Bella dan yang lainya kembali ke tempat dimana mereka menginap. Meski Yuan masih bingung. Dia tidak dapat jawaban yang memuaskan dari Felix. Bahkan Felix tidak mau mengatakan semuanya. Dia hanya dapat jawaban tugas itu sudah ada di tangannya. Dirinya pembunuh sudah ada di tangannya.
Yuan tak hentinya terus melirik wajah Felix. Dia bingung harus berkata apa lagi. Asia juga tadi membangun Felix untuk membawa pasien. Bella yang sangat ahli dalam menyamar. Dia bahkan rela menyamar menjadi dokter. Karena terlihat hanya dia yang sangat jenius pantas jadi dokter. Dan, dari semuanya. Hanya satu yang membuat tugasnya sulit. Bella tak sengaja bertemu dengan Deon. Tapi begitu cepatnya. Yuan dan trik tangan Bella. Untuk segera pergi ga pa penjelasan apapun ke Deon. Saat terakhir yang menegangkan itu membuat Bella sempat gemetar tidak bisa berkata apapun.
"Bella, apa kamu bantu rawat dia." pinta Felix.
"Baiklah, apa kita juga perlu menyewa seorang dokter."
"Tidak, perlu. Bukanya kamu lulusan dari universitas kedokteran. Kamu bisa mengatasi semuanya. Aku yakin itu, hanya sana jalan pekerjaan kamu yang berbeda." ucap Felix. Dia berdiri tepat di depan Bella. Menarik dia sudut bibirnya. Mengulurkan sebuah senyuman tipis di wajahnya.
Felix membalikkan badannya. Dan, segera pergi ke kamar. Bukannya tidur. laki-laki itu langsung meraih laptop nya. Dan, bersiap untuk melakukan rencananya lagi.
Bella yang masih merasa ada yang handal di hatinya. Dia segera pergi menemui Felix. Berjalan menuju ke kamar Felix. Lalu segera membuka pintu kamar Felix secara perlahan. Kedua mata itu menatap ke depan. Melihat Felix yang masih belum tertidur.
Bella menghela napasnya. Dia mencoba untuk memberanikan dirinya melangkahkan kaki untuk berjalan mendekati Felix.
Felix yang terkejut Dia menua umat kepalanya. Mengerutkan kedua alisnya saat melihat siapa yang datang di depannya. Seketika kedua mata itu melebar sempurna.
"Kenapa kamu ada disini?" tanya Bella
"Maaf, aku hanya ingin bicara empat mata denganmu."
Felix menghela napasnya kesal.
"Bicara apa?" tanya Felix. Kedua mata itu kembali menatap laptop yang sudah menyala.
"Maafkan aku!" ucap Bella lirih. Di menundukkan kepalanya malu.
"Maaf untuk apa?" tanya Felix datar.
"Bukanya kamu sudah tahu semuanya. Kamu juga sudah tahu siapa aku dulu. Dan, sekarang. Tapi kenapa kamu tidak pernah cerita." tanya Bella. Dia memberanikan dirinya untuk mengangkat kepalanya. Mengerutkan keningnya sangat dalam menatap Felix dari samping.
"Sudah lupakan saja. Aku tidak permasalahkan siapa kamu. Lagian kita teman satu team. Tidak peduli apa masa lalu kamu. Dan, siapa pacar kamu sekarang. Asalkan kamu melakukan tugas kamu dengan baik." Felix melirik ke arah Bella. "Kamu boleh pacaran kapan saja. Tapi, jangan lupakan tugasmu," ucap Felix mengingatkan.
"Baiklah, maaf!" kata Bella.
"Untuk apa minta maaf?" Tanya Felix menarik sudut bibirnya tipis. "Tidak perlu minta maaf. Sudah sekarang kamu boleh pergi."
Bella menelan ludahnya. Terbesit dalam pikirannya saat mengingat apa sebenarnya hubungannya. Dia menarik napasnya dalam-dalam. Mengumpulkan semua keberaniannya untuk segera bertanya pada Felix.
"Jadi kita hanya teman?" tanya Bella memastikan.
"Iya, kita teman. Selamanya juga akan jadi teman." kata Felix.
"Lebih baik sekarang kamu pantau tuh teman kamu satunya. Dia mulai kenal dengan wanita." ucap Felix.
Bella menarik salah satu alisnya ke atas. "Siapa, Yuan?" tanya Bella.
"Memangnya dia kenal wanita dimana?" tanya Bella lagi.
"Di club malam!" Felix menundukkan kepalanya. Dia kembali fokus pada laptopnya.
"Lebih baik sekarang pergi. Melihat keadaan Jeki." pinta Felix. "Rawat dia dengan baik. Ingat jangan bocoran ini pada Deon. Aku tahu kamu suka dengannya. Tapi, pekerjaan ya pekerjaan. Kamu harus profesional dalam bekerja. Jangan libatkan perasaan."
"Iya, aku paham!" kata Bella. Menarik ujung bibirnya sedikit kedalam. Wajahnya merasa sangat kesal dengan jawaban yang diberikan oleh Felix. Bella segera melangkahkan kakinya keluar dari kamar Felix. Tak lupa dia menutup pintunya kembali.
**
Keesokan harinya.
Semua orang bingung dengan keadaan Shinta. Bahkan Bos dan pacar Shinta dia tidak tahu dimana keberadaan shinta. Shinta tidak pernah seceroboh ini. Bahkan dia bisa jaga diri dengan baik. Tapi kenapa bisa hilang. Bos dan Dellon tidak berhenti terus mencarinya. Sudah hampir 2 hari mereka mencari namun tidak ada menemukan hasil. Sang bos menghubungi client yang sempat bertemu dengan Shinta kemarin. Tapi dia bahkan tidak tahu. Bos melihat cctv yang ada. Shinta terakhir menemui client itu. Tapi pernyataannya dengan buktinya sama sekali tidak sama. Dellon dan Bos curiga dengan Client nya. Dia mencoba terus mencari tahu siapa dia.
Dari beberapa informasi yang sudah didapatkan. Semuanya tidak ada hasil. Ternyata semua informasi data itu palsu. Entah dimana keberadaan client itu.
Saat Dellon dan Bos bingung mencari keberadaannya. Shinta yang baru saja sadar dari tidurnya 2 hari. Di terus meronta berusaha melepaskan ikatan yang membalut kedua kaki dan tangannya.
"Sial, siapa yang melakukan ini," pekik Shinta dalam. Dia terus mengerutkan wajahnya Menahan rasa sakit saat dia berusaha menarik tangannya dari ikatan sangat kuat itu. Dia ingin berteriak sangat keras. Tapi apalah daya. Mulutnya disumpal kain. Membuat dia tidak bisa berbicara apapun.
"Kamu mau kemana?" tanya seorang laki-laki dengan senyum liciknya berjalan mendekati Shinta.
"Kamu tidur sangat pulas sekarang. Bahkan sampai kamu tidak bangun saat ada seorang yang menyentuh tubuhmu." Shinta melebarkan matanya. Dia berdengus kesal. Kedua matanya melotot tajam. Dia ingin membunuh orang di depannya. Shinta menggerakan kursi yang di duduki olehnya.
"Sayang sekali tubuh mulus ini tidak di nikmati!" kata laki-laki itu. Kali ini dia melihat laki-laki yang masih muda seukuran dengannya. Tapi, ada aura aneh yang ada di belakangnya. Seketika Shinta menoleh ke belakang. Dan, benar saja. Dia melihat dua orang laki-laki paruh baya yang berdiri di belakangnya. Bahkan dia menatap ke arah Shinta dengan penuh gairah.
"Aku ingin kamu jujur satu hal. Jika kamu tidak jujur. Maka aku biarkan mereka menyentuhmu. Jika semua pertanyaanku kamu tidak jawab. Aku biarkan mereka untuk menodaimu." kata laki-laki itu. Tatapan matanya begitu mengerikan. Dia tahu sekarang berhadapan dengan orang yang kuat. Bukan orang sembarangan lagi.
"Sekarang, aku tanya. Dimana kamu menaruh berkas perkara kasus kecelakaan mobil itu?" tanya laki-laki itu.
Shinta tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak mungkin membocorkan semua rahasia pekerjaannya.
"Buka tutup mulutnya." pinta laki-laki itu.
"Aku tidak tahu!" kata Shinta.
"Kamu tidak tahu?" tanya laki-laki itu. Dia tersenyum penuh rencana licik.
"Buka, bajunya." pinta laki-laki itu pada dua orang di belakangnya. Dan, begitu cepatnya mereka berdua merobek paksa bajunya. Shinta terus menggerakkan kursinya. Dia berusaha untuk melawan.
"Baiklah, sekarang pertanyaan kedua. Kamu kenal dengan Felix. Dimana dia sekarang? Dan, beri tahu aku kelemahannya." kata laki-laki itu.
Napas Shinta terasa sangat berat. Dia semakin bingung apa yang harus diperbuatnya. Shinta berusaha untuk menggerakkan talinya pada pinggiran kursi yang diduduki. Dia meludah tepat di depan laki-laki itu.
"Tutup mulutnya!" pinta Laki-laki itu.
"Baik bos!"
"Kamu jawab menganggukan kepala atau menggelengkan kepala."
"Shinta menggelengkan kepalanya. Dia terus bertekad untuk tidak menjawab. Dan, kali ini dia hanya bisa menangis dalam hatinya. Saat kedua laki-laki itu dengan begitu ganasnya menyentuh dirinya. Shinta memejamkan matanya. Dia menahan air matanya. Shinta berusaha tetap tenang.
"Kalian pergi, biarkan aku yang melakukannya." Shinta membuka matanya lebar. Saat laki-laki itu berani menyentuh dari balik rok span miliknya.
Shinta menggigit penutup mulutnya sangat erat. Keringat mulai bercucuran. Dia tidak bisa dipungkiri ini pertama kali baginya di sentuh oleh laki-laki.
Tidak, aku tidak boleh tinggal diam. Aku harus berpikir cara untuk kabur dari sini. Aku tidak aku membiarkan tubuhku jadi murahan.