3 : Mimpi Peringatan

1500 Kata
Seruni memarkirkan sepedanya pada teras rumah, ia menoleh ke belakang sekali lagi sebelum ia memasuki rumahnya. Iman masih ada di sana, menatapnya dengan pandangan penuh permohonan. Menghela napas kasar, Seruni pun melanjutkan niatannya untuk membuka pintu, lelah sekali mengayuh sepeda dari rumah ke kampus. Ini karena sepeda motornya sedang berada di bengkel untuk diperbaiki. "Assalamu'alaikum, Bu. Aku pulang!" Ujar Seruni agak mengeraskan suaranya. Kemarin ada arisan ibu-ibu kompleks, rumahnya masih agak berantakan karena sofa dan meja belum ditata seperti semula. "Wa’alaikumsalam, Runi. Sudah pulang?" “Sudah, Bu.” Ia menyalami tangan ibunya dan melemparkan senyuman. Rahel, perempuan berusia empat puluh tahun itu adalah ibu dari Seruni, ia tipikal lemah lembut dan sangat menyayangi anak satu-satunya. “Bagaimana tentang KKN kamu, sudah ditentukan jadwal dan tempatnya?” Rahel selalu antusias membahas jalannya pendidikan sang anak, ia ingin memberikan yang terbaik bagi Seruni. Keduanya berjalan menuju sofa, Seruni dan Rahel mendudukkan diri di sana sambil berbincang-bincang. Gadis itu mengangguk, tapi ia sangsi mengatakannya, takut jika sang ibu cemas. “Kamu dapat wilayah di mana?” tanya Rahel. “Desa Rogokepaten.” Jawabnya, Seruni melirik pada ibunya untuk melihat ekspresi yang diperlihatkan. Benar saja, Rahel langsung terdiam dengan kening yang berkerut-kerut. “Ibu pernah mendengarnya, desas-desus mengatakan kalau desa itu terpencil dan cukup misterius, letaknya pun di hutan.” Rahel tidak salah menebak, perempuan paruh baya itu tepat sekali. “Iya, bagaimana lagi karena pihak kampus sudah mengaturnya.” Seruni mendesah pelan, ia juga memiliki firasat buruk, ditambah dengan pengakuan teman-teman sekelasnya tadi membuat dirinya tidak bersemangat seperti di awal. Rahel menatap putrinya sekilas, ada rasa khawatir melanda. Seruni adalah anak satu-satunya, ia juga memiliki ‘kekurangan’ sehingga semakin memperkuat alasan Rahel untuk mencemaskan putrinya. Seruni ingin mengatakan perihal Iman pada ibunya, ia butuh saran untuk mencari jawaban atas kebingungannya. “Kamu harus berhati-hati ya, desa itu cukup angker. Dengan kekurangan kamu ini, makhluk-makhluk penunggu sana akan tertarik pada auramu.” Sudah sejak dulu Rahel berusaha menutup kemampuan indigo milik Seruni, tapi semuanya sia-sia karena pada akhirnya kemampuan itu kembali lagi pada sang pemilik. Mendengar hal ini membuat Seruni tidak jadi melontarkan pembahasan tentang Iman, ia takut jika Rahel akan semakin khawatir. Biasanya Rahel akan melarang Seruni bepergian jauh, tapi kali ini ia harus mengizinkannya karena tuntutan pendidikan. “Tentu saja, doakan aku agar bisa melaksanakan KKN dengan baik lalu lulus dengan nilai memuaskan.” Balas Seruni. “Baiklah kalau begitu, kamu ganti baju dulu terus makan gih.” Seruni menganggukkan kepala, ia permisi dari ruang tamu untuk pergi ke kamarnya. Hari ini cukup melelahkan otak dan pikirannya, ia harus merilekskan tubuh dengan cara tidur siang ataupun mendengarkan musik-musik favoritnya. Sesampainya gadis itu di kamar, Seruni langsung menanggalkan pakaiannya dan berganti dengan baby doll rumahan. Gadis itu menuju ke kamar mandi untuk meraup wajahnya dengan air mengalir, hari ini sungguh melelahkan. Setelah memastikan bahwa keadaannya sudah bugar, ia merebahkan diri di ranjang sembari memainkan ponsel sejenak, ia menyimak pembahasan grup KKNnya. Ia berkuliah dengan sungguh-sungguh, selama ini Seruni tidak pernah membolos ataupun berlaku aneh-aneh, ia hanya ingin mengenyam pendidikan dan melakukan yang terbaik agar bisa membahagiakan orangtuanya. Meski ia harus dihadapkan dengan desa mengerikan itu, Seruni akan melaksanakan kegiatannya dengan baik, asalkan tidak ada hal aneh-aneh yang mengganggunya. Tangan gadis itu meraih cermin berbentuk bulat, besarnya hanya segenggaman tangan. Ia melihat pantulan wajahnya di sana, fokusnya kali ini ada pada matanya, mata yang memiliki kelebihan tuk melihat hal-hal gaib. Ia mengerjapkan bola mata berwarna cokelat terang itu, bisa melihat hantu-hantu berkeliaran bukan lah hal yang bisa dibanggakan, justru ini adalah beban berat dipundaknya. Dulu ia hampir gila karena terus melihat penampakan dari arwah-arwah yang masih bergentayangan di dunia manusia, bentuk mereka sangat buruk dan acak-acakan, tak jarang ada pula hantu tanpa kepala yang terus meneteskan darah dari tebasan lehernya. Belum lagi sosok pocong yang memiliki wajah buruk rupa dengan belatung bergerak-gerak di wajah bolongnya. Jangan lupa dengan pedagang-pedagang yang menggunakan penglaris untuk melarisi dagangannya, kebanyakan mereka memakai jasa genderuwo dengan lidah panjang menjulur dengan tetesan-tetesan air liur menjijikkan yang sengaja di kucurkan pada makanan dagangan sang tuan. Seruni bergidik membayangkan semua itu, ini adalah alasan mengapa ia sangat pemilih jika menyantap makanan di warung-warung atau restoran, takut jika mereka menggunakan penglaris. Ia meletakkan cermin ke samping bantalnya, ponselnya pun sudah ia matikan, Seruni ingin banyak istirahat sebelum melakukan kegiatan KKNnya. Lama-lama mata itu terpejam seiring dengan detik jarum jam yang terus berbunyi. Kamar dengan luas empat kali empat meter itu hanya diisi sebuah ranjang mini, nakas penyimpan baju serta kipas angin. Tak ada meja belajar, karena ia sering mengerjakan tugas-tugasnya di atas ranjang. Pukul dua belas siang, waktu pertengahan hari. Deru napas gadis itu terdengar teratur, Seruni sudah tidur, menandakan bahwa ia benar-benar lelah, biasanya ia paling susah untuk tidur siang. Dalam mimpi gadis itu sedang berada di hutan yang luas nan gelap, sekitarannya hanya ada pohon-pohon tinggi menjulang, ia kebingungan tak tahu arah. Panik, tentu saja. Ia mengitari sekitarnya dan hanya ada dirinya di sana, “Tolong….” Terdengar suara lirih di sekitar hutan itu. Sontak saja Seruni terhenyak, ia menelan ludahnya susah payah, bukankah di sini hanya ada dia? Kenapa ada suara lain di sana. Namun, Seruni yang sesekali pernah mengalami hal serupa hanya bisa meyakinkan diri bahwa dirinya sedang berada di alam mimpi. “Jangan lakukan itu.” Lagi, suara itu terdengar semakin memohon. Seruni berusaha memfokuskan indra pendengarannya untuk mencari sumber suara. “Arah jam dua belas.” Gumamnya. Kaki-kaki itu menelusuri tanah basah hutan itu, Seruni terus melewati pohon-pohon tinggi itu, sesekali telinganya waspada untuk mendeteksi sekitar. Ia terus berjalan hingga sampai lah di perbatasan hutan dan desa, kepalanya tertoleh ke sana dan ke mari. Ada sekumpulan orang sedang mengelilingi suatu obyek yang letaknya tak jauh dari perbatasan ini. Orang-orang di sana terus bersorak memprovokasi, sedangkan suara lirih perempuan seakan-akan menjadi lagu merdu. Seruni berjalan mendekat dengan hati-hati, ia menyembunyikan diri di antara semak-semak. Matanya mengintip di sela-sela rerumputan tinggi, ada seorang perempuan bersimpuh, tangannya telah terborgol, kakinya juga dipasung. Sedangkan tak jauh dari posisinya ada seorang algojo tengah membawa katana panjang yang siap mengoyak tubuh itu. Napas Seruni tersendat, ada apa dengan perempuan itu, kenapa ia seolah-olah sedang diadili? Ia ingin lebih dekat lagi, tapi sialnya kaki kirinya menginjak ranting hingga patah dan berbunyi. Seruni meringis pelan, mereka pasti mendengarnya. Namun, beberapa saat kemudian tak ada yang menaruh atensi padanya. Kini Seruni semakin yakin jika ia benar-benar berada di alam mimpi dan kejadian di depannya ini adalah sebuah ‘penglihatan’. Seruni memberanikan diri untuk berjalan ke arah kerumunan itu, benar saja ia tidak terlihat. “Lakukan sekarang.” Seorang pria berpakaian lusuh memerintah, ini seperti dunia manusia pada umumnya, hanya saja cara berpakaian dan juga pemukiman di sini seperti masih tradisional. “Ku mohon jangan, aku tidak mau menjadi tumbal.” Perempuan yang sedang dipasung berteriak memberontak. Tumbal? Alarm di kepala Seruni langsung berputar nyaring. Ada yang tidak beres di sini, ia terus memperhatikan pembicaraan mereka. “Dia memenuhi syarat sebagai tumbal, lakukan atau kita harus tewas karena melalaikan perjanjian dengannya.” Sahut yang lain. Seruni mulai paham sekarang, sepertinya mereka adalah pemuja ajaran sesat yang harus menumbalkan manusia. “YA, SEKARANG!” “SEKARANG.” “LAKUKAN.” “KITA AKAN SEJAHTERA.” Sahut-sahutan suara lain kembali meramaikan suasana mencekam itu. "Jangan, hentikan semua ini." Meski tahu bahwa ini hanyala ilusi, tapi Seruni tetap berusaha menghentikan mereka. Sayang sekali usahanya sia-sia, mereka tetap melakukan keinginannya. Sementara perempuan tadi terus berderai air mata, sorot matanya mengatakan ia butuh pengampunan dan masih ingin hidup dengan normal. “Algojo, lakukan sekarang!” Orang berpakaian mencolok berujar, sepertinya ia adalah orang penting dari sekelompok orang-orang ini. Algojo yang memakai topeng mengerikan itu mengangkat katananya tinggi-tinggi dan bersiap tuk ia hunuskan pada perempuan tadi. Tubuh Seruni mematung di tempat, ia tidak bisa bergerak ataupun menutup mata, kejadian itu berlangsung tepat di depannya. Katana itu meluncur dengan cepat menghunus tubuh perempuan tadi, membelah tubuhnya menjadi dua disertai teriakan terakhirnya. Seruni melihat semuanya, ia menjadi saksi atas kejadian keji itu. Ia merasa bersalah karena tidak bisa menolongnya, ini hanya ilusi dan tak nyata. Namun, rasanya seperti nyata. Sorak sorai kesenangan berasal dari orang-orang sekitar, mereka senang karena tumbal sudah disuguhkan, sebentar lagi keinginan mereka akan segera dipenuhi oleh 'dia' sang penguasa kegelapan. “ARGHH…” Tiba-tiba saja tubuh Seruni seakan ditarik oleh gelombang angin besar, ia terseret di dalamnya. Kepalanya berputar-putar terasa pening, bibirnya terus digigit untuk menahan rasa sakit itu. Hingga gadis itu membuka matanya, deru napasnya tersengal-sengal dan sulit untuk diatur. “Ini mimpi, hosh – hosh.” Seruni menangkup kedua pipinya. Mimpi yang amat mengerikan, seakan-akan ini adalah peringatan untuknya. Menghela napas panjang ia melirik jam di dinding, pukul dua belas lebih sepuluh menit. Ia hanya tidur sepuluh menit, tapi kenapa rasanya mimpi itu cukup lama? Bajunya yang baru ia pakai sudah basah oleh keringat, Seruni menggelengkan kepalanya, ini hanya mimpi, ia tak boleh berpikir aneh-aneh. Seruni beranjak dari tidurnya dan mematikan kipas angin, ia akan mengambil wudhu dan melaksanakan sholat dzuhurnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN