BAB 12

1195 Kata
Pertaungan sengit pun terjadi. Seberapa seing Ko Ji mengelak dalam pertarungan tanpa dasar itu, Rock Lee terus menekannya hingga mau tak mau Ko Ji terpancing untuk itu. Dia sudah tak punya waktu lagi. Bau So Ji kian menghilang dari radarnya.   “Aku benar-benar tak ada waktu untuk untuk melayanimu!”   Ko Ji mengayunkan samurainya. Melihat itu, Rock Lee jelas bersemangat. “Itu yang aku tunggu sejak tadi.”   Ko Ji maju lebih dulu untuk menyerang. Kecepatan anginnya mampu membuat para zombie tak menyadari keberadaan mereka. Ko Ji mehujamkan samurainya ke tubuh Rock Lee, namun dengan mudah pemuda itu mengelak. Ko Ji sempat lengah hingga tak awas dengan serangan Rock Lee di belakangnya. Dengan mudahnya Ko Ji dihantamkan ke tanah lewat pukulan Rock Lee yang amat kuat itu. Kekuatannya bahkan setara dengan libasan ribuan besi.   Ko Ji tersungkur. Dia belum pernah bertarung dengan serius selama ini. Maka pukulan Rock Lee itu cukup membuatnya terkejut. Dia tak menyangka, kekuatan vampire bisa seperti itu.   “Bagaimana? Apa ini menyenangkan? Bukankah ini pertama kali buatmu melakukan pertarungan yang sebenarnya?”   Ko Ji menaikkan sudut bibirnya. Sindiran itu tidak sepenuhnya salah. Ko Ji memang bisa merasakannya selama ini. Dia tahu, tubuhnya terasa aneh jika tak melakukan sesuatu. Terkadang emosi juga membuncah dan ingin meledak-ledak. Apalagi setiap melihat pertikaian, dalam diri Ko Ji ingin sekali mengalahkan mereka satu persatu. Menyerang hingga bisa memecahkan kepala mereka atau mematahkan tangan dan kaki mereka hingga hancur. Tapi selalunya, Ko Ji menahan emosi dan kekuatan itu. Kemudian, virus ini merebak dan ia bisa mengaktifkan apa yang selama ini selalu dipedamnya. Rasanya, benar-benar merasakan darah yang manis dan melenakan. Membuat Ko Ji senang dan puas melakukan apapun.   “Kau benar. Ini tampak menyenangkan.”   “Benar kataku kan! Kalau begitu, lebih serius dan keluarkan semua kemampuanmu. Agar aku bisa dengan bangga untuk mengalahkanmu.”   “Baiklah. Coba saja lakukan itu –“   Ko Ji melesat dengan cepat. Ia menanggalkan samurainya dan bertarung seperti Rock Lee, yaitu menggunakan kekuatan tangan dan kaki. Ia takkan menggunakan senjata tajam karena pastinya pertarungan tak seimbang. Meski begitu, Rock Lee benar-benar tak bisa diremehkan. Serangan bertenaga Ko Ji masih bisa ia tangkis.   “Lumayan,” ledek Rock Lee lagi. Meskipun sebenarnya, tendangan kaki Ko Ji yang mengenai perutnya itu sudah cukup membuatnya sedikit terpental.   Ko Ji anggap ini masih permulaan. Maka dengan keras lagi Ko Ji menyerang dan kini mengikuti gerakan Rock Lee dari menangkis hingga memiting serangan lawan. Rock Lee terkejut dengan kemampuan dan pukulan Ko Ji yang kian kuat dan mendalam. Apalagi caranya meniru gerakannya juga sangat sempurna hingga Rock Lee mau tak mau terkena serangan itu dengan serius.   “Apa ini masih dalma kategori ‘lumayan’?   Giliran Ko Ji yang sedikit meledek Rock Lee yang sedikit demi sedikit tak bisa membalas pukulan. Baginya pukulan Ko Ji sudah cukup menyakitkan. Entah itu tenaga darimana, tapi setiap tekukan ataupun tendangan  sangat berasa. Meski tubuh seorang vampire bisa menahan serangan dan takkan semudah zombie untuk mati, tapi adakalanya vampire memiliki batas pertahanan dalam tubuh mereka. Apalagi mendapat serangan yang bertubi-tubi yang bukan dari serangan magis melainkan fisik. Tentu..banyak tenaga yang terkuras.   Rock Lee yang mulai kewalahan pun akhirnya mengeluarkan kekuatan penuhnya. Ia menyerang dengan kecepatan penuh tapi lagi-lagi bisa Ko Ji tangkis dan bahkan Ko Ji balas dengan pukulan yang sama. Rock Lee tercampak ratusan meter ke sebuah gedung.Ko Ji mendekat untuk memberikan serangan terakhir di bagian perut. Rock Lee kian masuk ke dalam gedung tersebut dan bahkan keluar dari bagian belakang gedung tersebut. Ko Ji melihatnya dengan seksama. Ia tak percaya bisa sekuat itu. Melihat Rock Lee tak bergerak cukup lama, Ko Ji pun akhirnya mengendalikan diri lagi. Ia kini ingin konsentrasi penuh untuk menghidu bau darah So Ji adiknya.   Saat lengah itulah, Rock Lee datang dan menyerang bagian kepala Ko Ji. Kelemahan bagi kaum vampire adalah kepala mereka. Membakar mereka atau menusuk mereka dengan senjata perak. Hampir saja kepala Ko Ji jadi bagian terakhir yang diserang Rock Lee, kalau saja Ko Ji tak langsung mengeluarkan pedangnya dan menebas kepala Rock Lee lebih dulu.   Tubuh Rock Lee pun terbelah. Jatuh dari ketinggian lalu menghilang di kerumunan para zombie. Namun sebelum sampai pada tangan-tangan mereka itu, jasad Rock Lee telah lebih dulu melebur menjadi abu. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Yang jelas, Ko Ji jadi banyak belajar dan mengetahui tentang dirinya yang tersembunyi.   Pertarungan telah selesai. Ko Ji tak merasa memenangkan apapun. Ia hanya merasa lega atas sesuatu yang selama ini tersembunyi darinya. Dari Rock Lee paling tidak ia tahu, bahwa ada banyak vampire tersisa sepertinya yang akan berusaha untuk memenangkan dunia. Kehancuran yang tengah terjadi ini dimanfaatkan mereka untuk menguasai manusia setelah banyak para tentara pun tak bisa menangani zombie yang kian merebak.   Mereka akan terus bermunculan untuk membuat kekuasaan. Tak terkecuali tempat ini.   Kehadiran manusia kian menipis. Ko Ji bisa merasakan bahwa sebagian dari mereka telah pergi jauh. Ada beberapa yang masih terjebak. Sebenarnya Ko Ji ingin sekali membantu mereka tapi dirinya juga mulai terdesak untuk mencari adiknya. Hingga Ko ji sampai di tempat di mana So Ji berjuang mati-matian keluar dari lorong udara. Setelah memeriksanya, So Ji tak lagi di sana. Ko Ji pun segera mengikuti aliran darah yang tercium sambil menghadapi sekumpulan zombie yang menyerangnya.   Mereka bergerak karena adanya suara. Saat malam, ketika cahaya tak terarahkan kepada mereka, para zombie hanya akan diam sambil mendengarka. Hal itulah yang dimanfaatkan So Ji saat ia tengah beristirahat di bawah kolong jembatan. So Ji nyaris tak menyadari ada beberapa zombie yang ‘selamat’ dari jatuhnya bus ke sungai.   So Ji yang masih mengumpulkan tenaga, terpaksa merangkak dengan perlahan agar tak bersinggungan dengan zombie yang mulai berdatangan. Jantungnya tentu berdegup kencang. Ia tak menyangka, secepat ini ketenangannya terusik. Padahal ia baru saja merasakan nyamannya tiduran di atas rerumputan.   So Ji bangkit dan mencoba berjalan jinjit. Sambil berhati-hati, iapun bisa keluar dari lorong dan berlari kecil naik ke atas jalan trotoar. Di sana terlihat sepi. Itu pikirnya. Tapi ia tak menyangka bahwa di jalanan itu telah banyak mayat bergelimpangan. So Ji menahan napasnya. Takut-takut mereka akan bangkit kembali. Tapi dilihat secara teliti, mayat-mayat tersebut malah mirip para zombie yang sudah dilumpuhkan.   So Ji menelan ludah. Pasti ada sesuatu di sini yang menyebabkan mereka benar-benar mati. So Ji pun melanjutkan perjalanannya meski sebenarnya ia cukup takut untuk melangkah. Ada beberapa yang masih bergerak meski kepala mereka telah terpenggal. So Ji cukup menghindarinya dan berjalan dalam senyap. Hingga di sebuah lampu jalan, So Ji melihat seorang pemuda berdiri dengan santai memandangi sungai. Pemuda itu bahkan asik merokok tanpa mempedulikan sekitarnya.   So Ji terlihat senang. Pasalnya ia menemukan seseorang yang setidaknya adalah manusia. Ia bisa bernapas lega dengan sesaat namun sejurus kemudian So Ji merasakan keganjilan. Bagaimana seorang manusia mengalahkan semua zombie ini? dan di saat huru-hara seperti sekarang kenapa pemuda tersebut terlihat santai?   So Ji mulai mundur setelah sebelumnya dia mencoba melambaikan tangan untuk meminta pertolongan.   “Hei—tidak. Ini terlihat aneh.”   So Ji putar balik, tapi tubuhnya sudah sulit untuk bergerak. Entah gerakan secepat apa itu, pemuda tersebut bahkan sudah berada satu langkah di hadapan So Ji. Dengan senyumnya yang menakutkan, pemuda tersebut membalas sapaan So Ji yang tercengang.   “Hai..apa kau manusia murni?”   .   .   bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN