika memekik lagi. "Aku seneng banget. Nanti aku kenalin kamu sama Sakha ya." Arjuna tersenyum miris. Kenyataan yang tidak pernah ia inginkan akhirnya terjadi juga. Walau akhir-akhir ini Arjuna selalu berpikir jika sampai kapanpun ia mungkin tidak akan pernah bisa menempati posisi utama dihati Fika. Tapi, tetap saja Arjuna merasa tidak rela jika Fika bersama yang lain. Hatinya merasa sakit. Meski begitu, asalkan Fika bisa dan tetap bahagia, Arjuna tidak apa-apa menanggung rasa sakit dihatinya itu. "Iya. Selamat ya." Arjuna tidak tau harus merespon apalagi. "Sakha gimana orangnya?" "Dia baik banget, perhatian juga. Tipikal penyayang pokoknya!" "Kalo dia nyakitin kamu, bilang sama aku, Fik, biar aku hajar dia." ujar Arjuna. Fika malah terkekeh. "Dia gak bakalan nyakitin aku. Dia kelihatannya udah sayang banget sama aku." Kelihatannya? Fika bahkan tidak pernah bisa melihat perasaannya yang jelas-jelas telah mencintai perempuan itu selama ini. "Tapi makasih kamu peduli sama aku. Kamu emang adik sekaligus sahabat terbaik aku pokoknya!" Arjuna selalu tidak suka jika Fika menyebut dan menganggapnya adik. Karena baginya, Fika bukanlah kakaknya. Dia perempuan yang dicintainya. "Tadi dia ngasih aku bunga sama boneka. Romantis banget dia orangnya." Apa gue nggak romantis? Pikir Arjuna. "Kamu lagi ngapain?" tanya Arjuna, mengalihkan pembahasan. Ia tidak ingin membahas Sakha dan malah membuat perasaannya kian memburuk. "Lagi tiduran. Udah denger belum? Katanya Tante Olla mau ke Jakarta. Aku tadi denger Mama sama Papa ngobrol katanya gitu sih." Arjuna bergumam. "Nggak tau. Ayah sama Bunda belum bilang apa-apa." "Ohiya, tadi kamu bilang kamu lagi dihukum sama Om Dean? Ngelanggar aturan lagi? Aturan yang mana?" tanya Fika, lalu terdengar perempuan itu mengajak kucingnya berbicara. Arjuna tidak mungkin mengatakan jika ia dihukum karena selalu kesiangan sebab selalu mengantarkan Fika. Perempuan itu akan merasa bersalah dan akan melarangnya juga. "Biasalah. Nilai jelek." "Nggak mungkin nilal kamu jelek. Kamu kan pinter." "Aku gak pinter di semua mata pelajaran. Kamu tau itu." ujar Arjuna. Selanjutnya mereka mengobrol banyak hal sampai malam. Kebanyakan pembicaraan mereka mengenai bagaimana Sakha mendekati Fika saat itu. Membuat Arjuna semakin panas dan rasanya ingin meledak. Apa Fika tidak sadar jika dia sedang curhat kepada orang yang tidak tepat? ??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN