BAB 3 C untuk Cerita yang baru dimulai

1040 Kata
1c Namun, semua terlambat karena sehari setelah ujian semester genap Anya berakhir, Eliot datang dengan kedua orang tuanya untuk melamar Anya. Sedangkan Anya belum memberikan kejelasan hubungan dirinya sendiri dengan Han yang sudah berakhir tanpa kata akhir tersebut. “Nak, kamu tidak tau kabar Anya?” tanya Vera pada Han yang baru saja mengatakan niatannya pada Vera. “Anya? Kenapa? Aku tidak sempat mengabarinya karena fokus pada ujianku, dan aku juga yakin dia juga sedang ujian,” jelas Han pada Vera. “Anya baru saja dilamar, kamu terlambat,” kata Vera, kalimat tersebut membuat Han shock tak percaya. Ia menatap mamanya mencari kebohongan wajah wanita itu. Tapi, nihil. Tidak ada, yang ada hanya wajah senduh sedih balas menatap wajah anaknya. “Mama tidak salah infomasikan?” tanya Han memanstikan pada Vera. “Tidak Nak, Anya benar sudah dilamar oleh Eliot kemarin sehari setelah ujian semester genap Anya selesai. Mereka sudah menjalin hubungan selama 10 bulan sayang. Kau harus sabar, relakan dia,” tutur Vera untuk menenangkan putranya. Setelah kabar itu ia ketahui, Han tidak lagi berbicara ia bergegas mendatangi kediaman Anya menemuinya dan meminta penjelasan yang sebenarnya. Pada hari itu jugalah Han tau dengan semua fakta bahwa ia dan Anya sudah berakhir tanpa kata akhir yang membuat mereka benar-benar berakhir. “Maafkan aku, tapi hatiku tidak bisa berbodong. Aku benar-benar menemukan dia di hatiku, maafkan aku Han. Aku sengaja tidak memberi taumu sebelumnya karena aku takut akan mengganggu ujian akhirmu,” Han yang tidak terima tapi ia tetap harus bersikap dewasa karena Anya juga sudah menjelaskan yang sebenarnya. Perasaan yang tidak dapat dipaksakan dan hati yang tidak dapat membohongi cinta yang menetap di sana. Hanya sebuah konspirasi hati pun berkorban untuk tidak merusak organ lainnya, terutama otak yang menjadi pusat bergeraknya organisme hingga memberikan perintah untuk merespon lalu berubah menjadi sebuah gerak atau kata yang tertutur dari mulut untuk diucapkan. Han menyadari kondisinya memang tidak mengenakkan karena sudah dibohongi selama 10 bulan, tapi itu cukup baik untuknya. Daripada mereka tetap dalam sebuah hubungan dengan latar belakang kebohongan karena hanya akan membuat sebuah istilah luka yang tertunda untuk dirinya nanti. “Baiklah kak, aku menerimanya. Tapi maaf sepertinya aku tidak akan datang saat pernikahanmu nanti, baik itu sebagai mantan kekasihmu yang bodoh atau sebagai keluarga suamimu yang dengan polosnya membiarkan semua berjalan begitu saja selama 10 bulan. Baiklah, aku pergi dulu dan terimakasih untuk pengalamannya,” jelas Han lalu ia berpamitan pada Anya tanpa melihat kebelakang ia pergi begitu saja. Ia merasa kehilangan, bodoh, tertipu, menyedihkan, dan lega. “Han? Kau mendengar kata-kata Mama?” Han yang baru tersadar dari lamunannya setelah mengingat terakhir ia pergi dari halaman rumah mantan kekasih pertamanya. “Ah ya, Mama aku ingin istirahat nanti sore aku akan mengajakmu jalan-jalan mana tau mama juga menemukan calon istri untukku di jalan nanti,” ujar Han bercanda pada Vera. “Kau bercanda, kau ingin istri anak jalanan? Mama yang tidak setuju tapi untuk jalan-jalan sore ini boleh juga Mama terlalu suntuk di rumah hanya melihatmu yang jarang pulang, melihat bibi tidak melihat anak-anak di rumah ini,” keluh Vera pada Han yang sudah berdiri dari duduknya. “Mama, nanti sore Mama carilah apa yang Mama ingin lihat,” sahut Han dan pergi dari ruang keluarga itu meninggalkan Vera yang menatap pungung putranya tersebut. Benar saja, sore harinya Han mengajak Vera untuk keluar, membawa sang mama membeli jajanan yang hanya ada di sore hari. Menelusuri jalan yang tidak terlalu ramai dengan kendaraan tapi banyak pejalan kaki yang berjalan di kiri dan kanan jalanan. Melihat trotoar ramai dengan orang-orang yang sekedar berjalan menikmati sore duduk dibangku jalan pusat kota atau mengunjungi restoran dan café yang buka saat sore hari, mengunjungi stan penjual cemilan atau truk jajanan yang terparkir rapi di sisi jalanan atau lapangan yang memang sudah diizinkan untuk menjadi tempat berjualan. Han melihat seorang wanita yang melintas menyebrang jalan bersama dengan seorang wanita lainnya. Han seakan mengenalnya tapi ia lupa, orang itu memiliki postur tubuh yang tinggi berbeda dengan tinggi badan wanita yang satunya yang hanya setinggi bahu wanita tersebut. Wanita itu sempat melihat kearah mobilnya tapi hanya sekejap saat ia melintas menyebrang jalan tersebut dengan ramainya pejalan kaki lainnya. “Kau kenapa Han? Lampu jalan sudah hijau,” tegur Vera yang berada di samping kursi kemudi. “Ah, aku hanya melihat seseorang,” gumam Han pelan, lalu kembali fokus pada stirnya. “Sepertinya bukan Mama yang menemukan calon istri untukmu, malah kau sendiri,” sindir Vera pada putranya. “Hanya seperti mengenal Ma,” kata Han lagi. “Mama jadi ingin berjalan kaki juga, sepertinya lebih seru,” ungkap Vera. “Baiklah kita akan menepi dan berjalan kaki.” Han menepi lalu memarkirkan mobilnya ditempat yang seharusnya. Vera keluar dan melihat-lihat sekitar yang ramai dengan pejalan kaki dan pendagang. Untuk membuat Vera bahagai tidak perlu pergi ke mall dan berbelanja barang bermerk karena Vera lebih menyukai jalan-jalan sekedar melepas lelah dan bosanya di sore hari ditrotoar jalanan sambil menikmati jajanan di truk atau stan jalanan. Han pun bersyukur mamanya berbeda dengan wanita lainnya yang lebih suka menghabiskan waktu untuk berbelanja di mall atau memakan makanan di restoran mahal dan lebih memilih untuk berjalan kaki dan memilih makanan sederhana di pinggir jalan, hal tersebut membuat mamanya lebih aktif dan tampak lebih awet muda. “Mama inginku antar?” tawar Han pada Vera yang sudah berdiri dari duduknya. “Tidak perlu, Mama akan pergi ke sana diantar supir, kau pergilah temui Anya,” tolak Vera yang tidak ingin diantar oleh Han dan memilih pergi dengan supir. “Baiklah, Mama hati-hati,” pamit Han pada Vera, lalu ia meninggalkan rumah besar itu menggunakan mobilnya. Di sisi lain kota, seorang wanita berumur 26 tahun baru saja tiba di sebuah toko bunga, dan memasuki toko bunga tersebut. “Akhirnya Nona Allata yang cantik jelita dengan sejuta kesibukkannya datang juga, aku ingin memberi kabar bahwa toko kita punya koleksi baru, aku dapat dari Australia,” tutur gadis penjaga toko bunga nama Maysira Qonita menarik Allata dengan segenap semangatnya yang menggebu-gebu. Allata hanya pasrah ditarik oleh May yang lebih tua darinya itu, “lihat mereka cantikkan? Seperti kita cantik, hehehe…” kekeh May memperlihatkan bunga berwarna merah dengan diameter 15 cm yang ia letak di dalam sebuah pot panjang di atas meja panjang tempat biasa ia menata bunga di taman belakang tempat menanam bunga-bunga. Tempat dingin yang terlihat seperti rumah kaca, terisi oleh bunga-bunga berbagai warna dan jenis yang sebagian sudah dipotong bagian bunganya. Tempat itu sangat luas hingga rumah kaca itu dapat menampung berbagai bunga baik berukuran besar ataupun berukuran kecil. “Apa namanya?” tanya Allata sambil memperhatikan bunga itu dengan seksama. “Walatah atau Telopea, sebenarnya ini bunga semak cuma karena cantik, ya jadi bunga hias bagus juga,” jelas May pada Allata. ~c~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN