Daniel termenung di balik kemudi mobilnya, semalam dia baru terpikir untuk mencari identitas Ren dan seperti sebelumnya yang ia dapatkan tentang Ania. Data-data diri Ren tidak ada sebelum dia datang ke Negara ini dan menjadi pelatihnya.
Ren seperti orang baru di lahirkan, “Ah, aku akan gila jika terus memikirkan mereka.” gerutunya kesal.
Akhirnya setelah setengah jam berpikir, Daniel keluar dari mobil lalu masuk ke dalam gedung sekolah. Dia memakai lift khusus yang mengantarnya langsung ke depan kelas, tidak seperti siswa lainnya yang menaiki tangga untuk sampai di kelas masing-masing.
Kelas Daniel dan Ania berbeda dengan yang lain, mereka termasuk siswa di kelas unggulan. Bukan hanya pintar tetapi, semua siswa di kelas unggulan juga anak-anak yang berasal dari keluarga berada.
Begitu lift terbuka, dia langsung melangkah masuk ke dalam kelas. Beberapa siswa menatapnya tanpa berkedip dan yang lain mengabaikan dirinya.
“Akhir-akhir ini kau terlihat sibuk, apa ada yang sedang kau kerjakan?” tanya Devan ketika Daniel duduk di kursinya.
Daniel menoleh, menatap Devan tajam. “Latihan.” jawabnya singkat.
Devan mengernyit, dia memiliki sesuatu untuk di katakan kepada Daniel. Namun, dia ragu apakah dia terlebih dahulu harus menyelidikinya atau langsung menanyakan kepada Daniel. Setelah beberapa saat berpikir, Devan memutuskan untuk menanyakannya saja. Dia sangat penasaran kenapa dia bisa melihat Ania memasuki black ring.
“Daniel, kurasa mungkin aku salah melihat. Apa kemarin Ania datang ke black ring dan keluar bersama pelatihmu?” Daniel menghentikan aktivitasnya.
Dia berbalik dan menatap Devan sengit, apa kemarin dia datang ke black ring dan melihat semuanya? tanya Daniel dalam hati.
“Entahlah,” jawabnya cuek, memancing Devan untuk memberikan informasi lebih banyak.
Devan mendengus, “Aku jelas-jelas melihatnya kemarin keluar bersama Werren dari black ring. Apa aku salah orang?” terdengar keraguan dari ucapannya tetapi dia juga tidak bisa menghilangkan apa yang dia lihat kemarin.
Daniel mendengus, “Kau bisa menanyakannya langsung kepada Ania, aku tidak ikut campur urusannya. Mungkin kau akan mendapatkan informasi lebih jika kau bertanya kepadanya, aku tidak tahu apa-apa.”
“Apa kau tidak curiga, dia bisa saja mengajak Werren itu untuk mengkhianatimu atau dia sedang menggodanya untuk mendapatkan ilmu bela diri lebih?” tanya Devan semakin membuat Daniel menggeram kesal.
Dia teringat kejadian semalam dimana Ren memeluk dan merangkul Ania tepat di depan matanya. Mungkin kewarasannya telah hilang entah kemana, jantungnya berdebar-debar ketika mengingat gadis itu dan hatinya terasa panas begitu melihat Ren akrab dengan Ania.
“Aku tidak peduli!” bentak Daniel keras mengagetkan semua orang, dia mengambil ponsel lalu keluar dari kelas.
Dari jauh, Ania melihat Daniel yang keluar begitu saja membuatnya menyipitkan mata penasaran. Dia pikir lelaki itu sudah bisa mengontrol emosinya tetapi, tidak. Sampai hari ini Elly belum juga kembali dan itu membuatnya kesepian.
Ania keluar dengan membawa tas ranselnya. Dia tidak nyaman, rata-rata siswa di kelasnya terus melihatnya terang-terangan dan membicarakannya.
….
Ania memandang kupu-kupu yang sedang hinggap di atas kelopak bunga. Sudah sekitar dua jam gadis itu duduk tanpa bergerak sedikitpun. Cuaca sedang cerah, berbanding terbalik dengan suasana hatinya.
Tatapannya kosong, dia terus saja memikirkan paket semalam. Berjam-jam dia berpikir tetapi, tidak menemukan siapapun yang cocok menjadi orang yang mengiriminya benda itu. Tempat itu sangat sepi karena jarang siswa yang mengunjunginya karena berada jauh dari kelas.
Ania merasakan ada seseorang yang mendekat, dia menutup matanya begitu tahu siapa orang yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Dia membuka matanya begitu merasakan seseorang itu duduk membelakanginya.
Sebuah pohon yang cukup besar menghalangi mereka, Ania menebak seseorang itu tidak menyadari dia ada berada di balik pohon yang sama.
Flashback
Ania kembali memungut paket yang berisi sebuah s*****a, dia mengetatkan rahangnya begitu menatap s*****a yang dulu pernah menjadi miliknya. Dia masuk ke dalam kamar untuk melihat rekaman cctv yang sengaja ia pasang di atas pintunya.
Dia mengecek rekaman tiga puluh menit yang lalu tetapi, paket tersebut belum berada di sana bahkan, sampai dia dan Ren masuk ke apartement paket itu belum terlihat. Beberapa menit kemudian, seseorang datang membawa paket tersebut dengan memakai pakaian berwarna hitam.
“s**l! Siapa yang berani mengirimiku benda terkutuk ini.” ucapnya panik.
Baru saja dia ingin merasakan kebebasan dan sedikit rasa bahagia, tiba-tiba ada seseorang yang menerornya.
“Sepertinya aku mengenalnya,” gumamnya pelan ketika terus mereplay video cctv itu.
Ania memperhatikan tinggi serta postur tubuh orang yang mengenakan pakaian hitam itu. Dia terus memperhatikan hingga video itu tidak menampilkan apa-apa lagi.
“Dari gerak-gerik orang itu, dia tahu kalau aku sedang tidak ada di dalam.” gumamnya pelan.
Ania teringat seseorang dengan postur tubuh yang sama tetapi, akal sehat dan hatinya bertolak belakang.
“Tidak! Dia tidak akan melakukan hal seperti ini, lagipula orang itu telah menghilang sejak lama.” ucapnya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Tanpa sadar Ania meninju kursi di mana ia sedang duduk, hingga mengagetkan seseorang lain yang duduk di balik pohon itu.
Daniel membuka matanya, rasa kantuknya hilang akibat suara keras yang berasal dari balik pohon tempatnya sekarang beristirahat. Dia berdiri dan melihat siapa yang berani-berani mengganggu tidurnya.
Dia menghela napas begitu melihat Ania yang menjadi pelaku utama yang mengagetkannya. Daniel mengurungkan niat untuk menyapa gadis itu begitu ia menangkap ekspresi tidak bersahabat dari Ania dan memilih untuk meninggalkan gadis itu di sana sendiri.
….
Mengapa hidupnya sangat menyedihkan seperti ini. Dia pikir setelah melarikan diri dari tempat mengerikan itu setidaknya dia bisa bahagia tetapi, sekarang dia seperti kembali ke titik awal. Benda yang di terimanya malam tadi tidak bisa membuatnya tenang.
Ketakutannya menjadi kenyataan, mereka kembali menemukannya. Usahanya untuk pergi hanya sia-sia, dia tidak akan bisa bebas. Sejak awal hidupnya memang hanya untuk dikendalikan.
Ayah! Bunda kalian di mana? bebaskan aku dari semua ini! batinnya lelah.
Hidup Ania sejak awal telah berat dan menyedihkan, dia tumbuh dan berkembang tanpa adanya pengasuhan dari orang tua. Di ingatannya tidak pernah sekalipun dia mendapat kasih sayang dari mereka, sudah berulang kali dia mencari mereka setelah melarikan diri tetapi hasilnya, nihil.
Mereka seperti hilang tanpa jejak, aku hanya mengetahui mereka dari foto yang ada di liontin yang sering kugunakan dulu. Sekarang benda itu menjadi sesuatu yang sangat berharga untukku. Tanpa itu, aku tidak akan bisa mengenali mereka jika suatu saat kembali bertemu.
Ania mengusap wajahnya kasar, tidak ada setetespun air mata yang keluar dari mata gadis itu. Dia sudah lelah menangis ketika mengingat kedua orang tuanya. Saat ini dia hanya berharap agar bisa dipertemukan seperti dia bertemu kembali dengan Ren.
Dia memutuskan untuk pulang dan beristirahat, ketika sampai di depan pintu apartement dia dikejutkan ketika Ren sedang menunggunya di balik pintu. Lelaki itu memegang benda yang dikirimkan kepadanya semalam.
“Kenapa benda ini bisa ada di tempat ini?” tanya Ren dengan ekspresi tidak terbaca.
Ania memijit pelipisnya lelah, “Itu isi dari paket semalam dan bagaimana caramu masuk?”
“Aku menebak password apartementmu,” Jawaban Ren tidak terlalu mengejutkan untuk Ania.
Dia meletakkan tasnya di atas sofa lalu pergi ke arah dapur untuk mengambil makanan yang bisa mengganjal perutnya. Dari jauh Ania memperhatikan Daniel yang masih memegang s*****a miliknya.
“Berhentilah memegang benda itu! Kepalaku sakit melihatmu terus memutarnya.” tegur Ania pelan.
Sebuah pistol bernama Eagle yang di rakit sendiri, s*****a yang memiliki akurasi yang sangat tepat. Dibuat dari gabungan beberapa pistol yang kualitas terbaik dan mampu memuat 15 peluru 10 mm yang mampu dilontarkan hingga kecepatan 1600 kaki per detik.
Dan sebuah Colt 1911, pistol yang dapat memuat 7 buah peluru dan memiliki kecepatan 1.225 kaki per detik. s*****a mematikan ini sangat popular di Amerika baik di kalangan militer ataupun rumahan.
Kedua s*****a itu Ania dapatkan sebagai alat untuk melindungi diri yang tentu saja tidak ada lisensi ijin penggunaannya karena dia mendapatkannya secara illegal. Dulu dia memakainya untuk membunuh target yang diembankan kepadanya.
“Aku sudah melihat orang yang mengantar paket itu tetapi, aku tidak yakin siapa.”
Ren menatap Ania cepat, “Perlihatkan padaku!”
Ania masuk ke dalam kamar dan membawa keluar sebuah tab yang berisi rekaman cctv lalu memberikan benda pipih itu kepada Ren. “Bagaimana menurutmu? Apa dia orang yang kita kenal?”
“Aku tidak yakin. Apa kau pernah mendapatkan paket seperti ini sebelumnya?” tanya Ren setelah meletakkan tab itu di atas meja.
Ania menggeleng, “Ini pertama kalinya,” dia menatap Ren serius. “Aku bingung dengan waktunya, seolah ini sudah terencanakan sebelumnya. Apa mereka menunggu kita bertemu?”
“Entahlah, jika benar orang-orang itu yang melakukan ini. Aku tidak akan pernah memaafkan dan akan mengejar mereka sampai mati.”
Ucapan Ren menjadi akhir pembicaraan mereka, Ania tidak ingin menanggapinya dan kembali menatap dua pistol itu dengan tatapan tajam.
….
Ren kembali memikirkan sosok yang dia lihat di tab Ania, entah kenapa dia memikirkan seseorang yang mungkin saja menjadi sosok yang paling berpotensi untuk menjadi tersangka yang mengirimkan Ania kedua pistol itu.
“Tapi, bukannya dia sudah meninggal di bunuh organisasi?!” gumam Ren pelan.
Dia mengusap wajahnya kasar, sejak tadi dia mengurung diri di dalam kamar dan melihat ke arah jalan raya yang berada jauh di bawah. Pemikirannya kusut setelah mengetahui Ania mendapatkan terror seperti itu.
“Apakah organisasi sudah mengetahui keberadaan kami berdua?” Ren kembali bergumam sendiri. Itu adalah pemikiran yang sangat tidak dia harapkan untuk menjadi kenyataan.
Jika saja benar, berarti dia—tidak, mereka akan kembali berada dalam bahaya lagi. Padahal dia berharap bisa bebas, bahkan Ania baru saja bersekolah, dia tidak menyangka gadis itu harus menjalani cobaan begitu berat di antara jutaan gadis yang ada di seluruh dunia.
Aku akan melindunginya sampai batas kemampuanku, janji Ren dalam hati.
…..