10. Kecewa

2305 Kata
         MAS RAKA Genta, angkat telpon aku MAS RAKA Sayang, kamu dimana? MAS RAKA  Jangan buat aku khawatir, Sayang.  MAS RAKA Genta, angkat telpon aku!  Dan masih banyak lagi pesan dari Raka yang tak sempat ia buka, belum panggilan yang tak terjawab. Sejam yang lalu, Genta meminjam power bank Remon.  "Ta, lo mau makan?" tanya Remon yang muncul dari balik pintu. Genta hanya menggeleng, "Nggak lah, Mon. Gue masih kenyang, lo makan aja duluan." jawab Genta dengan melempar ponselnya asal.  Remon masuk ke kamar Genta, "Jangan siksa badan, perasaan boleh sedih. Tapi tetep makan! Karena, menghadapi kenyataan itu juga butuh tenaga." kata Remon, duduk di samping Genta.  "Basi! Udah nggak jaman!" kata Genta dengan memukul lengan Remon. "Makan ya?" bujuk Remon yang di gelengi kepala oleh Genta.  "Ayo dong, Neng. Mas beliin makanan yang kamu pengen deh. Apa pun demi, Neneng!" kata Remon.  Genta hanya tersenyum tipis, "Gue nggak laper, Mon. Lo makan aja duluan. Gue mau tidur. Satu lagi gue bukan Neneng," ucap Genta lirih. Remon hanya mengangguk pasrah, lalu meninggalkan Genta sendirian.  "Kalau laper bilang sama Mas." ucap Remon sambil membuka pintu. Genta hanya mengangguk. “Entar gue bilang sama perunggu.” Jauh dari mereka berada di sebuah kafe minimalis, ramai terdengar canda tawa dan petikan gitar yang mengalun merdu. Satu sama lain tak ada perbedaan, saling menghargai.  "Eh, Bang Manyu mana?" tanya cowok berambut kribo yang baru saja menyesap secangkir kopi. "Belum datanglah masih jam segini. Bang Manyu datangnya malem, Bendi." jawab teman yang lain.  Bendi, anak yang sore tadi mengajak Genta ke sini tapi gadis itu menolak. "Tadi gue ketemu Kak Genta di halte," kata Bendi.  "Yang bener lu, Ben?" tanya Faizal, baru keluar dari dalam Kafe membawa tiga cangkir kopi. "Beneran, Bang. Gue tadi sama Rendi, tanya aja sama dia."  Saat ini mereka berada di luar, kata Bendi udaranya lebih sejuk. "Kata Kak Genta mau di jemput, padahal udah sore banget." lanjutnya.  "Gue pulang tadi halte nggak ada siapa - siapa, padahal gue pulangnya udah sore. Cuman anak futsal yang ada tadi," ujar Faizal lalu duduk di samping Tofa. Tak sampai satu menit, motor ninja hitam menghentikan lajunya di parkiran Kafe. "Itu Bang Manyu," kata Faizal lantang.  Abimanyu Samudra Argani, cowok berbadan tegap dengan senyum menawan, melangkah mendekati Faizal dan kawan - kawan sambil menyisir rambutnya yang sedikit rusak karena memakai helm. "Udah lama?" Mereka mengangguk serempak.  "Yang lain mana?" tanya Abimanyu, duduk di depan Bendi. Di meja luar hanya ada lima anak Elang : Bendi, Faizal, Angga, Diko dan Jery, selebihnya di dalam Kafe sambil membantu Fandi melayani pelanggan yang lain.  "Di dalam, Bang. Bantu - bantu Mas Fandi," jawab Diko. Abimanyu mengangguk.  "Ini Genta nggak ke sini?" tanya Abimanyu dengan menatap Faizal.  "Kagak tau, Bang. Gue lewat tadi rumahnya sepi," jawab Faizal.  "Tapi tadi Kak Genta itu udah mau maghrib masih di halte sekolah, Bang." ucap Bendi. Dahi Abimanyu mengerut. "Ngapain jam segitu masih di sekolahan?" Bendi menggeleng.  "Emang ada kegiatan? Bukannya udah kelas tiga nggak boleh ikut kegiatan?" Faizal mengangguk, ia meletakkan cangkir kopinya yang tersisa setengah.  "Nggak ada sih, Bang. Tadi gue juga pulang sore, kepentingan OSIS. Tapi gue nggak liat Genta di sekolah, malah gue liat Remon masih ngelatih futsal." jawabnya.  "Mending tanya aja sama Kak Remon, Bang. Biasanya dia pulang paling akhir sendiri," kata Angga.  "Lo nggak masuk hari ini, Ngga?" cowok berlesung pipi sebelah itu hanya menggelegkan kepala. "Lo itu pengganti Remon, malah kagak masuk." sindir Faizal, Angga hanya terkekeh.  Faizal dan Angga adalah anak SMAGA, tapi beda angkatan. Faizal anak XII IPS 6, se-angkatan dengan Genta, sedangkan Angga kelas X IPA 4.  "Biar gue telpon dulu," ucap Abimanyu.  Ia mencari nama Genta, lalu menempelkan ponselnya di telinga.  Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan  Ia menatap ponselnya, "Nggak aktif," desis Abimanyu.  Sekali lagi, ia mencoba. "Nggak aktif lagi, kemana tuh anak?" ujarnya.  "Mungkin lagi tidur, atau hpnya mati. Biasanya Genta gitu, Bang." ucap Jery. Abimanyu mengangguk, mencoba berpikir postif.  Tak lama kemudian, mobil pajero putih menghentikan lajunya tepat di samping motor Abimanyu. "Siapa tuh?" ucap Diko.  "Holang kaya deh keknya," sahut Jery.  Mata Abimanyu menelisik plat mobilnya, "b*****t!" lirihnya. Ia bangkit dari duduknya, lalu menghampiri mobil itu.  Mereka ber-lima pun ikut berdiri, "Siapa tuh, Kak?" tanya Diko. "Kagak tahu, gue aja baru liat hari ini." jawab Faizal.  Mereka melihat laki - laki berkemeja putih, dengan umur empat tahun di atas mereka kira -kira. Sedangkan Abimanyu, cowok itu bersedekap d**a lalu tersenyum miring.  "Ngapain lo kesini, Bang?" tanyanya datar. Laki - laki itu mendekati Abimanyu. "Mana Genta?"  Dahi Abimanyu berkerut, "Kenapa lo tanya sama gue? Bukannya lo suaminya?"  Raka, dia mencari Genta ke Kafe Elang. Tempat itu pernah ia dengar waktu ia mengantarkan Genta ke Rumah Abimanyu, tidan sengaja ia mendengarkan percakapan mereka.  "Pasti dia sama lo!" ucap Raka, emosi.  Hampir semua anak Elang yang berada di dalam, keluar semua. Mereka menyaksikan dari tempat Faizal berdiri. "Siapa tuh, Zal?" tanya Fandi, masih melekat celemek di tubuh bagian depannya.  "Mana gue tahu. Datang - datang udah ngajak war, tapi kayaknya gue nggak asing sama tuh orang." jawab Faizal.  "Dimana lo sembunyiin Genta, Manyu?!" Kali ini nada bicaranya mulai meninggi. "Maksud lo apa, Bang? Bukannya Genta ada di rumah lo, ngapain harus gue sembunyiin?" jawab Abimanyu santai.  "Pasti lo sembunyiin kan? Ngaku lo, Nyu! Mana Genta!" bentak Raka dengan menarik bagian kerah jaket jeans Abimanyu.  Abimanyu tersenyum miring, "Kenapa lo tanya sama gue? Harusnya lo jaga dia. Kalau ada janji ya di tepati, bukan di ingari!" tegas Abimanyu.  Satu pukulan mendarat di sudut bibir Abimanyu, "Dimana Genta, Nyu?" teriak Raka.  Abimanyu terjatuh, ia berdiri dengan menepuk celananya yang kotor. Ia hanya tersenyum mengejek, semua anak buahnya sudah bersiap - siap di belakangnya.  "Lo datang di waktu yang tepat, Bang. Gue baru aja pengen ke rumah lo, mastiin Genta udah sampai di rumah dengan selamat atau belum. Tapi ...," ucap Abimanyu tersenyum miring,  "… lo seakan - akan ngasih tahu gue sebelum gue tanya. Lo nggak buang tenaga gue." Abimanyu menyeka sudut bibirnya yang berdarah.  "Terus sekarang lo nggak tahu Genta di mana? Memang bener Genta ninggalin lo, Bang. Dia udah muak sama lo! Lo bisanya ngasih janji terus! Udah berapa kali adek gue lo buat sakit hati? Apa belum puas bogeman gue tadi pagi? Kalau lo nggak bisa jaga dia, mending mundur!" teriak Abimanyu dengan mengepalkan tangannya.  Bugh!  Bogeman mentah mengenai hidung Raka, laki-laki itu terhuyung ke belakang. "Kalau gue jadi Genta, gue bakal cerai dari lo! Mana bisa harga diri Genta di injak-injak depan sahabat lo sendiri. Lo boleh benci sama dia, nggak mau sama dia. Tapi jangan jelek-jelekin dia, nggak cuman dia yang sakit hati tapi kita semua ikut sakit hati,” ucap Abimanyu menggebu.  "Dan jangan sampai tangan gue nafsu sama muka lo," kata Abimanyu dengan memukul pipi Raka.  Laki - laki itu terhuyung kembali, "Lo wajar dapat itu semua! Lo cowok b******n yang bisanya buat cewek nangis!" Kini Abimanyu menendang perut Raka hingga tekapar di tanah.  "LO APAIN GENTA! BELUM PUAS LIAT DIA NANGIS TERUS!" bentak Abimanyu lalu menduduki perut Raka, cowok itu memukuli wajah Raka. Brutal! Faizal dan Fandi dengan cepat melerai keduanya, "Udah bang, bisa mati anak orang." ucap Faizal dengan menarik tangan Abimanyu menjauh dari wajah Raka, begitu juga Fandi.  "Awas aja lo, Bang! Gue nggak takut sama lo!" Abimanyu berhasil Faizal dan Fandi singkirkan dari atas tubuh Raka. Mereka membawa Abimanyu menjauh dari sana.  "Nggak papa, Pak?" tanya Angga, dari tadi ia mengamati Raka. Lalu teringat dengan guru baru di sekolahnya. Ia bersama yang lain membantu Raka berdiri.  "Apa perlu saya antar pulang, Pak?" tanya Heru, ia sekelas dengan Faizal. Raka hanya menggeleng, menahan sakit di wajahnya.  "Terima kasih. Saya pamit," ucap Raka, lalu masuk ke dalam mobilnya. Tak lama mobil itu meninggalkan parkiran Kafe Elang.  "Lo kenal sama Mas - Mas tadi?" tanya Diko yang di angguki kepala oleh Angga. "Dia guru kimia di SMAGA," jawab Heru.  Diko dan yang lain melotot tak percaya, "Ngapain guru kalian cari Kak Genta? Dia kakaknya?" tanya Diko mewakili.  "Dia suaminya," jawab Angga.  "Wah nggak percaya Kak Genta udah nikah? Pantes aja tadi bilangnya mau di jemput," lirih Bendi.  ###  "Lo nggak mau sekolah?" Genta menggeleng.  "Terus nanti gue bilangnya apa? Hari ini jamnya Pak Supri, kalau lo nggak masuk gue nyontek sama siapa?" tanya Remon dengan mimik sedih.  "Gue nggak mau ketemu Mas Raka," lirih Genta. Remon mengusap pundak Genta. "Hari ini dia nggak ada jam di kelas kita, dia free hari ini."  Genta mengangguk pasrah, "Ya udah deh, gue sekolah." Remon tersenyum sumringah. "Nah gitu dong. Gue tunggu di bawah, "  Mereka, Genta dan Remon, tengah berjalan berdua menuju kelasnya. "GENTA!" Ia menoleh, Faizal sedang berlari ke arahnya. Tak lupa ada Angga dan Fandi di belakangnya.  "Ada apa, Zal?" tanya Genta.  "Mana aja lo?" tanya Fandi dengan ngos - ngosan. "Lah nggak kemana - mana, masih di atas tanah di bawah langit. Emang kenapa?"  Faizal menarik napas lalu membuangnya secara perlahan, "Lo tau nggak, gara - gara lo nggak pulang. Semalem Pak Raka ke Kafe, mukul Bang Manyu." kata Faizal.  "Sampai Bang Manyu emosi banget. Terus nggak bisa ngontrol, lo tau lah gimana dia kalau udah kalap." lanjutnya.  "Beneran? Kalian jangan bohong gitu dong," ucap Genta.  "Aduh, Kak. Kita mana bohong sih, semalem Kafe nggak rame amat sih. Cuman beberapa anak dari SMAGA, yang banyak anak SMAPA. Kakak bisa tanya mereka," kata Angga.  "Gue semalem sama Remon, dia yang nemenin gue. Mau ke Kafe, tapi gue udah punya feeling kalau Pak Raka ke sana. Jadi gue mumpet di rumah Remon," kata Genta.  "Terus kenapa lo nggak bisa di hubungi?" tanya Fandi, cowok ini sangat dekat dengan Abimanyu. Bahkan sejak tadi malam ia ikut khawatir dengan keadaan Genta.  "Hp gue mati, males gue charger."  "Oh iya, nanti pulang sama gue. Itu pesan Bang Manyu, suruh bawa lo ke rumah dia." pesan Faizal yang di angguki oleh Genta.  "Genta!" teriak Renia, tak jauh dari mereka. "Ta, gue mau tanya sama lo!" teriaknya heboh sambil menghampiri Genta.  Ia tak memperhatikan dengan siapa Genta saat ini, "Genta gue ada berita ...," Mata Renia membulat saat melihat Faizal di depannya. "Faizal!" sapanya.  "Hai Ren!" Gadis itu tersenyum malu. "Ada apa kok bahagia banget?" tanya Faizal dengan tersenyum.  "Ah, enggak." jawabnya dengan terkekeh malu. "Ya udah, aku ke kelas dulu ya. Sampai nanti," pamit Faizal.  "Gue cabut dulu ya, Ta." ucap Fandi.  Renia membekap mulutnya, menahan teriakan yang bisa menimbulkan keributan. "Lo deket ya sama Faizal?" selidik Remon.  Ia melepaskan tangannya, lalu mengatur napasnya. "Paan sih, Mon!" jawabnya sewot.  “Oh lo naksir sama Faizal, iya kan Ren?” Renia tertunduk malu. "Ketebak banget ya, Ta. Nih anak lagi jatuh cinta," Genta mengangguk setuju.  "Jangan gitu, aku malu."  kata Renia dengan memegang pipinya yang memerah. "Tuh pipi kenapa merah, Neng!" ejek Remon terkekeh.  "Salmon! Jangan gitu!" teriaknya. "Santai ae dung, lo bisa dengan mudah dapetin Faizal."  Mata Renia berbinar, "Gimana?"  Remon dan Genta tertawa bersama, "Jadi lo bener suka sama dia?" tanya Genta.  Renia menunduk malu, "Kalau gue sih nggak papa. Dia orangnya baik kok, anaknya bertanggung jawab." ucap Genta mantab.  "Gue baper sama dia," lirih Renia.  Genta hanya tersenyum, "Pohon Mangga pohon matoa, ciee renia jatuh cinta!" gombal remon.  "Garing banget sih, Mon!" ketus Renis dengan menggandeng Genta pergi.  Jam terakhir hari ini kosong melompong, bahkan beberapa siswi ada yang udah menggendong tasnya ingin pulang. Renia masih tidur di samping Genta, Remon asik dengan meja samping menggoda Vania, sedangkan Ferdiana tidak masuk hari ini.  "Helo Nia yang cantik, Babang boleh dong duduk si samping kamu?" Wajah Vania memerah, menahan marah.  "Remon yang tampan, bisa menjauh dari meja saya tidak. Kembali ke habitat asli anda ya?" ucap Vania halus.  "Ya elah, lu kira gue hewan di kebun binatang apa. Vani nih kadang - kadang gitu ya," kata Remon dengan manja.  "Eh Van, kamu tuh kek Tembaga plus Tellurium yak." ucap Remon dengan memandang wajah Vania lekat.  "Nggak usah sok pinter kimia deh lo, tanya dulu sana sama Genta. Gaya mau gombal pakek unsur segala," jawab Vania.  "Jawabnya kok gitu sih? Gitu dong, Van. Biar gue semangat gitu," saran Remon. "Untung gue cantik, Mon. Ya udah nih gue jawab, kok gitu sih?" ucap Vania malas.  "Iya. Tembaga kan Cu, Tellerium itu Te. Nah kalau di gabung itu kamu," gombal Remon terkekeh.  "Cute?" ucap Vania lola. Lalu, memukul lengan cowok itu. "Sa ae lu, Bang!"  Genta menatap cowok itu dengan tertawa, "Ada aja tuh cowok."  "Dapet gombalan dari mana tuh?" celetuk Sheila. "Dari ** dong, kan anak hits!" jawab Remon perccaya diri. "Gaya lu! Follower masih serebu ae bangga," sindir Sheila, cewek itu selebgram sejak lama.  "Iya deh, mundur saya sama yang udah banyak endorse." ucap Remon menghampiri Genta.  "Pulang yuk?" Genta menunjuk Renia yang masih tertidur pulas. "RENIAA!! BANGUN! FAIZAL KE SINI!" teriak Remon di dekat telinga gadis itu.  "Mana Faizal? Mana?" tanyanya kelimpungan. "Lap dulu tuh ilernya. Cewek kok jorok," sindir Remon dengan tertawa.  "Nggak ada Faizal, ya?" tanyanya lesu.  "Nyari aku ya?" Faizal, cowok itu berada di depan pintu kelas mereka.  Renia yang masih muka bantal gelagapan, "OMG! Gue masih muka bantal, Ta." bisiknya dengan berlindung di balik jaket Genta.  "Jaket gue! Ih jadi Bau iler!" kata Genta dengan terkekeh. Renia spontan melempar jaket Genta, "Tuh jaket lo."  "Ciee nggak malu muka bantal di depan gebetan?" ledek Remon.  "Nggak papa, kamu tetap cantik kok. Oh iya, pulang yuk, Ta." ucap Faizal dengan tersenyum.  "Yuk lah!" jawab Genta. "Yah, yang di ajak malah Genta." ledek Remon kembali.  "Paan sih lo, Mon!"  "Gue cabut dulu. Jangan cemburu ya, Ren." Gadis itu tersenyum.  Bersama tiga cowok ini, Genta seperti Ratu. Di depannya Faizal, sedangkan di belakangnya Angga dan Fandi mengawalnya.  Faizal menghentikan langkahnya di lorong, ia menggeser tubuhnya. Genta melihat dengan jelas sekarang, orang yang tadi lagi bahkan sampai saat ini ia pikirkan. "Mas Raka," desisnya.  Raka di rangkul oleh seorang perempuan yang sama dengan di foto, suaminya tersenyum manis. Matanya memanas, "Nggak usah lama - lama di sini." ucap Fandi dengan menarik tangan Genta menjauh dari sana.  Mereka melewati samping Raka persis, "Genta." panggilnya lirih. Gadis itu berhenti sebentar, begitu juga antek - anteknya. Namun, selang berapa detik ia melanjutkan langkahnya kembali.  Jadi gini cara mainnya? Kalau gue ngikutin main lo nggak bakal ada ujungnya semua masalah ini, Ta. Batin Raka. Ia di bonceng Faizal, tangannya melingkar di perut cowok itu. "Maaf ya, Zal. Bentar doang kok." Cowok itu mengangguk, paham. Faizal menggeber motornya mlengos pergi melewati Raka dan Arden. Laki-laki itu menatapnya tajam sekaligus menyendu, ada sedikit ruang yang tak rela melihat istrinya bergoncengan mesra seperti itu. Harusnya dia bukan yang lain!  Perihal mencintai walau tak dicintai, layaknya memandang sinar mentari dari sudut yang berbeda. Cinta tanpa balasan. Kasih yang selalu selatan untuk diutarakan, hingga timur sukit diibaratkan.  ###
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN