BAB 8

1429 Kata
Keadaan kian mencekam. Jalanan kota dan segala arah mulai menampakkan kengerian. Serangan para mayat hidup atau zombie itu kian menjadi hanya dalam waktu sepuluh jam saja. Penyebaran virus yang semakin cepat membuat para tentara maupun kepolisian kewalahan untuk membendung para korban yang minta untuk diselamatkan.   Darat,laut dan udara, semua transportasi nyaris tak berfungsi. Gelombang kehancuran kota akibat virus merebak dengan cepat. Manusia kian tidak memanusiakan yang lain. Mereka sibuk bersembunyi atau tak acuh pada orang-orang yang meminta pertolongan. Semuanya sibuk menyelamatkan diri masing-masing.   Ko Ji telah kehilangan waktunya. Segala arah malah mempersulitnya untuk cepat sampai di kota. Jalan-jalan banyak yang ditutup oleh desa-desa setempat. Mereka menolak kedatangan maupun kepergian warganya ke suatu tempat. Mereka mengisolasi diri sendiri. Bersembunyi di tempat-tempat yang mereka rasa aman.   Menjarah kios-kios yang ada untuk bertahan hidup. Mematikan orang lain yang dianggap dapat mengancam jiwa. Hanya kurang dari dua puluh empat jam, kekacauan ini telah membunuh banyak orang.   “Buka portalnya! Kami harus ke kota!”   “Di kota sudah tidak aman! Sebaiknya kalian kembali!”   Para petugas mencoba untuk menahan warganya pergi. Sebagian ada yang mencoba melawan. Yang dari kota juga dipersulit. Mereka tidak bisa dengan mudah berpergian ke manapun. Ko Ji yang terjebak diantara keduanya memilih untuk mencari jalan lain.   Dengan cepat ia melompat ke area hutan dan meninggalkan mobil pick upnya teronggok di barisan para mobil lain. Selama pelariannya mencari jalan, tak urung suara tembakan mengikutinya. Ternyata ada banyak polisi ataupun aparat yang mengejar hingga ke hutan. Tak khayal, banyak juga yang terluka akibat baku tembak tersebut.   Ko Ji terus berlari sebisanya. Meski tenaganya terkuras habis, bagaimanapun ia harus sampai ke kota menyelamatkan sang adik. Beberapa kali ia nyaris terkena peluru, tapi Ko Ji berhasil mengelak. Hingga ia terjebak diantara sungai yang memisahkan daratan yang tengah ia pijak. Sialnya jalan tersebut adalah jurang. Mau tak mau Ko Ji harus melompat untuk bisa menyebrang. Karena terus didesak, iapun nekat menjatuhkan diri ke sungai tanpa melakukan aba-aba apapun. Aksi nekat itu ternyata diikuti oleh beberapa orang yang juga melarikan diri dari pengejaran. Tapi sebagian ada yang tak seberuntung Ko Ji yang bisa masuk ke dalam sungai tanpa mendapatkan luka baik dari ranting ataupun bebatuan sungai di sana.   Menghayutkan diri adalah caranya untuk  bisa menyebrang ke sisi sungai yang lain. Setelah berhasil menggapai akar pohon dan juga tersangkut di batu, Ko Ji akhirnya bisa keluar dari sungai. Badannya begitu lelah. Tenaganya benar-benar habis. Ia mencoba mencari udara segar lebih dulu sebelum melanjutkan perjalanannya.   Tapi sialnya sesuatu datang mengganggu penciumannya. Ko Ji bisa merasakan kedatangan zombie-zombie tersebut. Ternyata memang benar langkah para aparat itu mencegah orang-orang untuk masuk ke kota. Karena para monster itu memang  sudah sampai ke area ini.   Sementara itu, suasana menegangkan terjadi di stasiun bawah tanah. Rombongan So Ji yang berusaha melewati para zombie terpaksa gagal karena suara dering ponsel salah satu dari mereka. Dengan reflek semuanya berlari menghindari zombie yang mengejar asal suara. Beberapa mencoba menghalau namun kalah jumlah. Tak urung, mereka menjadi santapan empuk para zombie yang kelaparan.   So Ji berhasil melarikan diri dengan berlari sekuat tenaga. Rekannya yang lain juga ikut berlari selagi mereka sibuk menyantap salah satu rekan mereka yang merelakan diri untuk menghalangi. So Ji menangis melihat pemandangan itu. Terasa menyakitkan melihat orang lain dimangsa demi menyelamatkan yang lainnya.   Sebuah strategi bertahan hidup yang menyedihkan. Dengan cepat, So Ji berlari menuju salah satu kereta yang berhenti. Melihat di dalamnya tak ada satupun zombie, So Ji mengajak yang lain untuk berlindung di dalam kereta. Entah keputusan itu benar atau tidak, mereka memilih untuk mengikuti So Ji dan sesegera mungkin masuk ke dalam kereta yang terparkir. Entah karena mogok atau karena sengaja ditinggalkan. Tujuan So Ji tak lain dan tak bukan menuju ke depan. Ia berharap bisa keluar dari stasiun dan menuju ke dunia luar. “Cepat masuk!”   Di detik terakhir,mahasiswi yang menolong So Ji terjatuh. Gadis itu sempat berdiri dan hendak melanjutkan lariannya. Namun kakinya terkilir dan tak bisa bergerak. Rekan sesame dokternya malah terdiam. Ia berdiri di depan pintu masuk dan melarang So Ji untuk beranjak menolong rekannya tersebut.   So Ji melirik bingung karena kesempatan menolong lebih besar daripada memperhatikannya dari kejauhan.   “Apa yang kau lakukan? Kita harus menolongnya!”   “Lihat dia terluka! Jika dia masuk rombongan kita pun dia hanya akan menyusahkan kita saja!” ucap mahasiswa tersebut.   So Ji terperangah. Hanya selang beberapa menit saja, pikiran pemuda itu telah berubah. Ketakutan telah merubah manusia dengan cepatnya. Dia yang dengan percaya diri memberi semangat pada yang lain untuk bangkit dari kecemasan dan ketakutan, ternyata kini lebih mementingkan dirinya sendiri. Semua kerja sama ini hanya omong kosong. Semuanya hanya memikirkan diri sendiri.   So Ji yang tak terima lantas membuka pintu dan berlari untuk menolong mahasiswi tersebut. Dan tanpa rasa bersalah, pemuda itu menutup pintunya sambil melirik sinis usaha So Ji yang sia-sia.   So Ji sampai pada gadis tersebut dan mencoba membantunya ke tempat yang jauh. Namun sepertinya langkahnya akan terlambat dengan cepatnya para zombie mendekati mereka. Dengan putus asa, So Ji mencoba membawa mahasiswi tersebut yang sudah tertatih-tatih. Rekan-rekan mereka tadipun tertawa sinis melihat perbuatan So Ji yang tak berguna.    Lalu, suara dentuman keras memperlambat keduanya.   Kereta lain datang dari arah belakang. Menabrak gerbong terakhir yang sangat dekat dengan gerbong yang ditempati oleh mahasiswa kedokteran egois tersebut beserta empat orang lainnya. Mereka terjebak dan tak mengetahui kereta lain datang untuk menabrak mereka. Dan hantaman keras antar kedua kereta pun tak terelakkan. Sebagian gerbong remuk dan sebagian yang lain bahkan keluar dari jalurnya dan membentuk blockade. Melintang hingga mengenai para zombie yang tadi sempat mengejar. Ditambah dengan kebakaran yang terjadi akibat hantaman, membuat suasana semakin kacau. Tapi syukurlah So Ji dan rekannya tak mengalami kecelakaan mengerikan itu.   Mereka berhasil menghindar hanya beberapa meter saja.   “Kakak tidak apa-apa?”   “Tidak apa-apa. untung ada kamu. Terima kasih sudah menyelamatkanku,” ujar gadis itu terharu.   Suasana haru pun tak terelakkan. Keduanya sama-sama menangisi nasib yang hampir merenggut mereka. Seperti sebuah keajaiban bisa selamat dari dua hal buruk sekaligus yang tapi sialnya mereka juga belum bisa menarik napas lega karena masih di kelilingi api akibat dari tabrakan itu.   “Ayo kak..kita harus pergi dari sini,” ujar So Ji optimis meski ia sendiri juga tak yakin dengan hal itu.   Faktanya, mereka tak menemukan ada jalan keluar. Mereka terjebak diantara kobaran api dengan para zombie yang terlihat masih hidup.   “Apa yang harus kita lakukan? Api semakin membesar!” ungkap So Ji mulai putus asa. Ia menangis sekuat tenaga sambil menyebut nama kakaknya itu.   So Ji menyesal tak mendengarkan permintaan kakaknya untuk tak pergi ke kota tanpa dirinya.   “Kak Ko Ji! Kapan kau datang menyelamatkanku!” teriak So Ji yang penuh harap dan juga keputus asaan. Pesan dari Ko Ji pun kembali terngiang. Kala So Ji merasa terpuruk, pesan dari kakaknya itu akan selalu ia ingat. Kata-kata yang sangat sederhana, namun membekas bagi So Ji. Sebuah pengorbanan sang kakak untuk adiknya.   “Di saat terdesak pun, cobalah berpikir. Jangan panik. Jika tenagamu telah habis, panggil aku. Kakak pasti akan datang untuk menyelamatkanmu.”   “So Ji…”   “Jangan panik.”   So Ji menengadah. Ia melihat sesuatu dan akhirnya memiliki jalan lain untuk keluar dari masalah ini. dengan sigap ia mendekat kea rah saluran udara. Mereka saling bersitatap sejenak hingga memikirkan hal yang sama. Hingga keduanya bisa lolos dari api dan juga lingkaran zombie setelah berhasil naik ke saluran udara. Keduanya tersenyum sambil beristirahat sejenak.   “Ini aneh, tapi kita belum berkenalan satu sama lain. Aku Ga Eun. Namamu?”   “Han So Ji,” balas So Ji ramah sekaligus ia bisa sedikit rileks karena hal ini.   “Kau tadi seperti berteriak memanggil kakakmu.”   So Ji berhenti merangkak. Ia teringat lagi dengan keputusasaannya sendiri itu.   “Iya. Karena aku hanya punya kakak laki-laki.”   Ga Eun mengangguk paham sambil melanjutkan perjalanan mereka di saluran udara. Meski pengap dan sempit, namun cara ini cukup ampuh untuk menghindari para zombie. Mereka berharap, akan ada jalan keluar dari sini nantinya.   “Apa kakakmu tahu kalau kita terjebak di sini?”   So Ji menggeleng. Berharap ada keajaiban. Yang terpenting bagi So Ji sekarang adalah, dia harus selamat agar nantinya bisa diselamatkan.   “Aku yakin kakak akan datang menjemputku. Karena aku tahu, seberapa sayangnya kakak padaku.”   Darah segar menetes di sela-sela tangan Ko Ji. Tak lupa ia mengusap di bagian mulut yang terdapat sisa-sisa dari darah yang sama. Tak ada satupun yang tersisa. Para zombie yang menghadangnya telah tersungkur. Meski ia tak punya cukup tenaga tapi ia masih yakin untuk melanjutkan perjalanannya.   Waktunya tak banyak. Ia harus cepat. Sebelum malam datang dan malah memanggil monster lainnya datang.   . . Bersambung 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN