Bab 9. She's Not Crystal

2022 Kata
Udara terasa lebih pekat, sampai-sampai rasanya sulit untuk bernapas. Tidak ada yang berani bersuara ataupun bergerak, bahkan detak jantung pun rasanya berhenti. Fasha berdiri dengan kedua lutut yang gemetar, kepalanya menunduk dalam. Dia sangat ketakutan. Selama bekerja di istana, baru kali ini dia bertemu langsung dengan pangeran Alexant. Pertemuan pertama yang sangat buruk, disebabkan oleh gadis kecil putri dari Selena. Seandainya terjadi apa-apa padanya, tak mungkin dia menyalahkan Beatrice. Gadis kecil itu tidak bersalah, dia hanya terlalu bersemangat. Fasha melirik ke arah Alexant yang bangkit perlahan. Sebenarnya dia ingin membantu, tapi terlalu takut untuk mendekat. Lagipula, peraturan istana tidak memperbolehkan pelayan sepertinya untuk menyentuh pangeran, meskipun itu sekedar membantu. Saking takutnya, dia bahkan juga membiarkan Beatrice bangun sendiri. Gadis itu meringis, mengusap bokongnya yang sepertinya terasa nyeri. "Di mana matamu?" Pertanyaan Alexant mengguntur. "Ke mana kau meletakkannya saat sedang berjalan? Seharusnya kau melihat ke depan, bukan ke arah belakang!" Fasha gemetar ketakutan. Tangannya yang terulur hendak menggapai Beatrice menjadi mengambang di udara, dan ditariknya kembali sedetik kemudian. Tak hanya Fasha, Beatrice juga merasakan hal yang sama. Seluruh tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan, anak laki-laki di depannya terlihat sangat menyeramkan. Meskipun wajahnya tampak bagus dan enak dilihat, tapi tetap tidak bisa menghilangkan kesan ngeri darinya. Rambut abu-abu dan mata birunya sesungguhnya sangat indah, tapi semua keindahan itu sirna akibat aura membunuh yang menguar darinya. "Di-dia tidak sengaja, Yang Mulia." Sebenarnya Fasha sangat takut, tetapi dia memberanikan diri. Dia tak ingin Beatrice dihukum hanya karena ketidaksengajaan. "Dia baru tiba di istana lagi ini. Namanya Beatrice, dia putri Selena." Sepasang alis abu-abu Alexant mengernyit. Selena memiliki anak? Kenapa ia baru tahu akan hal itu? Selama ini Selena tidak pernah menceritakannya, dia menutup rapat masalah pribadinya, terutama mengenai anak dan suaminya. Entah kenapa, sepertinya dia masih mencintai ayahnya. Mata biru Alexant memperhatikan gadis kecil itu. Rambutnya pirang sepinggang dan digerai begitu saja tanpa menggunakan hiasan apa pun, ada poni menutupi dahinya. Matanya agak besar dan berwarna biru, tapi warna birunya tak secantik mata Crystal. Alexant menggelengkan kepala pelan. Ternyata ia memang tidak bisa melupakan Crystal barang sedetik pun. Bahkan saat ia mengamati gadis lain pun tetap membandingkannya dengan Crystal. Tak ingin membuat kepalanya semakin pusing, Alexant segera meninggalkan tempat itu tanpa bersuara apa-apa lagi selain memaki kesal dalam hati. Dasar dirinya sedang sial, niat hati ingin menghindari Madam Petrova malah bertabrakan dengan putri Selena yang katanya baru tiba. Sepetinya ia harus menemui Selena dan bertanya padanya tentang putrinya. Bukannya tertarik, ia hanya merasa perlu mengenal semua orang yang tinggal nggak di dalam istana. Tidak mengenalnya secara baik, tahu nama saja sudah cukup. Hanya ada Crystal di hatinya, tak akan terganti sampai kapan pun dan oleh siapa pun. Meskipun mengingat Crystal selalu membuatnya merasa sedih, Alexant tidak keberatan untuk terus memikirkannya. Semakin lama mereka tidak bertemu, semakin ia merindukannya, semakin Crystal menguasai otak dan pikirannya. Ia tak tahu dengan apa yang dirasakannya, ia hanya merasa sangat ingin bertemu sampai-sampai mengurung diri di dalam kamar saat perayaan ulang tahun ayahnya beberapa bulan yang lalu. Seandainya saja ayahnya tidak sakit saat hari ulang tahunnya, ia akan memintanya untuk mengundang Crystal datang ke istana. Sayangnya, ayahnya tidak bisa melakukan apa-apa, jangankan berpesta, duduk saja tidak bisa. Alexant uring-uringan. Ia tidak menemukan Selena di kamarnya, tidak juga menemukannya di tempat lain yang biasa didatangi wanita itu. Entah di mana Selena berada, seolah dia tak ingin ditemukan. Apakah ini ada hubungannya dengan kedatangan putrinya? Bisa saja karena Selena sangat tertutup dengan kehidupan pribadinya. Alexant berani bertaruh, tidak ada seorang pun di istana ini yang mengetahui jika Selena memiliki seorang anak gadis seusianya. Anak gadis yang ketakutan melihatnya seolah dirinya monster saja. Sangat keterlaluan! Crystal saja saat pertama kali bertemu membungkukkan sedikit badannya sebagai bentuk penghormatan, sementara gadis itu sudah berani menabraknya. Ia bukan seseorang yang gila akan penghormatan. Namun, sikap putri Selena sangat tidak sopan. Ia akan menegur Selena agar mengajari sopan santun pada putrinya. Sikapnya sangat kasar, seperti seseorang yang tidak berpendidikan. Di dalam hati Alexant masih terus mengomel, tanpa sadar jika ia sudah berada di taman tempat biasa berlatih pedang. Sudah ada George di sana, mereka hanya Kana menunggu jenderal Wallace yang sebentar lagi akan tiba maka pelajaran akan dimulai, dan fokusnya pada Crystal akan sedikit teralihkan. *** Beatrice masih berada dalam pelukan Fasha. Sejak beberapa menit yang lalu dia terus saja menangis. Bahunya berguncang, tubuhnya masih bergetar. Sepertinya dia tidak pernah mendapatkan perlakuan penuh amarah seperti yang barusan didapatkannya dari Alexant. Pangeran Alexant memnag baru berusia sebelas tahun, tapi di usia semuda itu dia sudah menunjukkan kewibawaannya dan jiwa seorang pemimpin. Jangankan Beatrice yang baru pertama kali bertemu, dirinya saja sangat terkejut tadi, ditambah pertemuan pertamanya dengan Alexant didahului oleh sebuah insiden tak mengenakkan. Lain kali, bila sedang bersama Beatrice, dia akan lebih berhati-hati lagi agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Dia tidak ingin Beatrice jadi tidak betah tunggal di sini. Meskipun tidak berharap akan bertemu putrinya dan tinggal di satu atap yang sama, Selena sudah memintanya sehari sebelumnya untuk merawat Beatrice. Tanpa memberitahu alasannya, Selena hanya berpesan padanya untuk mengajari Beatrice segala hal terutama etika dan tata krama. Selena hanya mengatakan jika putrinya tidak pernah mendapatkan pelajaran akademis apa pun. Dia juga berkata tidak memiliki waktu yang cukup untuk menjaganya dikarenakan harus mengasih pangeran Alexant. Fasha tahu itu hanya alasan Selena saja, yang sebenarnya adalah dia tidak ingin bersama putrinya. Entah kenapa, tidak ada yang tahu. Selena sebenarnya wanita yang ramah dan lembut. Dia selalu bersikap sopan dan menghormati siapa pun, hanya saja Selena tidak pernah membicarakan masalah kehidupan pribadinya. Tidak ada yang tahu seperti apa kehidupannya di luar istana. Sikap dingin dan keras baru ditunjukkannya tadi siang saat Beatrice tiba. Sepertinya ada sesuatu, seolah Selena menolak kehadiran Beatrice. Padahal gadis kecil yang masih terisak di pelukannya ini adalah putri kandungnya. Mereka berdua mirip, warna rambut dan bentuk wajah Beatrice persis dengan Selena. Beatrice mewarisi kecantikan ibunya. Sayangnya, Selena sepertinya tidak menginginkan putri kandungnya. Bisakah dia menyebutnya Ibu yang kejam? Fasha mengusap rambut pirang Beatrice yang panjang sepinggang. Rambut pirang ini sangat halus dan indah, sayangnya mereka tidak terawat. Tadi, saat dia memandikan Beatrice, rambutnya sangat kotor. Beruntungnya tidak ada kutu di rambut itu sehingga dia tidak perlu memotongnya lebih pendek. "Tidak apa-apa, Sayang. Pangeran Alexant tidak bermaksud seperti itu, dia hanya terkejut." Beatrice sedikit merenggangkan pelukan, mendongak menatap Fasha. "Aku takut, Bibi Fasha." Fasha sudah memberitahu namanya pada Beatrice saat perkenalan mereka sebelum dia memandikannya, dan memintanya untuk memanggilnya Bibi Fasha. Dia senang karena Beatrice cepat belajar dan mudah mengingat. Fasha tersenyum. "Kenapa harus takut? Pangeran Alexant sangat tampan." "Tampan?" ulang Beatrice. Sepasang alisnya berkerut. Dia baru pertama kali mendengar kata itu. Selama ini, Nenek tidak pernah mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan kata itu. Nenek selalu menyebutnya dengan kata cantik. Fasha mengangguk. "Apakah itu sama dengan cantik?" Beatrice bertanya lagi. Pengetahuannya memang sangat terbatas, demikian juga dengan kosakatanya. Dia hanya tinggal bersama neneknya, tidak ada siapa pun yang memasuki kehidupan mereka. Dia hanya tahu semua kata yang didengarnya dari Nenek, dan neneknya tidak pernah menyebut kata tampan. Fasha tertawa kecil, kepalanya menggeleng. "Sama tapi beda," jawabnya lembut. Sepertinya pelajaran mereka akan dimulai sekarang. Beruntung tadi dia membawa Beatrice kembali ke kamar tidur mereka sehingga mereka tidak perlu repot-repot lagi berpindah tempat. Fasha mengusap alis Beatrice yang berkerut, dia yakin Beatrice tidak mengerti apa yang dikatakannya. "Kau tidak mengerti maksudnya, ya?" Beatrice menggeleng polos. Tawa kecil kembali meluncur dari bibir Fasha. Benar, bukan, dugaannya? Baiklah, dia akan mulai mengajari Beatrice. Semoga tidak ada halangan yang berarti, semoga Beatrice cepat menangkap dan mengingat pelajaran yang diberikannya. Dia bukan seorang guru, tapi sedikit mengerti tentang etika dan tata krama. Cakupan kosakata yang dimilikinya juga lebih banyak. Dia dibesarkan ibunya di dalam istana ini –ibunya juga pelayan istana– sehingga sedikit banyak mengetahui tata krama pergaulan para bangsawan dan keluarga raja. "Cantik dan tampan itu tidak berbeda, maknanya sama. Hanya saja, kata cantik disematkan untuk perempuan, tampan untuk laki-laki. Atau untuk lebih mudahnya, cantik itu untukmu, tampan untuk Alexant." Fasha mencubit ujung hidung lancip Beatrice, gemas. Mata biru yang mengerjap beberapa kali itu laksana bintang baginya. Beatrice tersenyum lebar. Nenek juga selalu mengatakan jika dia cantik. Kata Nenek itu adalah pujian, dan kau harus balas memujinya dengan hal yang sama. "Bibi Fasha juga cantik." Benar begitu, bukan? Disebabkan –hampir– tidak pernah berinteraksi dengan orang lain selain neneknya, dia tidak tahu bagaimana caranya memuji. Tadi dia hanya spontan, semoga saja dia tidak salah berkata. "Terima kasih, Sayang." Fasha tersenyum lebar, memeluk Beatrice erat beberapa saat, kemudian mencubit pipinya yang kemerahan. Beatrice sangat menggemaskan di matanya. "Bibi, apakah aku harus mengatakan pangeran Alexant tampan jika kami bertemu lagi?" Pertanyaan polos Beatrice membuat Fasha meneguk ludah kasar. Tiba-tiba saja kerongkongannya terasa sangat kering, seolah dia berada di tengah Padang pasir yang tandus. Dia tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan itu karena belum tentu mereka bisa bertemu Alexant lagi. Pertemuan tadi sangat langka, dia saja baru pertama kali melihatnya secara langsung. Biasanya dia hanya melihat Alexant dari jauh, itu pun hanya sekilas. Keluarga istana begitu jauh perbedaannya dengan mereka yang hanya berstatus sebagai pelayan mereka. "Aku bisa bertemu dengan Alexant lagi, 'kan, Bi?" Beatrice bertanya lagi. Fasha tidak memberikan jawaban, bahkan setelah bermenit-menit berlalu, dia tetap bungkam. Meskipun merasa takut pada Alexant, tapi dia ingin bertemu lagi. Ada sesuatu pada diri Alexant yang membuatnya tidak bisa melupakannya. Alexant juga anak pertama yang ditemuinya di tempat yang sangat besar ini. "Entahlah, Sayang, Bibi tidak tahu." Fasha menggeleng kacau. "Bibi hanya tahu, sangat tidak mudah berinteraksi dengan keluarga kerajaan. Mereka bukan orang sembarangan, dan kita tidak boleh bersentuhan dengan mereka atau kau akan mendapatkan hukuman dari Raja Henry." "Raja Henry?" Beatrice mengerutkan hidungnya. Sepertinya dia pernah mendengar nama itu, tapi lupa di mana. "Siapa itu?" tanyanya polos. Fasha mengembuskan napas melalui mulut dengan pelan, seolah saja takut jika ada yang mendengarnya maka mereka akan mengadukan pada Raja Henry. Tidak ada salahnya berhati-hati, bukan? Dinding juga memiliki telinga, itu yang sering dikatakan orang-orang. "Raja Henry adalah pemilik istana ini, beliau adalah Ayah Alexant, dan pemimpin kita. apakah kau tidak tahu akan hal itu?" Dadanya berdebar kala melontarkan pertanyaan itu. Jangan-jangan Beatrice adalah gadis yang bodoh dari yang terbodoh, pemimpin mereka saja dia tidak tahu. Beatrice bukannya tidak tahu, dia hanya lupa. Nenek sering menyebut namanya Begitu juga dengan para tetangga, mereka semua mengagung-agungkannya. Beatrice menelengkan kepala, mengerutkan hidung, berusaha mengingat-ingat apa lagi yang dikatakan Nenek padanya tentang pria itu. "Kau tidak tahu siapa itu Raja Henry?" tanya Fasha sekali lagi. Dia mengulangi pertanyaan yang sama melihat reaksi Beatrice. "Aku tahu." Beatrice mengangguk, dia baru saja mengingatnya. "Kata Nenek, kami harus berterima kasih padanya karena diperbolehkan untuk tinggal di kerajaan ini. Raja Henry sangat baik katanya." Fasha mengembuskan napas lega. Dia bersyukur karena Beatrice masih mengingat siapa pemimpin kerajaan mereka. *** Udara malam ini tidak secerah biasanya. Gumpalan awan di sana-sini membuat bintang-bintang tidak tampak. Meskipun begitu, Alexant terap berdiri di balkon kamarnya untuk mengamati langit. Ia yakin jika Crystal juga melihat langit yang sama seperti yang dilihatnya sekarang. Hanya dengan berkeyakinan seperti itu rasa rindunya sedikit terobati. Semakin hari ia semakin tak sabar, ingin cepat menjadi dewasa agar dapat mengunjungi Rainbow Hill dan menjemput Crystal untuk menikahinya. Ia memang masih kecil untuk mengetahui apa yang dirasakannya, satu yang pasti ia tidak ingin berpisah dengan Crystal, selalu ingin bersama. Seandainya bisa, ia ingin tinggal di Rainbow Hill bersama Crystal. "Kau sedang apa, Crys? Kau masih mengingatku, 'kan?" Pertanyaan itu sering dilontarkannya pada langit setiap malam. Ia berharap langit dan angin menyampaikan perasaannya pada Crystal, bahwa ia ingin bertemu dengannya. Apalagi beberapa hari terakhir ini ada pengganggu. Gadis kecil berambut pirang terurai yang menabraknya tempo hari sering terlihat berkeliaran di lorong kamar pelayan. Sepertinya gadis itu anak salah seorang pelayan istana. Itu bukan masalah, ia tidak akan terusik karenanya. Yang menjadi masalah adalah gadis itu sering mengintip latihannya bersama George dan jenderal Wallace, setiap sore. Entah bagaimana gadis itu bisa menemukan mereka, ia selalu melihatnya berada di atas pohon. Bukan gadis yang menarik, ia sama sekali tidak berminat untuk menjadikannya teman. Gadis itu kasar, berbeda dengan Crystal-nya yang lembut. Meskipun sering berlarian dan tidak pernah bisa diam, Crystal tidak bisa memanjat pohon. Benar seperti itu, bukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN