Untuk pertama kalinya Sofia datang ke kantor papanya, dia datang bersama mang Ujang yang menunggunya di luar. Sofia sendiri tidak memberitahu papanya terlebih dulu jika dirinya datang untuk membawakan makan siang dan juga ingin membahas terkait festival budaya di sekolah kepada papanya.
Ketika sedang menunggu lift terbuka, seorang wanita dengan stelan pakaian kantor yang sangat rapih barus saja berdiri di sebelahnya. Sofia tidak meliriknya namun wanita itu yang sejak tadi mengamati Sofia hingga membuatnya risih.
“ Kamu Sofia putrinya pak direktur kan.?” Tebaknya membuat Sofia menoleh dan lansung mengangguk pelan.
“ Hai, kenalin aku Silvia sekretarisnya pak Bian.” Lanjutnya sambil menyodorkan tangan.
Pintu lift baru saja terbuka sehingga Sofia tidak menyambut jabatan tangan dari wanita itu, kini dia dan wanita bernama Silvia sudah berada di dalam lift yang sama dengan tujuan lantai yang sama pula.
“ Kamu mau ketemu sama papa kamu ya.?” Tanya Silvia lagi.
“ Iya tante.” Jawabnya lirih.
“ Jangan panggil aku tante, panggil kak aja.”
“ Tapi tante hampir seumuran dengan papa kan, kalau panggil kak kayaknya kurang pas deh.”
“ Oh gitu ya, terserah kamu aja kalau gitu.”
Sebenarnya Sofia tidak senang dengan sekretaris papanya, sebab ia tahu kalau wanita itu menyukai papanya dan tak ingin sampai papanya dekat dengan wanita itu. Dari sikapnya saja sudah terlihat jelas kalau dirinya sedang cari muka.
“ Pak Bian ada di ruangannya, kamu bisa langsung kesana aja.” Ucap Silvia mengarahkan Sofia ke ruangan tempat papanya berada.
“ Terima kasih tante.” Balas Sofia dan segera berlalu pergi.
Sofia menatap pintu berwarna cokelat di depannya dan langsung mengetuknya secara perlahan, mendengar suara sahutan dari dalam membuatnya membuka pintu tersebut dengan sangat hati-hati.
“ Surprise.” Seru Sofia sukses membuat papanya terkejut dengan keberadaanya saat ini.
“ Loh kok kamu ada disini? Sama siapa datangnya.?”
“ Sama mang Ujang.”
“ Kok nggak bilang dulu kalau mau kesini.?”
“ Sengaja, aku bawain papa makanan buatanku sendiri loh.” Sofia menunjukkan makanan yang di bawanya di hadapan papa Bian.
“ Anak papa makin manis aja, makasih ya sayang.” Balas Papa Bian sangat senang dengan pemberian makanan tersebut.
“ Oh iya pah, sekalian juga aku mau bilang kalau di sekolah akan di adakan festival budaya. Aku boleh ikut kan? Soalnya aku udah dapat peran juga disana.” Lontar Sofia tanpa babibu lagi.
“ Papa kan udah bilang kamu nggak usah ikut-ikut kaya gituan, cukup sekolah aja dan belajar dengan baik.”
“ Tapi ini demi kelas pah, masa aku nggak ikut bergabung. Kan nggak enak sama yang lain.”
“ Emang bakal dapat nilai kalau ikut begituan? Nggak kan.?”
“ Emang nggak, juara pertama yang berhasil menampilkan budaya dengan baik akan mendapat hadiah rekreasi ke puncak bareng anggota osis.”
“ Oh nggak bisa, papa makin nggak setuju kalau hadiahnya kaya gitu.”
“ Pah, aku Cuma mau join festival doan kok. Aku janji nggak bakal ikut rekreasi itu, belum tentu juga kan kelas ku menang.”
“ Nggak boleh, papa udah cukup baik ngizinin kamu sekolah di luar bukan berarti kamu bebas melakukan ini dan itu. Pokoknya tetap nggak boleh.” Kata Papa Bian ketus dan tak dapat di ganggu gugat lagi.
**
Gadis itu terlihat keluar dari rumahnya seorang diri, tak ada yang tahu dia keluar dari rumah dan sekarang dirinya sedang berjalan menelusuri jalan menuju rumah yang berada di ujung kompleks.
Setelah ia tiba disana langkahnya pun berhenti, tatapannya sayu menatap rumah di depannya saat ini. Entah mengapa ia begitu ingin datang dan menemui seseorang yang tinggal di rumah tersebut, kemudian seekor kucing muncul dan mengendus-endus di kakinya.
“ Hey, apa kabar. Kita baru ketemu lagi.” Ucap Sofia lembut sambil mengelus bulunya.
“ Ada apa datang kemari tuan putri.?” Sahut seseorang yang membuatnya mendongak dengan cepat.
“ Cuma mau jalan-jalan aja, bosen di rumah terus.” Jawabnya lirih.
“ Mau jalan-jalan di sekitaran kompleks.?” Ajak Diandra kemudian di balas anggukan semangat dari Sofia.
Kedua anak remaja itu kini saling melangkah bersama, menikmati keindahan sore hari dengan semilir angin yang menerpa mereka dengan lembut. Belum ada percakapan yang terjadi saat mereka mulai melangkah, hingga keduanya tiba di sebuah taman dan menjatuhkan tubuh mereka pada sebuah kursi panjang yang ada di taman tersebut.
“ Aku nggak di bolehin sama papa ikut festival budaya.” Ucap Sofia akhirnya membuka pembicaraan.
“ Udah ku duga, pasti kamu pergi dari rumah lagi karena ada apa-apa. Ternyata karena ini.”
“ Padahal aku pengen banget ikut festival itu, kapan lagi coba bisa seru-seruan kaya gitu. Padahal aku bakal jaga kesehatan juga, papa terlalu over protektif sama aku.”
“ Sekarang kamu coba pikirkan ini baik-baik. Seandainya papa kamu ngizinin kamu ikut apa kamu mau berhenti pergi sama teman-teman kamu itu.?”
“ Apa hubungannya dengan mereka? “
“ Kamu masih punya kesempatan ikut festival itu kalau seandainya kamu berhenti pergi nggak jelas sama mereka, dan kalau papa kamu tahu kamu suka pergi tanpa izin dan nggak ada aku sama bapak yang mengawasi kamu akan tahu kan semarah apa papa kamu nanti. “
“ Ih kamu nggak jelas banget, kok bahas yang lain sih.”
“ Aku bakal ngomong sama papa kamu soal festival ini, asal kamu janji nggak bakal pergi jalan sama mereka bertiga lagi.”
“ Kamu sebenci itu ya sama mereka? “
“ Aku nggak benci, aku Cuma peduli sama kamu makanya aku mau lihat kamu punya teman yang benar-benar peduli dan sayang sama kamu.” Kata Diandra membuat Sofia terenyuh.
“ Kamu bisa buat papaku setuju?” Tanya Sofia lirih.
“ Akan ku usahakan, asal kamu janji dulu soal barusan.”
Sofia kemudian menyodorkan jari kelingkingnya untuk membuat janji pada Diandra, dan mereka pun saling menautkan jari kelingking mereka dengan begitu perjanjian tersebut mulai berlaku.
**
Pagi itu Sofia di antar oleh papanya ke sekolah, sejak semalam dia tidak bicara pada papa Bian dan cenderung diam seribu bahasa. Setibanya di sekolah sebelum Sofia turun dari mobil ia di tahan oleh papanya.
“ Kamu boleh ikut, tapi kalau festival ini buat kamu sakit papa nggak akan pernah ngizinin kamu untuk ikut beginian lagi.” Ucap Papa Bian seketika membuat senyuman manis terukir di bibir Sofia.
“ Makasih papa.” Balasnya sambil memeluk papa Bian.
“ Sekolah yang rajin, jangan terlalu mikirin festival.”
“ Iya papa, sekali lagi makasih ya pah.”
Setelah papanya pergi Sofia terlihat begitu kegirangan memasuki gerbang sekolah, saat hendak menuju ruang kelas dia melihat sosok Diandra dan langsung menghampiri cowok itu dengan perasaan riang gembira.
“ Diandra, kamu bilang apa ke papa sampai papa ngizin aku buat ikut festival.?” Tanya Sofia bersemangat.
“ Kamu nggak usah tau, yang terpenting janji kita tetap berlaku.” Jawab Diandra lirih.
“ Hehe iya aku janji, makasih ya udah bujuk papa buat ngizinin aku.” Kata Sofia di balas anggukan pelan dari Diandra.
Dari kejauhan tampak Kayla, Nuara, dan Mayang yang menyaksikan kedekatan Sofia dan Diandra dengan tatapan tak percaya. Melihat kedekatan mereka membuat ketiganya berpikir bahwa Diandra menyukai Sofia dan menjadikan Sofia sebagai tempatnya mengambil keuntungan.
“ Kita harus jauhin Sofia dari cowok kaya Diandra, dia nggak pantes banget dekat sama Sofia.” Kata Kayla di setujui oleh Naura dan Mayang.
**
Setelah latihan usai Sofia dan teman-temannya pun bergegas untuk pulang, sayangnya mang Ujang baru saja menelpon kalau mobil yang biasa di pakai untuk menjemputnya tiba-tiba harus ke bengkel sehingga Sofia dan Diandra terpaksa haru naik taksi.
“ Nebeng di mobil gue aja.” Sahut Kayla ketika melewati Sofia dan Diandra yang sedang menunggu taksi datang.
“ Nggak apa-apa nih.?” Tanya Sofia.
“ Kalau buat lo nggak apa-apa deh, tapi buat dia nggak.” Lirik Sofia pada Diandra.
“ Nggak apa-apa kamu sama dia aja, aku bisa naik ojek.” Kata Diandra.
“ Maaf ya, aku pergi sama Kayla.” Ucap Sofia di balas anggukan pelan dari Diandra.
“ Kamu naik mobil sendiri apa nggak apa-apa? Kan kamu belum punya sim.?” Tanya Sofia ketika dia sudah berada di dalam mobil.
“ Nggak apa-apa selagi nggak ketahuan polisi.” Jawab Kayla santai.
Cara Kayla membawa mobilnya cukup pelan di awal namun semakin cepat ketika mereka sudah berada di jalan besar, Sofia sampai berpegangan cukup kuat karena takut. Dan tak lama kemudian Kayla terkejut ketika ada seseorang yang hendak menyebrang jalan sehingga dia langsung banting stir dan rem mendadak namun sempat menabrak sebuah mobil yang ada di depannya.
“ Duh, gimana dong? Kita nabrak mobil orang Sof.?” Ucap Kayla mulai ketakutan.
Pemilik mobil yang di tabrak pun keluar dan mulai menghampiri mereka, saat itu Kayla langsung membuka jendelanya dan meminta maaf yang sebesar-besarnya pada si pemilik mobil.
“ Turun kamu.” Sentak pemilik mobil dan membuat Kayla dan Sofia akhirnya turun dari sana.
“ Kamu masih SMA tapi sudah bawa mobil sendirian, gimana dengan mobil saya? Ini penyok loh karena ulah kalian.” Tunjuk pria setengah baya itu sehingga membuat keramian terjadi di sekitar mereka.
“ Maaf pak, saya benar-benar nggak sengaja.”
“ Kamu ganti rugi atau masalah ini kita selesaikan di kantor polisi.”
“ Saya ganti rugi pak, berapa biaya kerusakan yang harus saya ganti.?”
“ 30 juta.”
“ Hah 30 juta? Kebanyakan pak, saya nggak punya uang sebanyak itu.”
“ Saya nggak mau tau, sekarang ganti rugi atau saya laporkan kamu ke polisi.”
“ Iya pak iya saya ganti.” Kayla segera masuk untuk mengambil tasnya, dia tahu kalau uangnya tidak cukup namun melirik Sofia yang sejak tadi hanya terdiam dengan ekspresi yang sama takutnya.
“ Sofia, tolongin gue. Gue nggak ada uang sebanyak itu, lo ada nggak.?” Sahut Kayla kepadanya.
“ Aku cek dulu di tabunganku ada berapa ya.” Katanya segera mengecek saldo rekeningnya saat itu juga.
“ Maaf pak tadi totalnya berapa ya.?” Tanya Sofia yang mengambil alih.
“ 30 juta.” Balasnya cepat.
“ Bisa minta nomor rekeningnya pak ? Saya transfer sekarang juga.” Balas Sofia dan segera membuat pria itu memberikan nomor rekeningnya.
Dan setelah semua beres kini pria itu pun pergi, Kayla mengucapkan terima kasih kepada Sofia karena telah menolongnya. Dan sekarang karena Sofia takut kenapa-napa jika bersama Kayla, dia pun menghubungi mang Ujang yang kebetulan telah selesai di bengkel sehingga akan segera menjemputnya di lokasi tersebut.