“ Papa.” Seru Sofia yang baru saja datang menghampiri papa Bian yang sedang menatap layar laptopnya.
“ Hey sayang, ada apa.?” Tanya Papa Bian membelai lembut rambut Sofia.
“ Nggak, kangen aja sama papa.”
“ Tumben, kita tiap hari ketemu loh padahal.”
“ Maksud aku, aku kangen ngobrol berdua sama papa. Tapi kayaknya papa sibuk yah.” Lirik Sofia pada layar laptop papanya.
“ Nggak kok, papa udah selesai kerjanya. Sini duduk di sebelah papa.” Jawabnya setelah menutup layar laptop.
Sofia kemudian duduk di sebelah papanya sambil menyandarkan kepalanya di pundak papanya yang kemudian mendapat rangkulan hangat dari papa Bian.
“ Gimana sekolah kamu? Nggak ada masalah kan?”
“ Nggak dong pa, ternyata sekolah di luar semenyenangkan ini. Aku juga nggak mudah sakit, sejauh ini aku belum pernah jatuh sakit kan.”
“ Syukurlah, papa ikut senang kalau kamu senang dan sehat-sehat terus.”
“ Uang jajan gimana? Masih cukup kan.?”
“ Hmm, udah habis di pake jajan pah.”
“ Ya udah ntar papa transferin buat kamu.”
“ Papa baik banget sih sama aku.”
“ Ya tentu harus baik dong sayang, kamu kan putri papa. Apapun akan papa berikan untuk kamu.”
“ Terima kasih ya pah, aku sayang sama papa.” Ucap Sofia sambil memeluk papa Bian.
**
Gadis itu tersenyum ketika melihat layar ponselnya yang menampilkan bahwa nominal di rekeningnya baru saja bertambah, ia tak sadar kalau di tempat itu ada kehadiran orang lain yang sejak tadi sudah menunggunya.
“ Mau sampai kapan kamu di jadiin atm berjalan sama mereka.?” Sahut Diandra seketika membuat Sofia terkejut dan menoleh ke arahnya.
“ Sejak kapan kamu ada disana?”
“ Aku tanya sekali lagi, sampai kapan kamu mau jadi atm berjalan mereka.?” Lanjut Diandra tak mengabaikan pertanyaan Sofia.
“ Siapa yang jadi atm berjalan.?”
“ Kamu beliin mereka hp, tas, baju, gelang, dan traktir mereka makanan mewah apa itu yang di lakukan seorang teman? Kamu Cuma di jadiin atm berjalan sama mereka.”
“ Kamu ngomong kaya gini karena tidak punya teman kan, coba kamu ada di posisiku pasti kamu juga akan senang di kelilingi banyak teman.”
“ Kamu harus tahu, kalau teman tidak di beli pake uang. Teman yang benar-benar tulus akan tetap menemanimu di saat kau tidak punya uang sekalipun.”
“ Sok tau kamu. Udah jangan ikut campur urusan aku.” Sahut Sofia beranjak dari sana karena tak tahan dengan Diandra.
Diandra lega sudah memberitahu Sofia tentang apa yang di rasakannya selama ini, dari apa yang dia lihat ketiga temannya memang hanya menganggap Sofia sebagai atm berjalan dan bukannya seorang teman sejati.
**
Sejak kejadian kemarin, Sofia terlihat enggan untuk berbicara pada Diandra. Bahkan ketika mereka tiba di sekolah pun Sofia lebih dulu turun dari mobil dan berjalan seorang diri menuju ruang kelas.
Sekitar jarak dua meter Diandra juga berjalan menuju kelas, mereka bagai dua orang asing yang tidak saling mengenal. Bagi Sofia ucapan Diandra kemarin sudah sangat keterlaluan dan dia ingin cowok itu meminta maaf padanya segera.
Langkah sofia mendadak terhenti, lima langkah lagi ia harusnya sudah sampai dalam kelas. Namun, seseorang yang memanggilnya membuat Sofia menoleh dan terlihat seorang cowok datang ke arahnya dengan senyuman.
“ Selamat pagi Sofia.” Sapa cowok itu menatap Sofia lurus.
Diandra yang kini menghentikan langkahnya harus mengamati cowok itu dengan teliti, sesuai amanah dari papa Bian yang memerintahkannya agar menjaga Sofia dari para lelaki di sekolah mereka.
“ Maaf, kamu siapa ya.?” Tanya Sofia terheran.
“ Oh iya kita belum kenalan, kenalin nama ku Dava dari kelas 2-2.”
“Maaf kak, aku nggak tau kalau kakak senior.”
“ Nggak apa-apa, santai aja.”
Sofia kemudian menunduk heran, ia tak mengerti kenapa seniornya ini datang kepadanya.
“ Aku mau kasih ini.” Dava memberikan sebotol minuman kepada Sofia.
“ Untuk aku.?” Tanya Sofia heran.
“ Iya, untuk kamu.”
“ Tapi kenapa?”
“ Nggak, Cuma mau kenalan aja tadi. Kamu Sofia Farasya dari kelas 1-1 kan.”
“ Iya.”
“ Ini ambil, nanti kamu mau nonton latihan basket lagi kan.?”
“ Hah? Nonton latihan basket.?”
“ Iya, aku kemarin lihat kamu nonton. Kalau bisa datang lagi ya. Udah aku pergi, jangan lupa datang yah.” Sahutnya dan berlalu begitu saja.
Sofia sangat terkejut sekaligus heran di buatnya, ia benar-benar tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi. Saat Sofia ingin menoleh ke arah perginya senior tadi, sosok Diandra masih memperhatikannya yang membuat Sofia kembali menoleh dan beranjak memasuki kelas.
**
Di jam kedua ini adalah pelajaran pendidikan jasmani dan akan di lakukan di luar kelas, semua murid perempuan mengambil alih kelas untuk mengganti pakaian mereka sedangkan murid laki-laki menggantinya di tempat lain.
“ Gue paling benci pelajaran olahraga.” Keluh kayla sambil memperbaiki tatanan rambutnya.
“ Sama, mana di luar panas banget.” Sambung Naura.
“ Heh, seru kali. Biar kita segar bugar kita juga butuh olahraga.” Sahut Mayang mendapat sorotan dari Kayla dan Naura.
Saat ini Sofia telah selesai dengan seragam olahraganya, dia menguncir satu rambutnya agar tidak berantakan ketika berolahraga nanti, katanya olahraga hari ini akan jauh lebih berat dan memakan banyak tenaga.
Setelah semua selesai mereka pun beranjak menuju keluar lapangan dimana guru olahraga sudah berada disana bersama anak laki-laki lainnya. Lapangan SMA Bakti Jaya terbilang cukup luas, dan hari ini lapangan tersebut di isi oleh kelas 1-1 dan kelas 2-2.
“ Kay, di sana ada si nomor punggung 10.” Bisik Naura melirik ke kelas sebelah dimana cowok yang di taksir oleh Kayla juga sedang berolahraga.
“ Asyik dong, gue jadi nggak sia-sia ikut kelas ini.” Balas Kayla kegirangan.
“ Kamu bisa ikut olahraga.?” Tanya Diandra pada Sofia ketika mereka hendak berbaris.
“ Aku nggak selemah yang kamu pikir.” Balas Sofia jutek.
Guru pun menyuruh mereka semua untuk berbaris sambil pemanasan sebelum kelas di mulai, teriknya mentari yang sudah berada hampir di atas kepala manusia membuat sebagian siswa mengeluh namun ada yang terlihat bersemangat luar biasa.
Pemanasan di lakukan sekitar 15 menit kemudian di lanjut praktek lompat jauh, satu persatu murid di mulai dari susunan absen maju melakukan lompat jauh dimana nantinya akan di nilai oleh sang guru.
Perasaan Sofia saat itu sudah mulai tidak enak, dia merasa sedikit pusing dan mual. Ia melirik ke kanan dan kiri melihat orang di sekitarnya terlihat baik-baik saja, dia pun berusaha semampunya untuk menahan perasaan aneh itu hingga satu persatu nama sudah di panggil dan sedikit lagi menuju namanya.
“ SOFIA FARASYA.” Panggil pak guru olahraga dan membuat Sofia langsung beranjak.
“ Kamu yakin nggak apa-apa.?” Tanya Diandra sekali lagi namun mendapat hirauan dari gadis itu.
Gadis itu kini berdiri di garis dimana dirinya harus bersiap-siap sebelum berlari dan melompat, meskipun ini pertama kalinya dia melakukan hal ini Sofia begitu yakin bahwa dia bisa melakukannya.
Dalam hitungan ketiga dia berlari sekuat tenanga dan melompat pada batas yang di haruskan untuk melompat, setelah ia menapak kembali di tanah tanpa sengaja keseimbangannya hilang dan membuat Sofia terjatuh.
Semua murid tertawa menyaksikan Sofia yang jatuh hanya karena lompatan kecil barusan, lambat laun tawa itu menghilang ketika melihat Sofia tidak bergerak dari tempatnya.
“ Sofia.???”
Guru olahraga segera mengecek keadaan Sofia, dan ternyata gadis mungil itu jatuh pingsan dan membuat syok satu lapangan termasuk kelas 2-2 yang juga melihatnya. Diandra terlihat terkejut, ia melihat wajah pucat Sofia yang tertutupi oleh sebagian helai rambutnya.
Diandra tidak memperdulikan apa-apa lagi dan langsung membopong tubuh Sofia menuju ruang UKS, hanya seorang diri Diandra membawanya kesana sementara pak guru meminta semua murid untuk tidak meninggalkan lapangan dan dirinya yang segera menyusul langkah Diandra.
**
Sebuah mobil sedan hitam baru saja berhenti di pelataran sekolah, seorang pria berjas hitam turun dan segera berlari memasuki gedung sekolah kemudian mencari satu ruangan yang di tujunya.
Kini ia tiba di salah satu ruangan bertuliskan UKS, di dalam sana sudah ada wali kelas, guru olahraga, dan juga bu Rosa yang menengok keadaan Sofia yang masih belum sadarkan diri.
“ Bagaimana keadaan putri saya.?” Tanya papa Bian panik.
“ Masih belum sadar pak.” Balas Bu Rosa.
“ Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa dia bisa pingsan begini.?”
“ Jadi begini pak, Sofia tadi mengikuti kelas olahraga dan saat giliran Sofia untuk mengambil nilai dia tiba-tiba pingsan.”
“ Kenapa di ikutkan olahraga? Saya sudah pernah beritahu sekolah ini kalau putri saya jangan ikut kegiatan yang memberatkan dia.” Protes Papa Bian.
“ Pak, tenang dulu. Sepertinya Sofia memaksakan diri untuk ikut, kita tidak tahu akan terjadi hal seperti ini.” Sahut wali kelas Sofia.
“ Papa.” Suara Sofia berhasil membuat papa Bian segera menemuinya di balik tirai dimana gadis itu sedang terbaring lemah tak berdaya.
“ Gimana keadaan kamu? Apa yang sakit? Kita pindah ke rumah sakit yah.?”
“ Aku udah nggak apa-apa pah.” Balas Sofia lirih.
“ Papa nggak tenang kalau belum tahu keadaan kamu.”
“ Kita pulang aja, jangan ke rumah sakit.” Pinta Sofia.
“ Ya udah kita pulang kalau gitu.”
Papa Bian langsung membopong putrinya dari tempat itu, dan ketika Sofia keluar dari ruangan hampir semua mata tertuju kepadanya. Sosok papa Sofia yang masih sangat muda cukup menarik perhatian, bahkan mereka mengira kalau itu adalah kakaknya Sofia.
**
Hujan di luar sana membuat Sofia hanya dapat duduk termenung di atas tempat tidurnya, papa Bian melarangnya keluar kamar untuk sementara waktu sejak ia di bawa pulang ke rumah oleh papanya.
Tok..tok..tok
“ Masuk.” Balas Sofia sambil melirik ke arah pintu kamarnya.
Perlahan tapi pasti pintu pun terbuka dan sosok Diandra masuk sambil menenteng tas Sofia yang ketinggalan di kelas. Cowok itu melangkah ke arah Sofia dan meletakkan tasnya di atas tempat tidur. Selain itu dia juga meletakkan kue muffin di dekat tas dengan sebuah sticky notes yang melekat di sampingnya.
“ Permisi.” Kata Diandra dan meninggalkan kamar tersebut.
Sofia meraih muffin pemberian Diandra dan mencabut sticky notes untuk di baca.
“ Cepat sembuh, dan maafin aku karena ucapanku kemarin mungkin menyaikiti perasaanmu. Semangat.!!!”
Sofia tersenyum ketika membaca tulisan di sticky notes tersebut, lalu ia melirik ke arah pintu kamarnya dan teringat waktu dirinya sakit juga Diandra membuatkan muffin untuknya.