Chapter 1

3076 Kata
Sudah lima belas tahun Bian dan April menikah dan sampai saat ini mereka belum di beri keturunan, kedua pihak keluarga sudah lelah menunggu keturunan dari mereka hingga salah satu di antara mereka di anggap mandul. Bian dan April tetap sabar dan diam menghadapi keluarga mereka, bahkan diam-diam keduanya melakukan program bayi tabung namun semua itu gagal sebab April mengidap polip rahim. Dokter berkata kalau April sulit hamil di karenakan polip rahim yang di alaminya, untuk itu dokter menyarankan operasi agar April dapat melanjutkan program bayi tabungnya. “ Mas, apa sebaiknya kamu nikah lagi aja sama wanita lain.” Lontar April ketika ia dan suaminya sedang duduk bersantai. “ Nggak mau.” Balasnya ketus. “ Tapi mas, kasihan orang tua kamu mereka sudah kepengen banget punya cucu.” “ Tapi nggak harus nikah lagi Pril, aku sayang sama kamu, aku nggak mau cari istri baru cuma untuk menghasilkan keturunan.” April tahu betul bahwa Bian tidak akan pernah mengkhianati cinta mereka, sebelum menikah Bian mati-matian mendapatkan hati April hingga akhirnya ia berhasil menjadi suaminya. Ketulusan cinta Bian bagi April sangatlah berharga, ia menyesal telah mengatakan hal barusan dan akhirnya meminta maaf pada suaminya itu. “ Kalau gitu aku mau operasi, semoga dengan operasi ini kita bisa berhasil melakukan program bayi tabung.” Ucap April membuat Bian sedih mendengarnya, ia langsung meraih wanita itu ke dalam pelukannya dan memuji keberanian April dalam mengambil keputusan.     **   Satu minggu berlalu setelah menjalani masa operasi, April harus melakukan pemulihan agar rahimnya siap untuk di transfer embrio. Perhatian Bian untuk April tidak pernah terlewatkan sedetik pun, ia bahkan meninggalkan pekerjaanya demi April dan hanya untuk April. Begitu banyak yang terjadi di kehidupan April yang di rasa sangat berat hanya untuk memiliki anak, rasa sedih dan putus asa kerap menghampirinya namun semua itu berubah ketika Bian datang menghiburnya dan memberi kekuatan yang lebih sehingga April bisa kuat seperti sekarang. “ Selamat pagi bu April, bagaimana kondisinya? Sudah mendingan.?” Tanya dokter setelah ia masuk ke dalam ruang rawat April. “ Sudah lebih baik dok, udah bisa jalan normal juga.” Balas April sambil memperbaiki posisi duduknya di bantu oleh Bian. “ Menurut hasil pemeriksaan, kondisi bu April setelah operasi pengangkatan Polip rahim berjalan dengan baik, tapi untuk sementara waktu biarkan ibu April istirahat yang cukup lalu setelah itu kita melanjutkan program bayi tabungnya ya bu.” Jelas dokter yang entah mengapa membuat April menteskan air mata. “ Kenapa menangis?” Tanya Bian menatapnya khawatir. “ Aku takut mas, kalau setelah operasi ini aku masih belum bisa mengandung.” Isak April membuat suasana berubah menjadi sedih. “ Tenang saja Bu April, semuanya kita serahkan sama yang di atas yang terpenting saat ini kondisi bu April harus pulih total.” Sahut dokter seakan memberi keberanian untuk April kembali mencobanya.   **   Setelah melewati drama yang penuh pilu, akhirnya April berhasil melakukan program bayi tabung. Setelah beberapa bulan April positif hamil dan sejak saat itu perhatian keluarga pada April dan Bian semakin bertambah. Usia kandungan April saat inimenginjak usia 3 minggu, dokter meminta untuk lebih memperhatikan kondisi April dan tidak di perbolehkannya melakukan aktivitas yang berlebihan. Sayangnya Bian harus kembali bekerja dan tidak bisa menemani April di rumah, meski begitu Bian akan cepat pulang dari tempat kerja jika pekerjaanya selesai cepat. Di kantor, Bian mendapat banyak ucapan selamat dari bos dan juga rekan kerjanya atas kehamilan April baru-baru ini. Sebagai salah satu karyawan terbaik di kantor itu ia mendapat simpati yang cukup banyak, sosok Bian yang ramah dan baik hati sangat di senangi oleh semua orang. Jabatan Bian di kantor adalah manajer dan dia sangat di percaya oleh direktur perusahaan sejak dulu. “ Pak Bian, saya berharap istri dan anak bapak sehat sampai waktu lahiran ya.” “ Semoga anaknya tampan dan cantik seperti orang tua mereka.” “ Terima kasih semua atas doa dari kalian juga akhirnya istri saya bisa hamil.” “ Untuk merayakan kehamilan istri pak Bian, malam ini kita akan makan malam bersama biar saya yang teraktir.” Seru pak direktur di sambut antusias yang besar dari mereka.   **   Waktu berlalu sangat cepat, kini kehamilan April sudah memasuki minggu ke 33 minggu. Bian sangat antusias menunggu kelahiran bayinya, dan dia masih menjadi suami siaga dimana jika April merasa sakit sedikit saja ia langsung panik dan ingin cepat-cepat membawa April ke rumah sakit agar tidak terjadi sesuatu. “ Aku baik-baik saja, kau tidak perlu menemaniku setiap saat Bian.” Ucap April melirik Bian yang sejak tadi tidak pergi dari sisinya. “ Aku khawatir kalau sewaktu-waktu kamu merasa sakit.” “ Hey, aku ini wanita kuat, jangan menganggapku lemah seperti itu.” Bian menatap wajah istrinya lekat, bagaimana pun April menyuruhnya untuk tidak khawatir tetap membuat Bian khawatir. Bahkan untuk April pergi ke kamar mandi pun senantiasa di temani oleh Bian saking takutnya, ia juga mengambilkan semua apapun yang di butuhkan April agar wanita itu tidak turun dari tempat tidurnya. “ Aku ingin ke taman makan es krim.” Pinta April tiba-tiba. “ Biar aku pergi membelinya, kau disini saja.” April menahan Bian untuk tidak pergi dengan ekspresi yang lucu. “ Tapi aku ingin kesana, aku bosan di kamar terus, please.” Pinta April dengan sangat. “ Baiklah, tapi hanya sebentar yah.” “ Siap bos.” Sore itu juga April dan Bian jalan-jalan di taman kota sambil menikmati es krim di tangan mereka, meskipun usia mereka bukan remaja lagi jika di lihat sekilas keduanya persis sepasang pengantin baru yang menikmati kencan berdua di taman. Wajah tampan yang di miliki Bian serta pesona April yang anggun membuat keduanya sangat serasi, orang-orang yang melihat mereka bersama akan berpikir bahwa mereka akan menghasilkan keturunan yang sangat sempurna. Ketika mereka berjalan tak sengaja seorang anak kecil menyenggol Bian dan membuat es krimnya jatuh, alih-alih memperdulikan es krim, Bian justru memabntu anak itu untuk bangkit dan memberishkan pakaiannya yang kotor akibat terjatuh saat tak sengaja menyenggolnya. “ Kamu nggak apa-apa.?” Tanya Bian ramah dan di balas anggukan pelan dari anak itu. Tak lama kemudian ibu anak itu datang menghampiri mereka, ia meminta maaf atas apa yang terjadi dan hendak mengganti rugi es kim Bian yang jatuh. Tiba-tiba saja hal tak terduga terjadi, April merasakan sakit yang amat sangat pada perutnya, Bian menoleh dan meraih tubuh April agar dapat berdiri dengan baik. “ Ada apa?” “ Perutku sakit.., akhhh sakit sekali.” Sekujur tubuh Bian bergetar hebat, entah mengapa ia sangat panik dan tak bisa berpikir jernih. Ibu dari anak itu segera menelpon ambulans, Bian meminta April untuk bersabar dan berusaha menenangkannya. “ Beertahanlah, semua akan baik-baik saja.” Ucap Bian meskipun ia merasa sangat takut.   **   Setelah di larikan ke rumah sakit, April harus segera melakukan operasi caesar meskipun kandungannya masih berusia 33 minggu. Dokter menemukan masalah pada kehamilan April setelah ia merasakan sakit yang luar biasa, dan hari itu April masuk ruang operasi tanpa di dampingi Bian. Di luar ruang operasi Bian menunggu dengan perasaan campur aduk, keluarganya yang lain sudah datang setelah mendengar April harus lahiran sebelum bulannya. Mereka semua berdoa untuk keselamatan April dan bayinya agar tetap sehat setelah melakukan operasi. “ Selamatkan April dan anakku ya tuhan.” Benak Bian dengan penuh harap. Beberapa jam kemudian pintu ruang operasi terbuka dan dokter yang menangani April keluar memanggil Bian untuk masuk ke dalam, Bian yang tidak sabar untuk melihat istri dan anaknya segera masuk setelah memakai atribut rumah sakit. “ Pak Bian, kami sudah berusaha sebaik mungkin tapi tuhan berkehendak lain, anak bapak selamat dan saat ini sedang berada di ruang inkubator namun istri bapak tidak selamat setelah kemi berhasil mengeluarkan bayinya.” Bian sangat terkejut mendengarnya, ia seakan tak percaya dengan apa yang di sampaikan oleh dokter. Tubuh April masih berada di atas meja operasi, Bian menghampirinya dam berusaha membangunkan April dengan mata yang berkaca-kaca. “ Hey, bangun.. bukannya kau sendiri yang mengatakan kalau kau itu wanita yang kuat? Bagaimana mungkin kau tega meninggalkan aku sendirian.?” “ April.., bangun, kumohon..., anak kita membutuhkan mu begitu pun denganku, April..April.., hey..” Percuma saja, setiap Bian berusaha membangunkannya April tetap tidak merespon. Tubuhnya dingin namun wajahnya terlihat tersenyum, tangis Bian pecah dan ia pun tersungkur ke lantai dengan perasaan hancur dan tangis yang keras.   **   Sudah satu bulan berlalu sejak kepergian April yang meninggalkan luka mendalam bagi Bian, dia harus merawat dan membesarkan putri mereka seorang diri. Sofia Farasya menjadi nama untuk putri mereka dimana nama itu sebelumnya sudah di pikirkan oleh April sebelum dia meninggal. “ Sofia Farasya, ini Papa yang akan merawat Sofia seorang diri setelah Mama meninggalkan kita berdua.” Ucap Bian sambil menimang putrinya dengan penuh kasih sayang. Putri Bian kini sudah berusia 9 bulan dimana semestinya ia baru terlahir ke dunia jika waktu itu April tidak terpaksa melakukan operasi caesar, Bian sempat terpuruk selama beberapa hari bahkan tidak pernah keluar rumah setelahnya. Sofia pertama kali di rawat oleh kakak perempuannya yang juga seorang ibu agar Sofia tetap mendapat asi yang cukup. Namun hari ini Bian kembali mengambil Sofia dan akan merawatnya mulai dari sekarang, kasih sayang Bian kepada putrinya yang selama ini di nanti-nanti terus bertambah. Sofia tidak rewel meski tidak di rawat oleh seorang ibu, Bian bersyukur putrinya cantik dan sabar seperti mamanya. “ Papa berjanji akan menjaga Sofia sebaik mungkin, kesayangan papa.” Bian mencium putrinya dengan kasih sayang dan sesaat ia merasa April melihat bagaimana Bian merawat putri mereka dengan baik.   **   15 tahun kemudian   Gadis itu baru saja keluar dari dalam menuju beranda rumah, dari lantai dua rumahnya ia dapat melihat suasana kompleks perumahan sambil menatap beberapa orang yang sibuk dengagn aktivitas mereka. Ada yang sedang menyiram tanaman di halaman, ada juga sekumpulan ibu-ibu kompleks yang sedang berkumpul di penjual sayur yang lewat setiap pagi, serta anak-anak yang bersiap untuk berangkat ke sekolah. Gadis cantik bernama Sofia Farasya itu terlihat sedih setiap pagi, ia cemburu pada setiap orang yang banyak melakukan kesibukan di pagi hari seperti yang dilihatnya sekarang. Sudah lima belas tahun tapi Sofia tidak pernah yang namanya merasakan sekolah, ia tak tahu rasanya memiliki teman, bagaimana rasanya pergi dan pulang sekolah bersama teman, semua itu yang membuatnya merasa cemburu. “ Sofia.?” Panggil seseorang berhasil membuat gadis itu menoleh dengan senyum yang merekah. “ Selamat pagi Papa.” Seru Sofia sambil memeluk Papanya dengan lembut. “ Ayo turun kita sarapan.” Ajak Papa Bian di balas anggukan mantap dari gadis itu. Di rumah yang cukup besar itu Sofia tinggal bersama Papa Bian dan sepasang suami istri yang bekerja di rumah mereka, Mbok Tati sama Mang Ujang keduanya sudah bersama Sofia sejak ia kecil dan di anggap seperti bagian dari keluarga mereka sendiri. Di meja makan sudah tersedia menu makanan kesukaan Sofia, tak lupa s**u vanila hangat kesukaan gadis itu tak boleh sampai absen di meja makan. Hanya mereka berdua yang menikmati sarapan pagi di meja makan, bukan hal baru bagi Sofia sebab ia sudah terbiasa hanya berdua bersama Papanya. “ Hari ini mata pelajaran Matematika sama Bahasa inggris, nanti gurunya datang jam 8:00 yah.” Seru Papa sambil mengecek jadwal home schooling Sofia di ponselnya. “ Iya pa.” Jawab Sofia sambil tersenyum manis ke arah Papanya. Selama ini Sofia melakukan home schooling sejak dia berusia 5 tahun hingga saat ini, jika Sofia bersekolah biasa dia sudah menginjak kelas 3 SMP. Hanya saja sekolah biasa tidak berlaku untuknya, Papa Bian yang meminta Sofia untuk tetap bersekolah di rumah saja karena Sofia mengidap penyakit yang berbahaya untuk kesehatannya. Untuk memastikan semua itu tidak terjadi,  Papa Bian lebih memilih untuk mendatangkan guru terbaik untuk pendidikan Sofia ke depannya. Meskipun harus melakukan home schooling dan tidak memiliki teman sama sekali tak membuat Sofia memaksa untuk bersekolah di luar pada Papanya, sebab Sofia percaya kalau semua ini di lakukan Papanya karena ia sangat menyayangi Sofia. “ Papa berangkat kerja dulu yah, kamu jangan nakal di rumah, kalau ada apa-apa bilang sama Mbok Tati atau Mang Ujang, kalau..” “ Pah, aku bukan anak kecil lagi. Papa nggak usah khawatir banget sama aku.” Sambung Sofia seketika membuat Papa Bian terkekeh. “ Ya sudah Papa berangkat.” Satu kecupan lembut mendarat di kening Sofia dan setelah itu ia melihat papanya yang bergegas pergi untuk bekerja.   **   Sejak tadi Sofia menatap jendela di ruang belajarnya dengan tatapan menerawang, hari ini ia tidak fokus memperhatikan Bu Rosa selaku guru home schoolingnya. Rosa menatap Sofia dengan sendu, ia tahu betul bagaimana perasaan Sofia meski gadis itu belum mengatakan apapun. “ Kau ingin kita keluar sebentar.?” Sahut Rosa yang membuat Sofia menatapnya bingung. “ Tapi Papa akan khawatir kalau aku keluar rumah.” Balasnya sambil menunduk. “ Kita bisa jalan-jalan di sekitar rumah , bagaimana.?” Bu Rosa adalah salah satu dari tiga guru yang menjadi guru home schoolingnya, dari semua itu hanya Rosa saja yang peduli dengan perasaan Sofia sehingga tak heran Sofia ingin lebih dekat dengan gurunya itu. Karena halaman rumah Sofia cukup besar, ia dan bu Rosa hanya jalan-jalan di skeitar rumah dan terakhir mereka duduk di halaman belakang di sebuah gazebo dekat kolam berenang. “ Sofia, boleh ibu bertanya sesuatu sama kamu.?” Tanya Rosa lirih. “ Boleh bu.” Jawab Sofia cukup penasaran. “ Memangnya kamu sakit apa sampai Papa kamu memilih kamu untuk home schooling.?” “ Papa bilang fisik ku lemah dan aku tidak boleh sampai kelelahan, untuk itu Papa tidak megizinkan aku keluar dari rumah kecuali sama Papa.” “ Memangnya sudah berapa lama.?” “ Sejak aku kecil sampai sekarang, “ “ Kasihan juga, dia sudah sebesar ini tapi tidak bisa mengenal dunia luar seperti anak seusianya.” Benak Rosa merasa sedih. “ Kamu nggak pernah minta sama Papa kamu untuk coba sekolah di luar? “ “ Nggak, soalnya banyak orang jahat di sekolah.” “ Kata siapa? Sekolah itu tempat kita belajar dan mendapat banyak teman loh.” “ Aku lebih nyaman berada di rumah bersama Papa, “ Jawabnya santai. Sebenarnya Rosa tahu kalau hal ini tidak boleh dia lakukan, sejak perjanjian awal menyebutkan kalau Rosa tidak boleh membuat Sofia sampai tertarik dengan dunia luar termasuk sekolah biasa. Hal itu membuat Rosa sangat penasaran, ia tak merasa ada alasan lain di baliknya sehingga Sofia tetap berada di rumah sampai usianya seperti ini. **   “ Sofia? Papa pulang.” Seru Bian ketika ia baru saja masuk ke dalam rumah. Medengar suara papanya membuat Sofia yang berada di belakang rumah segera berlari menyambutnya, ia memeluk Papanya dengan penuh antusias menunggu sesuatu di bawa oleh Papanya. “ Nih pesanan kamu.” Papa Bian menyodorkan kotak brownies kesukaan Sofia hingga membuat gadis itu semakin kegirangan. “ Papa yang terbaik.” Seru Sofia setelah membuka kotak brownis tersebut. “ Apapun untuk putri kesayangan Papa.” Setelah Papa Bian masuk ke dalam kamarnya untuk bersih-bersih, Sofia segera ke dapur mengambil pisau untuk memotong kue browniesnya. Sofia memang paling senang jika Papanya pulang dengan membawa cemilan kesukaanya, bukan hanya brownies saja terkadang cemilan lain seperti pizza, black forest, es krim dan lain-lain selalu di bawanya hanya untuk Sofia. “ Mari kita potong.” Ucap Sofia sambil memotong brownies itu dengan ukuran kecil yang siap untuk di makan. “ Cie yang senang dapat cemilan dari bapak.” Seru Mbok Tati ketika baru saja muncul dari halaman belakang. “ Hehe kalau Mbok mau ambil aja tapi yang di kotak, soalnya yang ini buat Papa sama aku.” Ujar Sofia yang memisahkan untuk pembantunya itu. “ Makasih ya Non Sofia.”   **   Keesokan harinya, seperti biasa Sofia akan melakukan aktivitas melihat warga sekitar dari beranda kamarnya. Lalu setelah itu sarapan bersama Papanya di lanjut belajar bersama guru home schoolingnya. Hari ini adalah pelajaran bahasa indonesia dan ppkn, gurunya bukan Bu Rosa melainkan Bu Audrey yang usianya jauh lebih tua dari Bu Rosa. “ Aku bosan seperti ini terus, kapan ini semua akan berakhir.?” Benak Sofia sambil menulis apa yang di tulis bu Audrey di papan tulis pada buku catatannya. “ untuk pelajaran Bahasa Indonesia sampai di sini saja, kita lanjut ke pelajaran Ppkn yah Sofia.” Ujar Bu Audrey di balas anggukan pelan dari Sofia. “ Hmmm Bu, bisa kita istrirahat sebentar.?” “ Ada apa Sofia.?” Tanya Bu Audrey menatapnya penasaran. “ Kepala saya sakit bu, boleh istirahat sebentar saja.” Pinta Sofia dengan sangat. “ ya sudah kalau begitu kita istirahat 20  menit yah.” Sofia mengangguk dan berjalan meninggalkan ruang belajar, ia merasa harus ke tempat yang lebih sejuk untuk menenangkan pikirannya. Dan tempat itu adalah halaman belakang, Sofia duduk di bibir kolam sambil menatap bayangan dirinya di sana. “ Hmm.., kepala ku pusing belajar di ruangan itu, akan lebih menyenangkan kalau bu Rosa yang mengajar.” Ucap Sofia sambil mendesah berat. Sofia benar-benar menghabiskan waktu istirahatnya selama hampir dua puluh menit di halaman belakang, merasa ia sudah harus kembali ke ruang belajar, Sofia pun bangkit dan tanpa sengaja kakinya terpeleset yang membuatnya jatuh ke kolam berenang. Karena tidak bisa berenang, Sofia berusaha untuk menggapai pinggir kolam namun tidak berhasil, ia berteriak minta tolong pada siapapun namun saat itu rumah sedang sepi dan tak ada yang mendengar teriakannya. “ SOFIA.!!” Teriakan  itu sempat di dengar oleh Sofia sebelum akhirnya ia tenggelam di kolam yang memiliki ke dalaman yang lebih tinggi dari tubuhnya.   **   “ Tolong carikan seseorang untuk menghilangkan kolam berenang itu, buat halaman belakang tanpa ada kolam berenang.” Pinta Bian pada Mang Ujang dan langsung di laksankan olehnya. Setelah mendengar kalau Sofia sakit kepala saat belajar, Bian langsung pulang ke rumah untuk melihatnya. Namun siapa sangka ketika ia pulang di lihatnya Sofia yang tenggelam di kolam berenang, saat ini putrinya sedang di tangani oleh seorang dokter sebab sampai saat ini Sofia belum sadarkan diri. “ Bagaimana dok.?” Tanya Bian dengan wajah penuh khawatir. “ Sofia baik-baik saja pak, kita tunggu sampai dia sadar saja.” “ Syukurlah.” Ucap Bian merasa lega. Bian merasa sangat takut dengan keadaan Sofia, baginya sudah cukup ia merasakan perasaan cemas pada wanita yang di cintainya. Ia tak ingin sesuatu terjadi pada Sofia untuk itu Bian akan meninggalkan apapun untuk Sofia dan demi keselamatannya. “ Papa.” Suara Sofia berhasil membuat Bian terkejut dan langsung melihatnya dengan tatapan cemas. “ Kamu baik-baik saja kan.?” Tanyannya cemas. “ Aku baik kok, Papa kenapa ada di rumah.?” Jawab Sofia Parau. Bian menjelaskan kepada Sofia bagaimana ia bisa ada di rumah pada jam kerja saat ini, mendengar hal itu Sofia minta maaf pada Papanya karena telah membuatnya khawatir. Alhasil Bian hanya meminta Sofia untuk istirahat sampai kondisinya benar-benar membaik, dan untuk home schooling di tunda dulu agar Sofia tidak merasakan sakit kepala karena harus belajar setiap saat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN