Annaliese akhirnya kembali. Aku sempat mencemaskan dirinya karena dia harus pergi ke hutan untuk mencari obat dan dia adalah seorang perempuan. meski dia hantu di kehidupanku namun dia tetaplah seorang perenmpuan biasa di sini. Aku meras atakut kalau smapai terjadi sesuatu yang tidak-tidak kepadanya.
“Ini,” kata Annaliese.
Aku pun langsung mengambil daun-daunan yang telah ditumbuk halus. Annaliese adalah anak yang pintar mungkin dia pintar karen terlalu sering membaca buku di perpustakaan karena untuk membunuh waktu-waktu sepinya.
Setelah mengobatri Pangeran Rama, selanjutnya aku dan Annaliese pun langsung keluar dari kamar Pangeran. Kami mencoba mencari tempat untuki mengobrol.
“Akhirrnya hal ini terjadi juga, Badrun,” kata Annaliese.
Aku pun langsung menganggukkan kepalanya.
“Bagaimana kalau Pangeran dan Putri merasa kalau orang yang menyerang istana mereka adalah Paeran Rahwana? Ini tentu akan menjadi kesalah padahaman yang akan menimbulkan banyak darah, Badrun.,” kata Annaliese.
“Kita harus mencari cara untuk meyakinkan mereka kalau orang yang menyereng istana dan juga mengasingkan mereka bukanlah Pangeran Rama,” kataku.
“Tapi, Badrun. Di dunia ini tidak secanggih duniamu. Di sini tidak ada alat p[erekam CCTV, tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan bukti. Alat perekampun tidak ada,” kata Annaliese.
Apa yang diukatakan oleh Annaliese memang ebanr adanya, di zaman yang tengah kami jalani memang belum memiliki alat-alat canggih.
“Kita coba saja melakukan pendekatan, namumn sebelum itu, Aku harus pergi mencari tahu kebenarannya, aku tidak mau kalau kita salah tuduh. Aku takut kalau apa yang terjadi di sini tidak semuanya sama dengan apa yang opernah kita baca dari buku,” kataku.
Annaliese pun langsung menganggukkan kepalanya, “Aku ikut,” kata Annaliese.
“Tidak, kamu lebih aman di sini. Aku akan melakukan perjalanan sendirian,” kataku.
Annaliese pun langsung menggelengkan kepalanya, “Aku tidak mau ditinggal di sini sendirian, aku ingin ikut bersama dneganmu,” kata Annaliese.
“PErjalanan ini terlalu bahaya, Annaliese,” kataku mencoba meyakinkannya.
“Tidak apa-apa. Aku bisa mengatasinya asalkan bersamamu,” kata Annaliese.
Aku berdehem pelan. Bagaimana pun ini kalai pertama ada perempuan yang mengatakan hal itu ekpadaku. Sebagai laki-laki aku tentu merasa senang dan merasa … ntahlah, aku pun tidak bis amnejelaskannya untuk saat ini.
“Tidak, kamu tunggu saja di sini. Kamu hanya perlu merawat Putri dan PAngeran. Daua hari dari sekarang, aku akan kembali. Aku akan menceritakan smeua hasil temuanku kepada kalian smeua,” kataku bertekad.
“Aku tidak mau ditinggal,” kata Annaliese yang mulai merajuk.
“Ayolah, Annaliese. Kamu tahu betul kalau kamu tidak ditinggal sendirian. Ada putri dna pangeran yang akan berada di sisimu sementara,” kataku.
Akhirnya Annaliese pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja, “Baiklah. Kamu hanya memiliki wkatu selama dua hari, kalau lebih dari dua hari, aku kaan pergi mencarimu,” kata Annaliese bersungguh-sungguh.
Aku hanya bis terkekeh mendengar aa yang dikatakan oleh Annaliese. “Kau persis seperti petarung sejati.” Olokku.
Annaliese hanya bisa cemberut, “Sudah, lekaslah kamu pergi dari sini dan lekas kembali,” kata Annaliese.
“Ck, bukankah orang yang menahanku sedari tadi itu kamu,” kataku.
“Sudah tidak lagi,” katanya smabil menyatukan tangan di d**a dan mengedarkan pandangannya eka rah lain.
Tak lama kemudian, aku pun berpamitan. Tentunya aku tidak berpamitan untuk mencari tahu siapa dalang dari serangan itu. Aku tidak mau memberikan sesuatu yang belum tentu akau dapatkan.
Aku pun langsung pergi menuju ke istana Kosala. Aku ingin mencari tahu semua ini dari sana. Kalau bisa aku ingin jadi penyusup agar bisa mengobrol atau sekadar menguping pembicaraan dari ibu tiri Pangeran Rama.
“Aku harus lekas,” kataku.
Aku pun langsung pergi berjalan kaki berjam-jam. Di zaman ini teangaku terasa lebih berisi berkali-kali lip[at. Mungkin inilah tubuh orang-orang terdahulu. Di penuhi kekuatan sebagai alki-laki sejati.
Aku mencoba mencari istana itu. Istana yang belum pernah aku datangi. Istana Putri Shinta dan PAngeran bukan benar-benar Istana. Istana pusatnya ada ada di tempat yang jauh.
Bagaimana mungkin sebuah kerajaan memiliki beberapa istana? Ntahlah, aku pun tidak terlalu memahaminya.
Di perjalanan, aku melihat ada seorang prajurid yang sedang berlatih. Aku pun langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku sangat yakin kalau sekarang aku sudah dekat dengan istana pusat kerajaan Kosala.
Aku bisa melihat dari bagaimana pakaian yang mereka kenakan. Pakaian itu terlihat seperti pakaian orang yang mengasingkan kami.
“Aku harus bisa menyusup di balik mereka,” kataku.
Aku pun terus mengamati orang-orang itu. Aku berharap aklau ada satu di antara mereka yang harus mandi dan menangaglkan bajunya hingga aku bisa mengambil baju itu dna menyusup dlama barisan.
TAk lama kemudian, doaku terkabul. Seorang anggota pun pergi menjauh, aku isa melihat kalau dia pergi kie arha sungai. Aku pun langsung buru-buru mengikutinya berniat untuk mencuri pakaian. Lalu sesampainya di sungai, benar sajam, smeua pakaian pengawal itu dilepas. Aku pun mencoba menoleh ke kanan dn ke kiri. Aku benar-benar harus memanfaatkan keadaan ini, tidak boleh menyia-nyiakannya.
“Sekarang waktunya,” kataku.
Aku pun langsung mengambil baju prajurit tersebut dna langsung membawanya berlari. Sambil berlari, aku pun langsung memakai baju itu untungnya pakaian ini juga memakai pelindung kepala sehingga aku sangat yakin nkalau penyamaranku tidak akan terbongkar.
“SEKARANG KITA KEMBALI KE ISTANA!” seru seorang ketua.
Aku yakin dia adalah ketua karena sejak aku mengintip, dia terus memberikan komando ini dan itu kepada smeuanya. Aku berjalan terus mencoba menghilangkan rasa gugup.
“Kau akan memimpin perjalanan ini,” kata ketua kepadaku.
Aku terkejut setengah mati. Bagaimana bisa aku meminpin perjalanan? Sedangkan aku tidak tahu di mana istana yang sebenarnya. Namun, apalah daya, aku hanya bisa menganggukkan kepalaku. Aku pun mencoba mengamati kota yang ada di di hadapanku. Kaini kami memang tengah berada di atas sebuah gunung.
Aku pun mencoba mencari di mana letak rumah yang paling besar dan yang aku rasa adalah istana. Dan tak lama kemudian,mataku langsung tertuju pada sebuah bangunan yang sangat aku yakini adalah istana. Aku pun menganggukkan kepalanya begitu saja.
Aku tidak tahu kode apa yang mereka sebutkan kalau menyetujuinya, sehingga aku hanya bisa menganggukkan kepalanya dna mencoba memberi arahan. Aku tidak mau membuang waktu, kalau smapai aku tidak bergerak, prajurit yang bajunya aku ambil akan kembali dna membongkar penyamaranku. Aku tentu tidak mau kalau hal itu sampai terjadi.
Perjalananpun di mulai. Aku berjalan di depan. Sedangkan di belakangku ada sekitar 40 prajurit yang mengikutiku. Aku benar-beanr seperti menjadi pria sejati.
Tenanglah, Badrun, tenanglah. Kau harus yakin untuk mencari jawaban atas ini semua dan mendapatkan sebuah jawaban agar bisa keluar dari dunia ini. -batinku mencoba terus menyemangati diriku sendiri.