FRUSTRASI

1291 Kata
"Perkenalkan, ini suami saya, Rafael. Kedepannya dia akan ikut bergabung di perusahaan ini sebagai wakil direktur." Sofia mengumumkan hubungannya dengan Rafael pada seluruh staf kantor di rapat bulanan mereka. Hampir seluruh penjuru kota tahu siapa tunangan Sofia. Pernikahan wanita itu dengan Rafael sebagai pengantin pria tentu saja mengejutkan banyak orang. Pertanyaan mereka rata-rata hampir sama, dimana Erwin? Sofia hanya bisa menulikan indra pendengarannya. Dia menganggap tidak pernah mendengar pertanyaan tersebut. Tidak ingin menyudutkan pimpinan mereka, para staf segera mengucapkan selamat bergabung pada Rafael sekaligus selamat menempuh hidup baru untuk Rafael dan Sofia. Sementara lelaki itu mengetahui dengan persis kalau senyuman yang ditampakkan Sofia sepanjang rapat hanya palsu. Sebuah senyum yang dia gunakan untuk menutupi kekecewaan di hatinya. --- "Kenapa kamu memilih melakukan ini, Sofia?" Rafael menyusul istrinya yang tengah menikmati segelas minuman di sudut ruangan yang menghadap ke udara bebas. Wanita itu tengah berdiri di dekat jendela lebar yang dilapisi kaca transparan sebagai pembatas dengan dunia luar. Sofia berbalik dan melangkah beberapa langkah ke arah Rafael. Wanita itu meneguk minuman berwarna hijau daun di gelas beningnya perlahan hingga lelaki itu seakan tahu bagaimana air itu mengalir dan membasahi tenggorokan Sofia. Wanita dengan tubuh semampai tersebut menunjukkan senyuman tipis yang sedikit dipaksakan. "Aku terpaksa harus menggunakan topeng kebahagiaan di depan publik. Memberikan kesempatan pada mereka untuk menganggapku gila, daripada aku harus gila dalam arti yang sesungguhnya," jawabnya datar lalu kembali meneguk minumannya. "Bagaimana dengan perasaanmu, Sof? Kamu tidak bisa terus mencurangi dirimu dengan kebahagiaan semu. Kamu butuh kebahagiaan yang sesungguhnya." Rafael mencoba mengingatkan dan reaksi Sofia bisa ditebak, wanita itu tertawa frustrasi. "Kebahagiaan? Omong kosong apa itu? Aku tidak berhak memiliki kebahagiaan. Semua sudah berlalu. Apa yang aku impikan hancur dengan tidak adil, dan aku sudah menerima itu. Siapa yang mau memberikan kebahagiaan pada wanita malang sepertiku? Hahaha." Sofia tertawa, tetapi guratan di wajahnya jelas-jelas menggambarkan kedukaan yang mendalam. Rafael maju beberapa langkah, dan mengikis jarak mereka berdua. Mencoba untuk lebih dekat dengan wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu. "Aku bisa memberikanmu kebahagiaan itu, Sofia. Aku bisa membalut lukamu dengan baik," ucap Rafael dengan hati-hati. Dia berani bersumpah demi Tuhan, apa yang dikatakannya tulus. Bukan hanya sekedar kalimat penghibur untuk Sofia. "Sementara? Setelah itu kamu juga akan meninggalkanku sama seperti Erwin? Apalagi kamu memiliki banyak wanita. Sudahlah, jangan menghiburku, Raf. Kita jalani saja sandiwara ini sampai akhir." Pesimis. Jelas itu yang Sofia rasakan. Lelaki yang dia nikahi seorang pemain cinta. Bagaimana dia bisa percaya kalau lelaki itu akan menghidupkan lilin cinta di goa hatinya yang gelap? Satu hal yang dia tahu, dia hanya akan ditinggalkan sekali lagi. Terpuruk dalam lembah nestapa, berteman sunyi, dan air mata. "Aku sudah memutuskan hubungan dengan mereka. Semua kontak yang ada di ponselku sudah kublokir. Aku melakukan itu karena aku memang serius dengan apa yang aku katakan. Kamu bisa periksa ponselku sekarang," ucap Rafael serius. Untuk meyakinkan Sofia, Rafael sengaja menyodorkan ponselnya. Sayangnya, wanita itu tidak merespon. Dia sudah mempertimbangkan kalau dia ingin mengakhiri masa 'bermainnya' dengan menjalani hubungan pernikahan yang serius dengan Sofia. Dia tidak tahu pasti apa alasan di balik itu semua. Rafael merasa, Sofia berhasil menumbuhkan rasa simpati, dan cinta di hatinya. Dia ingin menjadi sosok yang bisa menjadi tempat wanita itu bersandar. "Tidak perlu. Aku sudah bilang, kita hanya akan terus bersandiwara sampai masa pernikahan kontrak kita selesai. Tidak lebih dari itu," sentaknya. Selanjutnya, Sofia mendorong tangan Rafael, menolak untuk melihat ponsel lelaki itu. Sesaat kemudian, ekor mata Sofia melihat kelebat seseorang yang dia kenal. Ya, dia Erwin, lelaki yang seharusnya berada di posisi Rafael sekarang. Lelaki itu mengarah ke pintu masuk, dia pasti ingin menemuinya. Sofia berpikir kilat. Dia harus mengambil tindakan. Dengan gerakan cepat, Sofia meletakkan gelas yang dia pegang ke lantai lalu menangkup kedua pipi Rafael dan mencium bibir lelaki itu dengan gerakan seakan b*******h. Awalnya Rafael terkejut, tetapi setelah ekor matanya menangkap ada seorang lelaki yang memasuki ruangan tersebut, Rafael segera mengimbangi permainan bibir Sofia. Dia bahkan dengan berani menggerayangi tubuh wanita itu yang masih terbalut pakaian lengkap. "Hentikan!" teriak Erwin dengan suara menggema. Mengisi seluruh ruang kosong dalam ruangan kerja milik mantan kekasihnya itu. Dia tidak tahan melihat Sofia bermesraan dengan Rafael. Lelaki itu tersulut api cemburu. Wajar saja, hubungan mereka sudah bertahun-tahun. Tidak mungkin perasaan di hati Erwin hilang begitu saja. Sofia melepas ciumannya dengan Rafael dengan gerakan sensual. Melepaskan bibir lelaki itu dengan lembut, tetapi dia mengeratkan dekapannya pada tubuh lelaki tersebut. Wanita itu kemudian menatap Erwin dengan tatapan mengejek. Dia puas sudah membalas rasa sakit hati yang dia rasakan karena ulah lelaki itu. "Oh, ada tamu rupanya. Kehadiranmu hanya mengganggu kegiatan kami. Untuk apa datang ke sini? Bukankah kita sudah tidak memiliki hubungan apapun?" tanya Sofia santai dengan satu telapak tangan membelai bagian d**a Rafael. Dia sengaja melakukan itu untuk membuat Erwin semakin kesal. "Aku pikir kita bisa membicarakan semuanya lagi, Sofia. Ternyata kamu tidak lebih dari wanita penghibur. Cih! Bisa-bisanya kamu menikahi lelaki hidung belang seperti dia! dasar tidak tahu malu!" umpat Erwin kesal. Dia juga menunjuk wajah Rafael yang bersikap tenang. Ekspresinya bahkan terlihat mengejek. "Jaga bicaramu, Win! Aku mau menikah dengan siapa, itu bukan urusanmu. Lagipula apa bedanya denganmu? Kamu juga bermain dengan wanita busuk itu di belakangku. Mending dia, sudah jelas hidung belang, tapi memuaskan. Daripada kamu, di depanku berlagak setia, ternyata makan teman sendiri," ejek Sofia. "Dasar kau wanita busuk! Bagus aku tidak jadi menikah denganmu. Benar-benar menjijikkan!" Erwin berbalik dan melangkah cepat ke arah pintu keluar. "Pergi jauh-jauh kau, Penghianat! Jangan pernah menampakkan wajahmu lagi di depan mataku!" teriak Sofia sekuat tenaga. Dia bahkan tidak peduli kalau ada orang yang mendengar teriakannya. Sepeninggal Erwin, Sofia menangis. Hatinya masih sangat sakit mengingat semua yang sudah terjadi. Penghianatan yang dia terima, batalnya pernikahan, dan juga cemoohan orang. Semua itu membuat dunia Sofia seakan hancur. Rafael mendekap erat wanita itu. Dia merelakan pakaiannya dibasahi oleh air mata Sofia. Masalah yang wanita itu hadapi memang tidak mudah, dan Rafael menyadari itu semua. "Menangislah. Kalau itu bisa membuatmu merasa lebih tenang. Aku tahu ini tidak mudah bagimu, tetapi kamu wanita yang kuat, Sofia. Aku yakin kamu bisa melewati semuanya sampai akhir." Rafael mengusap punggung Sofia lembut. Dia kali ini benar-benar tulus, bukan sekedar alasan uang semata. Kepercayaan di hati Sofia soal cinta, dan kasih sayang seorang lelaki sudah memudar. Dia sudah memperlakukan Erwin dengan baik selama ini, tetapi pada akhirnya lelaki itu tetap berkhianat. Dia tidak berharap lagi akan datang masa dimana dia merasakan keindahan dari sebuah cinta. Sofia pasrah, atau lebih tepatnya menyerah. "Terima kasih pelukanmu. Maaf, pakaianmu kotor karenaku. Sebagai gantinya, aku akan mencucikan pakaianmu hari ini. Maaf juga untuk ciuman itu. Jangan berpikir macam-macam, aku hanya ingin membalas Erwin." Sofia melangkah pergi, meninggalkan Rafael yang masih mematung. Rasa ingin memiliki wanita itu semakin tinggi. Bagaimana cara merobohkan tembok perlindungan Sofia yang kokoh? Rafael sepertinya harus belajar banyak untuk bisa melakukan ini. Wanita itu terluka terlalu dalam. Terlebih Sofia sudah tidak berharap untuk bisa menemukan cinta sejatinya. Sanggupkah Rafael berjuang dan memenangkan hati seorang Sofia? Entahlah n "Sofia, entah mengapa setiap penolakan yang kamu berikan membuatku semakin tertarik padamu. Mungkin sekarang tidak mungkin, tetapi biarlah waktu yang akan membuktikannya. Aku memiliki perasaan yang tulus padamu, Sofia. Sungguh." Rafael bergumam lirih. Sementara itu, Sofia yang ternyata memutuskan pergi ke kamar mandi sedang menatap pantulan wajahnya di dalam cermin. Wanita itu memandangi pantulan wajahnya di sana. "Aku tidak seburuk itu, tetapi mengapa aku harus mendapatkan perlakuan seperti ini dari orang yang kucintai? Mengapa, Tuhan? Salahkah aku kalau aku memilih untuk menjadi wanita karir? Apa aku harus menganggur untuk mendapatkan sebuah kesetiaan dari seseorang?" "Kamu jahat, Erwin! Kamu Jahat!" teriak Sofia sekencang mungkin. Dia memanfaatkan ruang toiletnya yang kedap suara untuk melampiaskan semua beban yang ada di hatinya. Sofia menumpahkan semua air matanya di sana. Berharap esok hari tidak ada lagi kesedihan seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN